NASIONAL

Problem Kesejahteraan Hakim dan Integritas Penegakan Hukum

Sepanjang 2023, Komisi Yudisial menerima 3.993 laporan dan tembusan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sebanyak 42 hakim dijatuhi sanksi.

AUTHOR / Astri Yuanasari, Heru Haetami, Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Agus Luqman

Google News
Problem Kesejahteraan Hakim dan Integritas Penegakan Hukum
Jurnalis mengambil gambar ruang sidang yang kosong di Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara, Kamis (10/10/2024). (Foto: ANTARA/Andri Saputra)

KBR, Jakarta - Lebih dari seribu orang hakim mengambil cuti bersama selama sepekan, sejak 4 Oktober lalu. Mereka mengambil cuti sebagai upaya legal menuntut pemerintah agar memperbaiki kesejahteraan hakim.

Di sisi lain, integritas hakim juga kerap mendapat sorotan karena kasus suap, mafia peradilan dan sebagainya.

Pekan ini, ratusan hakim melakukan audiensi dengan sejumlah pihak di Jakarta, menuntut perbaikan kesejahteraan. Mereka menemui DPR RI, DPD RI, Mahkamah Agung hingga Komisi Yudisial.

Mereka adalah bagian dari 1.700-an hakim yang melakukan aksi protes dengan mengambil cuti bersama. Sebagian datang ke Jakarta, sebagian berdiam di rumah.

Para hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia itu mengeluhkan jaminan kesejahteraan minim, karena gaji tidak naik selama 12 tahun.

Salah satu hakim, Jusran Ipandi dari Pengadilan Agama Tanjung Pandan, Bangka Belitung mengatakan, setiap hari mereka berjibaku dengan perkara hukum, tapi penggajian mereka tidak memiliki dasar hukum.

“Kami datang ke sini adalah jalan terakhir kami, Pak. Kami sudah menunggu, kami sudah melakukan pendekatan-pendekatan kepada stakeholder tentang permasalahan ini, permasalahnnya sepele, kami digaji tanpa dasar hukum. Kami hakim, Pak! Kami hakim! Kami berjibaku dengan hukum. Putusan kami mengandung hukum dan menjadi hukum tapi gaji kami tanpa dasar hukum,” kata Jusran dengan suara meninggi, dalam audiensi dengan DPR, di Senayan, Selasa (8/10/2024).

Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menuntut empat hal ke pemerintah. Salah satunya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2012. Sebab selama enam tahun, dari 2018 ke 2024 seluruh hakim Indonesia menerima penghasilan yang tidak ada dasar hukumnya.

Baca juga:

Berdasarkan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, hakim merupakan pejabat negara seperti para kepala daerah, anggota DPR dan sebagainya. Namun, penghasilan mereka bahkan lebih rendah dari pegawai pengadilan nonhakim. Salah seorang hakim yang beraudiensi dengan DPR mengeluh, meski mereka berstatus pejabat negara, namun kerap dipandang sebelah mata diperlakukan seperti petugas kelurahan. 

Pemerintah pun merespon tuntutan itu. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyetujui usulan kenaikan tunjangan untuk para hakim.

Menteri PAN-RB, Abdullah Azwar Anas mengatakan sudah menandatangani permohonan penyesuaian tunjangan hakim itu.

"Saya kemarin sudah mendapatkan arahan, dan kami sudah menandatangani pengajuan terkait dengan tunjangan hakim dengan beberapa skenario. Sekarang sedang kita koordinasikan secara cepat bersama menteri keuangan, dan harmonisasi dengan menkumham, dan setneg," ujar Anwar dalam acara Gebyar Pelayanan Prima Kemenpan-RB di Jakarta Selatan, Selasa, (8/10/2024).

Abdullah Azwar Anas mengaku telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung terkait formula kenaikan tunjangan hakim. Ia berharap, proses pengajuan kenaikan upah hakim tidak tersendat.

Di sisi lain, Komisi Yudisial menyoroti integritas hakim karena banyak yang tersangkut masalah hukum seperti pelanggaran etik hingga pidana.

Wakil Ketua Komisi Yudisial Siti Nurdjanah meminta agar kenaikan tunjangan dibarengi dengan komitmen hakim menjaga sistem peradilan yang sehat dan berintegritas.

"Menjadi hakim yang diharapkan oleh masyarakat seluruhnya. Terutama masyarakat-masyarakat pencari keadilan. Sehingga lembaga peradilan kita ini benar-benar kita harapkan menjadi lembaga peradilan yang agung, yang bisa dipercaya masyarakat dan memenuhi harapan masyarakat," ujar Siti saat menggelar audiensi dengan solidaritas hakim indonesia, Rabu, (9/10/2024).

Baca juga:

Sepanjang 2023, Komisi Yudisial menerima 3.993 laporan dan tembusan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Dari jumlah itu, sebanyak 42 hakim dijatuhi sanksi karena terbukti melanggar KEPPH. Terdiri dari 15 hakim dijatuhi sanksi ringan, 10 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 17 hakim dijatuhi sanksi berat. Komisi Yudisial juga menerima 820 permohonan pemantauan persidangan sepanjang 2023.

Dorongan juga disampaikan Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, Hakim Agung Yulius.

“Yang sering terjadi negara hakim, terus terang para hakim sering terjebak memperturutkan, mohon maaf syahwat keilmuan. Hakim di dalam setiap putusan itu terjebak kepada perilaku memuaskan dirinya sendiri secara keilmuan dengan pertimbangan gini-gini, untuk memuaskan syahwat ilmiahnya. Padahal bukan itu tujuan pengadilan tujuan pengadilan. Tujuan pengadilan adalah memberikan apa yang menjadi aspirasi mencari keadilan,” Ujar Yulius dalam Acara Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Negeri di Youtube Kemendagri, Rabu (9/10).

Lembaga penelitian kebijakan publik The Indonesian Institute mendorong agar kenaikan gaji hakim dibarengi dengan komitmen memberangus pungutan liar atau pungli hingga mafia peradilan di pengadilan.

Peneliti Bidang Hukum dari TII, Christina Clarissa Intania mengatakan praktik pungli dan suap masih marak terjadi di pengadilan. Hal ini merusak independensi hakim.

"Dengan meningkatnya kesejahteraan seharusnya sih alasan takutnya ada godaan menerima suap dan lain sebagainya itu bukan menjadi alasan dan kekhawatiran ya. Karena kesejahteraannya kan sudah mulai dijamin, harapannya sih begitu ya. Dan tetap harus ada usaha untuk melawan nih, melawan tindakan KKN di area pengadilan atau peradilan gitu. Untuk apa, untuk mempertahankan si independensi pengadilan itu sendiri. Jadi komitmennya harus sama-sama juga nih," ujar Christina kepada KBR, Selasa (8/10).

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!