NASIONAL

PP Muhammadiyah dan PBNU Ikut Kelola Tambang, Aliansi Masyarakat Adat Khawatir Konflik Meluas

"Masuklah ormas itu kemudian dikomplain oleh masyarakat adat lalu kemudian ini bisa dibawa kemana-mana urusannya," kata Arman.

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Resky Novianto

tambang
Lubang bekas Tambang di Kudus, Jawa Tengah. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai, masuknya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sebagai pemilik konsesi tambang hanya akan memperluas eskalasi konflik yang terjadi di masyarakat adat, khususnya yang berkaitan dengan isu pertambangan.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM AMAN, Muhammad Arman, mengatakan, kondisi tersebut juga akan memicu konflik SARA.

"Misalnya begini kalau konsesi ormas keagamaan tersebut tumpang tindih dengan wilayah adat. Lalu kemudian karena ormas tertentu itu sudah menerima izin dari pemerintah katakanlah IUP-nya sudah keluar tapi itu kemudian tidak clean and clear di lapangan karena ada tumpang tindih hak di atasnya kan,” kata Arman kepada KBR, Minggu (28/7/2024).

“Kemudian masuklah ormas itu kemudian dikomplain oleh masyarakat adat lalu kemudian ini bisa dibawa kemana-mana urusannya. Dan kita tahu bahwa sumbu pendek dari komentar yang sering terjadi di republik ini adalah itu soal isu-isu agama salah satunya," imbuhnya.

Arman mengatakan, sepanjang 2024 mulai Januari hingga Juli, AMAN mencatat ada 102 kasus konflik yang terjadi di masyarakat adat. Kata dia, kasus yang berkaitan dengan pertambangan menjadi kasus terbanyak kedua setelah kehutanan.

"Jadi kehutanan itu menempati angka pertama 39 kasus sepanjang 2024 ini, kemudian pertambangan itu 25 kasus. Jadi artinya saya mau bilang bahwa masuknya ormas keagamaan itu sebagai pemain tambang. pemain baru, itu justru akan memperluas eskalasi konflik terjadi di masyarakat adat," ujar Arman.

Pada 2020, AMAN mencatat terdapat 1,9 juta hektare lebih wilayah adat yang telah dirampas untuk perizinan di sektor pertambangan. Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan, akan menempatkan wilayah-wilayah adat ke dalam situasi yang semakin terancam.

Baca juga:

PP Muhammadiyah Terima Izin Kelola Tambang, Amien Rais: Tawaran Penuh Racun dan Bisa

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menambahkan, Muhammadiyah memutuskan menerima tawaran IUP oleh pemerintah untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Hal ini diputuskan dalam rapat konsolidasi nasional PP Muhammadiyah hari ini di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

"Setelah mencermati masukan, kajian, serta beberapa kali pembahasan, rapat pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 13 Juli 2024 memutuskan menerima IUP yang ditawarkan oleh pemerintah," jelasnya.

Abdul mengungkapkan, Muhammadiyah berkomitmen memperluas dan memperkuat dakwah dalam ekonomi termasuk dalam pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam.

"Yang sesuai ajaran islam, konstitusi, tata kelola profesional, amanah, penuh tanggung jawab, saksama, berorientasi pada kesejahteraan sosial, menjaga kelestarian alam secara seimbang, dan melibatkan sumber daya insani yang andal dan berintegritas tinggi," tutur Abdul.

Sebelum PP Muhammadiyah, ormas keagamaan lain yang terlebih dahulu menerima tawaran izin pengelolaan tambang yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!