NASIONAL

Perludem: Jika Kotak Kosong Menang, Harus Pilkada Ulang

"Maka seharusnya sudah terang dan jelas bahwa apabila kotak kosong menang pada Pilkada tahun 2024 ini, maka Pilkada ulangnya harus dilakukan di tahun 2025 atau selambat-lambat 2026 awal," ujar Haykal

AUTHOR / Heru Haetami, Shafira Aurelia

EDITOR / Resky Novianto

kpu
KPU Mulai Kirim Logistik Pilkada 2017. ANTARA

KBR, Jakarta- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti segera melakukan Pilkada ulang jika pemilihan kepala daerah yang memiliki calon tunggal dimenangkan kotak kosong.

Peneliti Perludem, Haykal mengatakan berdasarkan pasal 54 ayat (3) UU Pilkada, pelaksanaan ulang Pilkada pada tahun berikutnya.

"Itu sudah jelas bahwa opsi yang bisa dipilih oleh KPU adalah pelaksanaan Pilkada ulang di tahun berikutnya, atau pada jadwal yang telah ditentukan oleh undang-undang. Jadwal yang ditentukan oleh undang-undang sampai pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024. 

"Maka seharusnya sudah terang dan jelas bahwa apabila kotak kosong menang pada Pilkada tahun 2024 ini, maka Pilkada ulangnya harus dilakukan di tahun 2025 atau selambat-lambat 2026 awal," ujar Haykal kepada KBR, Minggu, (8/9/2024).

Peneliti Perludem, Haykal menambahkan, pelaksanaan Pilkada ulang yang disegerakan juga mencegah posisi kepala daerah di isi oleh Penjabat (pj) gubernur terlalu lama.

"Sehingga kekosongan hukum ataupun kekosongan pemangku kepentingan kepala daerah itu, hanya diisi oleh Pj kepala daerah selama paling lama 1 tahun," katanya.

Dia juga mendorong pengawasan kerawanan pilkada juga ditingkatkan dengan memastikan akuntabilitas penyelenggaraan.

Selain itu, ia mengimbau masyarakat masyarakat yang memang tidak berkeinginan untuk memilih pasangan calon tunggal, tetap tetap datang ke TPS dengan mencoblos kotak kosong. Sehingga ada peluang ataupun potensi pilkada ulang dengan pilihan yang variatif.

Sebab, kata dia, dalam pelaksanaan Pilkada ulang semestinya diatur tidak boleh mengusung calon yang sama.

"Nah ini yang kemudian akan menjadi alternatif pilihan lah bagi masyarakat," jelas Haykal.

KPU Buka Opsi Pilkada Ulang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuka opsi mengadakan Pilkada ulang pada 2025 jika kotak kosong menang atau calon tunggal kalah di Pilkada 2024.

Anggota KPU RI, August Mellaz mengatakan opsi Pilkada ulang dibuka bertujuan untuk menjadi bahan pertimbangan agar pada Pilkada berikutnya bisa tetap dilaksanakan secara serentak, serta agar tidak diselingi oleh pelantikan pejabat kepala daerah di tengah masa lima tahun kepemimpinan.

August menyebut opsi ini masih akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pembuat undang-undang.

"Sebagaimana isu yang saat ini mengemuka, itu dilakukan Pilkada (ulang) di tahun 2025. Kapan tahun 2025 nya?, kalau secara prinsip kalau kebutuhan KPU menyiapkan tahapan Pilkada itu kurang lebih sembilan bulan, ya arahnya mungkin tidak jauh beda kira-kira menjelang akhir tahun 2025 itu opsi ya. Tapi nanti tetap akan dibahas dalam rapat antara penyelenggara Pemilu dengan Komisi II DPR," ujar August kepada wartawan dikutip, Minggu (8/9).

August Mellaz menjelaskan, opsi Pilkada ulang ini mengacu pada pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

"Kita tetap mengacu pada aturan yang berlaku," imbuhnya.

Baca juga:

Paslon Tunggal Kalah, KPU Sebut Opsi Pilkada Ulang 2025

Sebelumnya, KPU mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024. Jumlah itu dihimpun setelah KPU menutup perpanjangan masa pendaftaran pada 4 September 2024.

Dari total 41 daerah itu terdiri dari satu provinsi dan 35 kabupaten dan lima kota.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!