NASIONAL

Penurunan Angka Stunting Terhalang Tingginya Risiko Anemia Remaja Putri

"Kalau kita mengalami anemia tentu mengalami risiko gangguan tumbuh kembang"

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

posyandu
Petugas lakukan penimbangan berat badan Balita (16/1/2023) di Medan, Sumut. (Foto: ANTARA/Yudi Lmo)

KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan 3 dari 10 remaja putri di Indonesia rentan mengalami kurang darah atau anemia. Ketua Tim Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Kemenkes, Dhefi Ratnawati mencatat, 32 persen remaja di Indonesia mengalami anemia. Itu sebab 7,5 juta remaja Indonesia berisiko terkena gangguan tumbuh kembang.

Anemia dan malnutrisi itu meningkatkan risiko kelahiran anak dengan gizi buruk kronis atau stunting.

"Dampak yang timbul apabila remaja di Indonesia ini mengalami anemia. Jadi kalau kita mengalami anemia tentu mengalami risiko gangguan tumbuh kembang, kognitif serta infeksi. Jadi akan sering mengalami sakit dan tentu akan menghambat produktivitas. Kalau sudah remaja dan kalau remaja sering sakit tidak bisa kuliah, tidak bisa ke sekolah dan tentu produktivitas dan aktivitas sehari-harinya akan sangat terganggu," ujar Dhefi dalam webinar Remaja Sadar Gizi, Cegah Stunting Sejak Dini, Jumat (5/7/2024).

Ketua Tim KIE, Kemenkes, Dhefi Ratnawati menargetkan 58 persen remaja putri mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) untuk menekan risiko stunting pada anak. Target itu termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021.

Tantangan

Ketua Tim Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Kemenkes, Dhefi Ratnawati mengatakan, target peningkatkan konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri terhalang sejumlah hal.

"Kalau kita lihat berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Ada juga yang berpendapatan ini tidak penting, tidak ada manfaatnya. Itu alasan utama tidak menghabiskan tablet tambah darah," kata Dhefi.

Baca juga:

Dhefi mengatakan, alasan lainnya yaitu TTD yang dinilai remaja mempunyai rasa dan bau yang tidak enak. Menurutnya, kondisi itu akan menyulitkan pemerintah mencapai target penurunan angka prevalensi stunting.

"Ini masih jauh dari cita-cita kita, tapi harus berusaha menurunkan target ini," kata Dhefi.

Pemerintah telah merevisi target stunting, dari 14 persen menjadi di bawah 20 persen, sesuai dengan standar Sustainable Development Goals (SDGs).

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!