NASIONAL
Pemilu 2024, Politik Identitas dan Ancaman bagi Keberagaman
Politik identitas juga menyebabkan dialog politik di masyarakat hanya meliputi sentimen atas identitas tertentu, bukan gagasan yang rasional.
AUTHOR / Muthia Kusuma Wardani
KBR, Jakarta - “Saya ingatkan jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial. Demokrasi kita harus semakin dewasa,” kata Presiden Joko Widodo saat pidato di Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2022.
Saat itu, presiden meminta peserta Pemilu 2024 mengedepankan adu gagasan. Sebab, politik identitas hanya akan mengorbankan masyarakat.
Awal pekan ini, giliran Wakil Presiden Maruf Amin menyerukan agar peserta pemilu tidak menggunakan politik identitas demi meraih kemenangan.
Maruf Amin mengatakan partai politik dan para kontestan pemilu harus membuat pakta integritas mengenai larangan penggunaan politik identitas.
“Saya kira sudah ada, sudah pernah dilihat, misalnya memakai masjid sebagai tempat kampanye. Itu salah satu indikasi. Kalau itu tidak segera dicegah, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat pendidikan, dijadikan tempat kampanye. Nanti pembelahan (polarisasi) bukan hanya di masyarakat tapi di dalam pesantren, di dalam masjid, di tempat-tempat ibadah itu bisa terjadi,” kata Maruf Amin usai menghadiri acara Dialog Kebangsaan bersama Partai Politik dalam rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024, Senin (13/3/2023).
Antisipasi penggunaan politik identitas dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Lembaga pengawas itu telah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat peraturan khusus politik identitas.
Anggota Bawaslu RI, Herwyn Malonda mengatakan pelarangan itu mencakup penerapan konsep identitas dalam politik praktis yang akan berdampak negatif pada keberagaman.
“Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) kan bagi Bawaslu pertama memang kewenangan undang-undang yang diberikan kepada Bawaslu untuk memetakan potensi kerawanan. Ini sih salah satu yang kita petakan sebenarnya politik identitas yang memang secara identitas kita memang berbeda, tetapi bagaimana kita mau mengkonsepkan itu menyampaikan ke publik, untuk mempengaruhi pemilih supaya nantinya tidak menjadi bagian dari menciptakan suasana yang tidak kondusif,” ucap Herwyn, Senin, (13/3/2023).
Bawaslu RI menegaskan bakal menindak peserta pemilu yang mengusung politik identitas pada penyelenggaraan pesta demokrasi 2024.
Lembaga pengawas juga melarang penggunaan rumah ibadah untuk dijadikan tempat kampanye politik praktis.
Soal ini, Bawaslu telah menegur Partai Ummat yang telah mengusung politik identitas. Partai Ummat sempat mengibarkan bendera partai di salah satu masjid di Cirebon, Jawa Barat. Dalam klarifikasinya, Partai Ummat mengeklaim aksi itu spontanitas sebagai ungkapan syukur karena lolos sebagai peserta pemilu.
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan akan menggunakan cara-cara beradab dalam berpolitik.
"Partai Ummat secara khusus akan melawan dengan cara yang beradab dan elegan narasi latah yang kosong dan menyesatkan, yaitu politik identitas. Kita akan secara lantang mengatakan 'Ya, kami Partai Ummat dan kami politik identitas'," kata Ridho Rahmadi saat membuka rapat kerja nasional Partai Ummat di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023).
“Kita akan jelaskan, tanpa moralitas agama politik akan kehilangan arah dan terjebak dalam moralitas yang relatif dalam etika yang situasional. Ini adalah proyek besar sekularisme yang menghendaki agama tercerabut dipisah dari semua sendi kehidupan termasuk politik,” imbuh Ridho.
Baca juga:
- Perludem Prediksi Politik Indentitas Masih Terjadi di Pemilu 2024
- Identitas Masih Jadi Variabel Memilih Calon Pemimpin atau Wakil Rakyat
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menolak penggunaan politik identitas. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya meminta kontestan dan parpol pemilu tidak menggunakan politik identitas sebagai alat merebut kemenangan.
“Ini bukan sesuatu yang mudah diatasi karena beberapa faktor yaitu bahwa, pertama tradisi politik masyarakat kita memang pada awalnya dibangun atas dasar kurang lebih politik identitas, dan ini praktik dan model dinamika politik yang berlangsung cukup lama. Kita tahu bahwa sebagaimana diungkap oleh sejumlah peneliti bahwa peta politik di Indonesia ini pada umumnya didasarkan pada politik aliran,” ucap Yahya dalam webinar bertajuk “Partisipasi Organisasi Kemasyarakatan dalam Pendidikan Pemilih Cerdas, Rabu, (25/1/2023).
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyebut politik identitas juga menyebabkan dialog politik di masyarakat hanya meliputi sentimen atas identitas tertentu, bukan gagasan yang rasional. Meski begitu, ia mengakui metode identitas pada politik praktis juga kerap terjadi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut pakar ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana politik identitas merupakan kampanye hitam yang dapat memicu masalah serius. Dalam pengamatannya, politik identitas bukan hanya digunakan untuk mendekatkan pemilih dengan calon anggota legislatif.
“Politik identitas digunakan untuk black campaign jahat atau kampanye hitam untuk menjelek-jelekkan seseorang dan kemudian malah menimbulkan konflik pembelahan di dalam masyarakat dan konteks itu memang tidak dibenarkan karena itu akan menjadi sangat berbahaya bagi masyarakat," kata Aditya saat dihubungi KBR, Rabu (15/3/2023).
Aditya Perdana menilai, sistem pemilu yang mengharuskan caleg meraup suara sebanyak-banyaknya membuat praktik politik identitas kian subur. Menurutnya, politik identitas dengan menjatuhkan lawan merupakan cara termudah ketimbang pamer gagasan.
Editor: Agus Luqman
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!