NASIONAL

Pemerintah Merampas 11 Juta Hektare Lahan Masyarakat Adat

60-an masyarakat adat menjadi korban kekerasan aparat negara.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Sindu

Google News
Pemerintah Merampas 11 Juta Hektare Lahan Masyarakat Adat
Ilustrasi: Aksi masyarakat adat pendukung suku Awyu Papua dan suku Moi di depan gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebut ada 11,07 juta hektare (ha) lahan masyarakat adat dirampas pemerintah selama 2014-2024. Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi mengatakan, angka ini cenderung tinggi dan semakin membuktikan pemerintah sudah tidak lagi memerhatikan hak-hak masyarakat adat.

Dari perampasan lahan ini, ada 687 letupan konflik agraria di wilayah adat, 925 masyarakat adat didiskriminasi, dan 60-an masyarakat adat menjadi korban kekerasan aparat negara.

"Dalam satu tahun terakhir saja itu ada sekitar 2,4 juta ha (yang dirampas). Jadi, sebenarnya meningkat. Artinya apa, eskalasi kekerasan, eskalasi perampasan wilayah adat itu meningkat. Ini lagi-lagi dia akan semakin menimbulkan ketimpangan struktural dalam artian kemiskinan, dalam artian perampasan wilayah-wilayah adat," ujar Rukka, dalam konferensi pers, Kamis, (19/12/2024).

Baca juga:

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyayangkan sikap pemerintah yang semakin mengabaikan hak masyarakat adat.

"Jadi, sekarang ini yang dirampas oleh negara bukan hanya wilayah-wilayah yang masih subur, wilayah-wilayah yang masih kaya. Tetapi, wilayah-wilayah yang sudah rusak pun justru itu bisa mendatangkan uang juga," katanya.

Dia menilai Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) telah mempersiapkan perangkat UU untuk melanggengkan perampasan tanah dan wilayah yang menjadi hak-hak masyarakat adat. Hal ini dibuktikan dari realisasi kebijakan politik yang digunakan untuk menentang kebebasan agenda kerakyatan.

"Untuk melawan penindasan, melawan perampasan tanah-tanah kita sendiri, itu sudah menjadi kriminal di negeri ini," ucapnya.

Rukka menyebut, kurva atau grafik konflik agraria yang terjadi saat era Jokowi jauh lebih buruk dibandingkan masa kepresidenan SBY 10 tahun lalu.

    Komentar

    KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!