indeks
Pemenuhan Kebutuhan Rumah Melalui Tapera Dinilai Tidak Realistis

Tapera digadang menjadi solusi atas permasalahan kepemilikan rumah di tanah air.

Penulis: Astri Septiani, Astri Yuanasari

Editor: Muthia Kusuma

Google News
perumahan
Foto udara areal pembangunan perumahan alih fungsi persawahan di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Sabtu (13/4/2024). (FOTO: ANTARA/Jojon/foc).

KBR, Jakarta- Pemerintah akan memotong upah seluruh pekerja setiap tanggal 10 untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kebijakan baru ini dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan Tapera.

Presiden Joko Widodo memastikan besaran iuran sudah dihitung dengan cermat. Tapera digadang menjadi solusi atas permasalahan kepemilikan rumah di tanah air.

"Ya semuanya dihitunglah, biasa dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung mampu atau nggak mampu, berat atau enggak berat," kata Jokowi kepada wartawan, Senin (27/5/2024).

Presiden Jokowi tidak menyangkal kebijakan ini menuai pro kontra di masyarakat. Reaksi serupa juga terjadi saat pemerintah memulai kebijakan pemotongan upah untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun, Jokowi memastikan, program ini akan sangat bermanfaat untuk masyakat.

PP tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Salah satu isinya adalah pemotongan upah pekerja untuk dimasukkan ke dalam rekening dana Tapera.

Besaran simpanan yang ditetapkan sebesar 3 persen dari upah pekerja mandiri. Sedangkan bagi pekerja penerima upah, simpanan ditanggung bersama yaitu 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen oleh pekerja.

Aturan itu memberi batasan waktu bagi perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya di tapera paling lambat 2027.

Baca juga:

Di lain pihak, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) memastikan, dana yang disetorkan oleh peserta, yakni pokok beserta hasil pengembangannya akan dikembalikan kepada peserta. Pengembalian berupa deposito perbankan hingga surat utang pemerintah.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho Heru mengatakan, masyarakat yang masuk kategori berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah pertama dapat mengajukan manfaat pembiayaan tapera, asalkan terdaftar sebagai peserta.

"Beberapa hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 ini mengatur ketentuan di antaranya kewenangan pengaturan Kepesertaan Tapera oleh Kementerian terkait, serta pemisahan sumber dana antara dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari dana Tapera," kata Heru dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari situs resmi BP Tapera, Senin, (27/05/24).

BP Tapera mengemban tugas penyaluran pembiayaan perumahan yang berbasis simpanan dengan berlandaskan gotong royong. Peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Anggaran untuk Mengatasi Backlog

Adapun PP soal Tabungan Perumahan Rakyat ini merupakan aturan turunan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Aturan itu dilatarbelakangi kurangnya anggaran pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan kepemilikan rumah masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 dalam Survei Sosial Ekonomi (Susenas), kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog) masih di angka 12,7 juta unit. Angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 11 juta unit.

Dikutip dari laman resmi Wakil Presiden RI, pemerintah menargetkan penurunan angka backlog menjadi 5 juta pada 2024, yang membutuhkan anggaran sebesar 780 triliun rupiah. Anggaran itu akan bersumber dari APBN dan swasta.

Hingga 2023, pemerintah melalui PUPR baru mengalokasikan dana dari APBN senilai Rp108,5 triliun untuk program KPR rumah subsidi Fasilitas Likuiditas pembiayaan Perumahan (FLPP) atau setara dengan 1,2 juta unit rumah.

Alokasi anggaran program FLPP pada 2024 bahkan menurun menjadi Rp13,72 triliun untuk 166.000 unit dibanding tahun sebelumnya. Pada 2023, anggaran pembiayaan perumahan melalui FLPP mencapai Rp25,18 triliun.

Tapera tidak realistis

Asosiasi pengembang perumahan menilai program Tapera tidak realistis. Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Asosiasi Pengusaha Real Estate REI, Paulus Totok Lusida mengatakan, ada cara lain untuk mengatasi permasalahan kesenjangan angka kebutuhan rumah tanpa harus memotong upah pekerja.

"Usulan saya juga sudah masuk untuk pemerintahan. Makanya akan didirikan Kementerian Perumahan kan gitu kan kalau baca di media. Larena Kementerian Perumahan itu tidak hanya bangun rumah tapi membangun lingkungan, hunian ya. Hunian yang efektif, efisien gitu kan," kata Totok (28/05/24)

Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Asosiasi Pengusaha Real Estate REI, Paulus Totok Lusida mengatakan, penyebab tingginya angka backlog lantaran pemerintah masih fokus membangun rumah. Namun belum semuanya terintegrasi dengan fasilitas umum seperti sekolah dan akses transportasi.

Editor: Muthia Kusuma

perumahan
Tapera
Presiden Joko Widodo
backlog

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...