NASIONAL
Pekan Depan Ribuan Hakim Mogok Kerja, Ketua MKMK Sarankan Begini
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menilai rencana mogok kerja hakim selama 5 hari bakal mengganggu jalannya peradilan.
AUTHOR / Astri Yuanasari
-
EDITOR / Agus Luqman
KBR, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, rencana gerakan cuti bersama hakim se-Indonesia pada 7-11 Oktober 2024, pasti akan mengganggu jalannya peradilan di Indonesia.
Ia meminta, aksi ini tidak perlu dilakukan selama lima hari.
"Mereka pasti tahu juga ini akan mengganggu proses peradilan. Terutama, misalnya, perkara-perkara yang membutuhkan penyelesaian cepat, atau yang membutuhkan speedy trial dan sebagainya. Oleh karena itu ya menurut saya, nggak usah lima hari lah, kalau misalnya mereka itu (aksi mogok), mungkin beberapa hari. Kan pasti yang penting pesannya sampai kepada pemerintah," kata Palguna kepada KBR, Minggu (29/9/2024).
Meski begitu Palguna mengatakan, rencana aksi ini adalah satu protes yang wajar. Sebab selama ini memang kesejahteraan hakim belum menjadi perhatian pemerintah. Terutama hakim-hakim yang bertugas di pelosok daerah.
"Apakah suara-suara mereka selama ini sudah pernah didengar belum oleh pembuat kebijakan? Terutama yang berkaitan dengan tuntutan-tuntutan mereka, yaitu bahwa selama 12 tahun tidak ada penyelesaian penggajian terhadap mereka. Padahal kita tahu semua, inflasi sudah berapa kali terjadi di negara ini, sehingga akhirnya nilai mata uang yang dia terima atau para hakim itu diterima tentu akan sangat jauh bedanya," kata Palguna.
Palguna juga mengatakan selama ini yang selalu menjadi sorotan adalah peristiwa hakim korupsi, atau mafia peradilan. Padahal, banyak hakim di pelosok daerah yang harus berjuang demi mengabdi untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, yang luput dari perhatian.
"Artinya kalau ada sebagian hakim yang kemudian terlibat katakanlah dalam korupsi peradilan dan sebagainya, itu yang menjadi berita, dan itu memang yang making news, gitu kan. Tetapi jangan melupakan bahwa ada begitu banyak hakim yang masih jujur, yang masih mengabdi dengan tulus, melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, tetapi luput dari liputan media. Nah mereka inilah yang hak-haknya harus kita perjuangkan, harus kita perhatikan," kata Palguna kepada KBR, Minggu (29/9/2024).
Baca juga:
- 7-11 Oktober 2024, Hakim se-Indonesia 'Mogok' Kerja
- Rencana Hakim Cuti Massal, Pakar Hukum Singgung Kesejahteraan
Palguna mengatakan, pemerintah harus bisa menilai rencana cuti bersama hakim ini beserta tuntutan-tuntutannya. Menurutnya, jika tuntutan-tuntutan mereka rasional, maka pemerintah harus bisa memenuhinya.
"Kalau rasional usahakan penuhi, sesuaikan dengan tugas dan fungsi mereka sebagai penegak hukum, sebagai pengadil, gitu kan. Yang saya katakan tadi terutama ya, jangan anda lihat hakim yang di Jakarta atau di daerah-daerah yang kota-kota besar ya, yang relatif mudah dalam pengertian akses dan sebagainya, fasilitas dan sebagainya. Tapi anda perhatikan orang-orang yang bertugas di daerah terpencil yang bahkan untuk menuju ke tempat itu pun sarana, kendaraan yang paling sederhana pun masih susah untuk dipakai gitu misalnya," imbuhnya.
Sebelumnya, ribuan hakim di Indonesia menyerukan 'mogok kerja' dengan mengambil cuti bersamaan dan turun ke jalan. Mereka protes gaji dan tunjangan hakim yang dinilai tidak sesuai.
Sekretaris bidang Advokasi Hakim IKAHI Djuyamto mengatakan aksi ini sebagai bentuk protes hakim atas sikap pemerintah yang belum memprioritaskan kesejahteraan hakim.
"Gerakan cuti bersama hakim se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebetulnya pimpinan IKAHI maupun MA sudah berupaya memperjuangkan aspirasi hakim soal jaminan kesejahteraan ini, namun belum memperoleh hasil konkret," ucapnya melalui keterangan yang diterima KBR Media, Jumat (27/9/2024).
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!