NASIONAL

Ombudsman Soal Tapera: Kalau Memberatkan, Regulasi Harus Berubah

Kalau ini memberatkan masyarakat, harus berubah. Dan regulasi itu bisa berubah jika menimbulkan keresahan di masyarakat.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Wahyu Setiawan

Tapera
Sejumlah pengunjiuk rasa dari berbagai elemen buruh membentangkan poster saat unjuk rasa di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/6/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

KBR, Jakarta – Ombudsman RI menegaskan bakal mengawasi penerapan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, regulasi Tapera harus diperbaiki jika ujungnya memberatkan masyarakat.

"Sampai sekarang Tapera ini regulasinya belum matang, baru ada undang-undang, baru ada peraturan pemerintah, belum ada peraturan menterinya. Nah ini yang harus kami lihat, sampai peraturan menterinya, kalau memang ini ternyata tidak prudence, maka harus berubah, kalau ini memberatkan masyarakat, harus berubah. Dan regulasi itu bisa berubah jika menimbulkan keresahan di masyarakat," kata Yeka dalam “Media Briefing: Update Pengawasan Pelayanan Publik Sektor Perekonomian I Ombudsman RI”, Jumat (14/6/3034).

Yeka mengatakan lembaganya belum mengendus adanya indikasi penyalahgunaan dana pensiun Tapera. Namun ada aduan terkait sulitnya pegawai negeri sipil mencairkan dana pensiun Tapera.

Dia mengimbau masyarakat melapor jika merasa kesulitan untuk menebus atau mencairkan tabungan di Tapera.

"Jadi sampai saat ini belum ada isu salah penggunaan keuangannya, yang ada itu redemption-nya (pencairan), kalau terkait redemption itu silakan adukan," ujarnya.

Pemerintah sebelumnya mewajibkan pekerja dengan gaji minimal UMR, untuk iuran Tapera. Besarannya 2,5 persen untuk pekerja dan 0,5 persen dibebankan ke perusahaan. Namun program ini mendapat penolakan dari kalangan buruh dan pengusaha.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!