NASIONAL

MK Tolak Uji Materi Syarat Hakim Konstitusi Tak Punya Hubungan Keluarga dengan Presiden-DPR

Jika syarat hakim MK 'tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR' dipandang penting, itu wewenang pembuat undang-undang.

AUTHOR / Hoirunnisa

MK Tolak Uji Materi Syarat Hakim Konstitusi Tak Punya Hubungan Keluarga dengan Presiden-DPR
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (29/11/2023). (Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)


KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan mengenai syarat calon Hakim MK tidak terikat hubungan keluarga dengan Presiden dan/atau Anggota DPR.

Ketentuan itu diajukan advokat bernama Mochamad Adhi Tiawarman. Adhi mengajukan uji materiil Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Permohonan ini teregistrasi dengan Perkara Nomor 131/PUU-XXI/2023.

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.

"Dianggap dibacakan, amar putusan mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputuskan rapat permusyawaratan hakim konstitusi yaitu Suhartoyo selaku ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Daniel Yusmic.P, M Guntur Hamzah, Anwar Usman, Arif Hidayat, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, masing-masing sebagai Hakim anggota," kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan dikutip dari kanal Youtube MK, Kamis (21/12/2023).

Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Termasuk dalam permohonan hak ingkar terhadap hakim konstitusi yang memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau DPR.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan "dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, Mahkamah telah berkali-kali menegaskan pendiriannya bahwa kewenangan Mahkamah adalah menguji norma abstrak suatu undang-undang terhadap UUD 1945 yang putusannya bersifat erga omnes, sehingga putusan Mahkamah tidak hanya berlaku bagi pemohon tapi juga berlaku secara luas bagi masyarakat dan lembaga negara. Ini berbeda dari putusan Mahkamah Agung dan lingkungan peradilan yang berada di bawahnya, yang memeriksa perkara yang bersifat konkret dan individual, sehingga putusannya hanya berlaku bagi pihak-pihak tertentu yang terkait erat dengan perkara.

"Apabila pemohon mengajukan hak ingkar terhadap hakim konstitusi yang memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR, pemohon perlu mempertimbangkan bahwa hakim konstitusi yang bersangkutan adalah memeriksa norma abstrak yang tidak berkaitan dengan peristiwa konkret yang dialami pemohon, sehingga kepentingan hakim konstitusi tersebut tidak ada relevansinya dengan penerapan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian."

Mengenai syarat agar hakim MK tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau DPR, Mahkamah menyebut hal itu menjadi wewenang pembuat undang-undang.

"Sekiranya syarat 'tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR' dipandang penting untuk menjadi syarat tambahan bagi calon hakim konstitusi, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang," demikian pertimbangan MK.

Baca juga:


Alasan pemohon

Adhi menunjuk Muhammad Zen Al-Faqih sebagai salah satu kuasa dalam permohonan ini.

Pemohon menyatakan hakim konstitusi harus diposisikan dalam situasi yang bebas saat menangani suatu perkara dan harus terbebas dari hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pihak yang berkepentingan terhadap obyek yang didiadili.

Sementara Presiden dan DPR adalah pihak yang berkepentingan dalam perkara pengujian UUD 1945 karena obyek yang diadili adalah perkara pengujian terhadap UUD 1945 yang dibentuk oleh Presiden dan DPR, sehingga kedudukan kedua lembaga tersebut adalah sebagai pemberi keterangan dalam persidangan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945.

Namun demikian, sebagai pemberi keterangan, pada kenyataannya Presiden dan DPR berkepentingan mempertahankan berlakunya undang-undang agar tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, seorang hakim konstitusi yang memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau DPR tidak bebas dan tidak independen dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945.

Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU MK tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai "Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat: i. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR."

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!