NASIONAL

Menguji Komitmen Pemerintah, Haji 2025 Ramah Disabilitas Jangan Hanya Slogan

Komisi Nasional Disabilitas memperkirakan ada lebih dari 450 penyandang disabilitas yang menjadi jemaah haji tahun ini.

AUTHOR / Resky Novianto

EDITOR / R. Fadli

Google News
haji
Petugas mendorong kursi roda jemaah haji Indonesia di Mekah, Arab Saudi (2/7/2023). (Foto: ANTARA/Wahyu Putro A/nz)

KBR, Jakarta - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M mengusung tema “Haji Ramah Lansia dan Disabilitas”.

Tema ini dipilih sebagai upaya menciptakan layanan yang lebih inklusif bagi para jemaah haji penyandang disabilitas.

Kementerian Agama pun menggandeng Komisi Nasional Disabilitas (KND) untuk terus dapat memberikan layanan terbaik bagi jemaah haji penyandang disabilitas.

KND memperkirakan, ada 457 penyandang disabilitas yang menjadi jemaah haji tahun ini. 

Komisioner KND Rachmita Maun Harahap menyampaikan catatan perbaikan dan penguatan layanan untuk jemaah haji penyandang disabilitas.

Dia mengatakan, berdasarkan evaluasi umum dan laporan lapangan--termasuk temuan dari KND---, ada sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Ini juga berkaca dari penyelenggaraan haji 2024.

“Pertama, kurangnya pemetaan awal jemaah disabilitas, sehingga banyak kebutuhan belum teridentifikasi sejak awal. Kedua, minimnya pelatihan petugas tentang ragam disabilitas, menyebabkan pendekatan layanan tidak tepat sasaran. Ketiga, infrastruktur belum seluruhnya aksesibel, seperti kamar hotel, toilet, dan bus yang tidak ramah kursi roda,” ujar Rachmita kepada KBR Media, Kamis (17/4/2025).

Rachmita juga menyoroti kurangnya informasi dalam format alternatif untuk jemaah disabilitas.

“Misalnya tidak ada teks besar, braille, atau juru bahasa isyarat (JBI) saat pengarahan umum. Kelima, stigma internal dari petugas yang masih menganggap jemaah disabilitas “merepotkan” atau “tidak layak berangkat” jelasnya.

Baca juga:

Evaluasi Layanan Haji, DPR Soroti Masalah Berulang

Dia pun turut mengkritisi koordinasi lintas sektor yang belum optimal, khususnya antara petugas ibadah, kesehatan, transportasi dan akomodasi.

Rachmita mendesak perlakuan setara perlu diberikan oleh petugas haji kepada semua jemaah. Menurutnya, “setara” bukan berarti "disamakan", tetapi disesuaikan agar setara dan adil bebas hambatan atau aksesibilitas .

“Petugas harus memahami bahwa disabilitas bukan kelemahan individu. Melainkan akibat dari lingkungan yang tidak aksesibel. Contohnya memberikan bantuan mobilitas kepada jemaah disabilitas fisik atau tuli bukan berarti dengan memberikan perlakuan istimewa. Tapi, menciptakan kondisi yang adil agar mereka bisa menjalankan ibadah secara bermartabat,” kata Rachmita.

“Petugas juga harus menghindari pandangan merendahkan atau kasihan yang bisa menciptakan jarak emosional atau memperkuat stigma,” tambahnya.

Rachmita yang juga Dosen Tetap Fakultas Desain dan Seni Kreatif (FDSK) di Universitas Mercu Buana Jakarta, mengingatkan, petugas haji untuk mengenali jenis/ragam disabilitas (sensorik penglihatan dan pendengaran, fisik, intelektual, mental seperti gangguan jiwa dan mental psikososial) dan memahami kebutuhan spesifik masing-masing.

“Koordinasi aktif dengan disabilitas langsung yang berpengalaman pernah umroh atau haji. Contoh, saya disabilitas tuli yang baru tiba kembali di Indonesia kemarin, dari umroh bersama anak saya sebagai pendamping juru bahasa isyarat,”jelasnya.

rachmita
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI Rachmita Maun Harahap (kanan). Foto: KBR/Dokpri

Rachmita juga menyarankan agar pemerintah menyediakan akomodasi yang layak, seperti kursi roda dan jalur aksesibel di tempat penginapan serta tempat ibadah, informasi dalam format alternatif (braille, audio, atau visual dengan bahasa isyarat), bantuan mobilitas selama thawaf dan sa’i.

“Mengedepankan empati dan kesabaran, tidak memaksakan ritme ibadah yang sama dengan jemaah non-disabilitas. Memastikan hak atas kenyamanan dan keamanan, misalnya dalam antrean, transportasi, serta akses ke fasilitas kesehatan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Rachmita juga menilai perlunya pelatihan khusus bagi petugas haji. 

Dia bahkan merekomendasikan beberapa bentuk pelatihan.

“Satu, pelatihan sensitivitas layanan inklusif bagi petugas tentang perspektif disabilitas dan bagaimana berkomunikasi efektif dengan berbagai ragam disabilitas. Dua, simulasi kondisi ibadah bersama jemaah disabilitas, agar petugas memahami tantangan yang mereka hadapi. Tiga, pelatihan bahasa isyarat dasar, terutama untuk petugas yang ditempatkan di lokasi strategis. Pelatihan bahasa isyarat harus narasumber tuli bukan JBI (orang dengar),” terangnya.

“Empat, pelatihan manajemen emosi dan etika layanan, agar petugas dapat tetap tenang, sabar, dan empatik dalam situasi sulit. Lima, untuk petugas kesehatan bisa lakukan pelatihan diagnosa dan penanganan pertama berbasis disabilitas, seperti menangani jemaah tuli yang tidak bisa mengomunikasikan rasa sakit secara verbal,” tambahnya.

Bagaimana Komitmen Kemenag Mewujudkan Haji Ramah Disabilitas?

Kementerian Agama mengeklaim telah melakukan persiapan untuk pelayanan yang terbaik kepada jemaah haji baik dari mulai berada di asrama haji hingga kembali dari tanah suci. Semua itu, termasuk untuk jemaah disabilitas.

Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief mengatakan, persiapan layanan haji di asrama haji di seluruh Indonesia sudah siap dan sudah dilakukan inspeksi kesehatan.

“Layanan jamaah haji seperti catering, sarana prasarana khusus layanan lansia dan disabilitas, sarana prasarana pendukung layanan satu atap (one stop service) disiapkan untuk peningkatan kualitas layanan,” kata Hilman saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Kamis (17/4/2025).

Baca juga:

- Menag Minta KPK Pantau Penyelenggaraan Haji 2025, Apa Alasannya?

Hilman menambahkan, jemaah disabilitas--termasuk juga jemaah dengan risiko tinggi (Risti) dan lansia--bakal diberikan kuota layanan khusus safari wukuf secara terbatas.

“Fakta bahwa sejumlah jemaah memang memiliki mobilitas yang terbatas tetapi dia tidak sakit tapi tidak bisa jalan, ini juga berbeda, tidak sakit tapi memang secara kemampuan teknis tidak bisa berjalan atau akan sulit, ketika berada dalam situasi yang sangat padat,” tutur Hilman.

“Karena itu kami juga menyediakan safari wukuf untuk 350 hingga 600 orang maksimal, yang mudah-mudahan sehat semua, yaitu disiapkan untuk jamaah lansia, risti dan jemaah disabilitas,” imbuhnya.

red
Jemaah Haji Disabilitas dengan Petugas Haji. Foto: Kemenag.go.id

Lebih lanjut Hilman menyebut, layanan khusus bagi disabilitas juga disediakan dalam skema "murur" dan bahkan diperluas.

"Murur" adalah skema "mabit" dengan cara hanya melintas di Muzdalifah. Jemaah haji diberangkatkan dari Arafah setelah masuk waktu Magrib, lalu melintas di Muzdalifah (tidak turun dari bus) dan selanjutnya menuju ke Mina.

Pada 2024, skema ini diterapkan utamanya bagi jemaah lanjut usia dan disabilitas.

“Jadi jemaah dengan kriteria lansia, risti dan difabel beserta pendampingnya yang ada di seluruh kloter diharapkan bisa mengikuti program murur ini,” terang Hilman.

“Almdulillah tahun lalu kita sudah terapkan dan cukup berhasil, dan nampaknya tahun ini juga masih banyak yang akan menggunakan kursi roda dan kita harapkan mereka mengikuti program tersebut demi kemudahan dalam evakuasi,” imbuhnya.

Dia menargetkan target peserta "murur" sekitar 25% dari total jemaah haji.

“Insya Allah ada sekitar 51.000 sampai 52.000 jemaah yang akan mengikuti program ini langsung dari Arafah menuju Mina,” jelas Hilman.

Baca juga: 

- DPR Minta Penurunan Biaya Haji Tak Menurunkan Kualitas Penyelenggaraan Haji

Kementerian Agama juga tengah menggelar bimbingan teknis (Bimtek) bagi calon Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2025. Bimtek berlangsung di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada 14–20 April 2025.

Hilman mendorong agar petugas penyelenggara haji memiliki kompetensi ketulusan dan keikhlasan dalam melayani jemaah haji.

“Para petugas haji yang kompeten dalam artian mampu menjalankan tugas secara profesional bekerja sesuai standar operasional dan memiliki sikap dan perilaku yang bertanggung jawab serta menunjukkan kemampuan untuk berkolaborasi,” ujarnya.

“Para petugas yang tulus dan ikhlas dalam arti mampu mengemban amanah dan cita-cita sikap dan responsif dalam memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi jemaah dan bekerja tanpa pamrih,” tegasnya.

Bagaimana layanan kesehatan Jemaah lansia dan disabilitas?

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo mengatakan, dari total 221.000 jemaah haji, jumlah profil kesehatan jemaah haji Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya menunjukkan jumlah lansia semakin hari semakin meningkat.

“Terakhir, di tahun 2024 kemarin angkanya mencapai 37%, dan 72% dari seluruh jamaah haji kita itu sudah memiliki riwayat penyakit,” tutur Lilik dalam Bimtek Terintegrasi Tenaga PPIH Arab Saudi Tahun 1446H/2025 M yang dilaksanakan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

Liliek juga mengingatkan petugas haji yang mesti siaga memberikan pelayanan terbaik, khususnya bagi jemaah lansia dan disabilitas.

“Tantangan bagi semua petugas, tidak hanya petugas kesehatan untuk mencegah timbulnya permasalahan yang berdampak kepada kesehatan jemaah haji,” ujarnya.

red
Ilustrasi haji di Mekkah, Arab Saudi. Foto: Kemenag.go.id

Liliek juga memastikan kesiapan layanan kesehatan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yakni tenaga kesehatan di setiap kloter juga akan dilebur dan berkolaborasi memberikan layanan kesehatan kepada jemaah yang berada dalam satu maktab.

“Tentu disadari pula bahwa menjaga kesehatan jemaah tidak mungkin dilakukan oleh petugas tanpa adanya bantuan dari jemaah itu sendiri. Perluasan jejaring diperlukan dengan mengajak para ketua regu/rombongan petugas haji daerah untuk bersama-sama menjaga kesehatan jemaah haji,” tuturnya.

“Kami berharap kepada seluruh petugas haji dapat mengerahkan segenap kemampuan terbaiknya untuk melayani jemaah haji, sehingga tujuan kita agar penyelenggaraan ibadah haji tahun ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya dapat tercapai,” imbuhnya.

Mengutip data kemenag.go.id, kuota jemaah haji Indonnesia ditetapkan sebanyak 221.000 orang.

Dari jumlah keseluruhan kuota, sebanyak 92% atau 203.320 merupakan jemaah haji reguler, dan 8% sisanya jemaah haji khusus atau sebanyak 17.680 orang.

Baca juga:

Evaluasi Layanan Haji, DPR Soroti Masalah Berulang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!