NASIONAL
Menag Minta KPK Pantau Penyelenggaraan Haji 2025, Apa Alasannya?
"KPK ikut mendampingi kami, dan insya Allah kami selaku Menteri Agama tahun ini masih bertanggung jawab penuh untuk penyelenggaraan ibadah haji ini,"

KBR, Jakarta- Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta pendampingan lembaga antirasuah dalam pemantauan proses penyelenggaraan ibadah Haji tahun 2025.
Nasaruddin juga meminta KPK memetakan potensi masalah dalam pelaksanaan haji.
"Kami sampaikan semuanya apa yang berpotensi masalah, supaya nanti bersama-sama dari awal, KPK ikut mendampingi kami, dan insya Allah kami selaku Menteri Agama tahun ini masih bertanggung jawab penuh untuk penyelenggaraan ibadah haji ini, insya Allah kita berobsesi menciptakan tiga kali senyum," kata Nasaruddin di Gedung KPK Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Nasaruddin menjelaskan, pemerintah berkomitmen untuk membuat jemaah haji tersenyum sejak awal pendaftaran, saat menjalankan ibadah di tanah suci, dan saat sudah kembali lagi ke Tanah Air.
Nasaruddin menegaskan pentingnya keterbukaan dalam penyelenggaraan haji untuk menghindari potensi terjadinya penyimpangan.
Beberapa isu yang menjadi fokus pembahasan diantaranya transparansi nomor urut jamaah haji, prosedur pergantian peserta akibat meninggal, hingga pengadaan layanan seperti bus shalawat dan catering di Arab Saudi.
Nasaruddin berharap pendampingan dari KPK dapat meminimalisasi potensi penyimpangan dan menciptakan penyelenggaraan haji yang lebih baik dan efisien.
Rapat koordinasi ini dihadiri Ketua KPK Setyo Budiyanto, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochammad Irfan Yusuf, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin, dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief.
Baca juga:
- Mendikdasmen: SKB Ramadan Sudah Diteken Tiga Menteri
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!