NASIONAL

Mempersoalkan Rencana Pemerintah Memperluas Izin Tambang untuk Ormas

"Kata Pak Prabowo ‘jangan hanya itu (ormas keagamaan) Mas Bahlil, dilihat juga organisasi-organisasi lain yang punya kontribusi kepada negara."

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Agus Luqman

izin tambang ormas, Izin usaha Pertambangan IUP Ormas, tambang ormas keagamaan, Prabowo Bahlil izin
Massa tergabung dalam Forum Cik Di Tiro menggelar aksi tolak IUP untuk ormas di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (27/7/2024). (Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

KBR, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin memperluas penawaran pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), tak hanya untuk ormas keagamaan.

Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian izin tambang untuk ormas nonkeagamaan dapat dijalankan asalkan memenuhi memenuhi syarat.

"Kalau berdasarkan diskusi saya dengan Pak Prabowo, kata Pak Prabowo ‘jangan hanya itu (ormas keagamaan) Mas Bahlil. Dilihat juga organisasi-organisasi lain yang punya kontribusi kepada negara, yang klasifikasinya memenuhi syarat. Kita kasih saja. Daripada kasih yang lain, enggak jelas sebagian. Setuju enggak?’," ujar Bahlil dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan II dan Semester I Tahun 2024, Senin, (29/7/2024).

Sebelumnya, pemerintah berhasil menawarkan pengelolaan tambang kepada dua ormas keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan PP Muhammadiyah.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengeklaim, keputusan tersebut diambil melalui analisis dan kajian melibatkan para pakar, termasuk pengurus internal.

“Rapat pleno PP Muhammadiyah 13 Juli 2024 di kantor Jakarta, memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2024,” ujar Abdul Mu'ti dalam konferensi pers, Minggu (28/7/2024).

Abdul Mu'ti mengeklaim, Muhammadiyah bakal mengelola tambang dengan baik dan melibatkan peran masyarakat sekitar. 

Muhammadiyah juga berjanji akan mengembalikan izin tambang ke pemerintah jika banyak menimbulkan kerusakan alam maupun lingkungan.

Baca juga:

Kerusakan lingkungan

Faktanya, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat ini ada ratusan areal tambang berstatus telantar lantaran belum dipulihkan.

Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pemulihan areal tambang sulit dilakukan. Data KLHK per Januari 2024 menunjukkan, laju penggundulan hutan atau deforestasi netto Indonesia pada 2021 hingga 2022 di atas seratus ribu hektare.

"Dan yang terlantar itu kira-kira 300 ribu hektare. Areal terbesarnya ada di Kaltim, Babel, Kalbar, Sultra. Kemudian terkait dengan hal ini kami sedang mengupayakan, karena ini pekerjaan bersama-sama Kementerian ESDM juga," kata Siti Nurbaya, Rabu (12/6/2024).

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengkritik keras keputusan pemerintah menawarkan pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas).

Koordinator JATAM, Melky Nahar menyebut, penawaran bisnis tambang oleh pemerintah sarat konflik kepentingan. Terlebih, wacana perluasan izin ke ormas non-agama dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan.

Melky menduga, pemerintah ingin menggaet ormas-ormas besar untuk memperlemah gerakan perlawanan masyarakat, terutama di sektor lingkungan hidup.

“Ini erat kaitannya dengan Jokowi, kemudian Prabowo, termasuk para oligarki itu sendiri yang notabene tujuan jangka panjangnya adalah barisan ormas keagamaan dengan kekuatan sosial politik yang powerfull tadi itu satu gerbong. Mereka sama-sama di barisan penjahat,” kata Melky Nahar kepada KBR, Selasa (30/7/2024).

Tak hanya merusak lingkungan, tambang juga mengakibatkan konflik agraria di berbagai daerah. Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang tahun lalu, tambang menimbulkan 32 letusan konflik agraria, dengan luasan lebih dari 127 ribu hektare lahan. Konflik berdampak pada 49 ribu keluarga.

Dari sisi bisnis, lembaga kajian ekonomi INDEF menyarankan izin usaha pertambangan (IUP) seyogianya dikelola oleh profesional di bidang tambang. 

Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto mengatakan pengelolaan tambang oleh ormas berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi.

“Untuk memastikan nanti dengan izin-izin tambang kembali edarkan, tidak membuat resiko-resiko tambang yang tidak profesional. Yang harus benar-benar itu adalah sustainability-nya. Karena ke depan katanya Indonesia mau masuk OECD. Katanya mau jadi negara maju. Konsekuensi jadi negara maju itu salah satunya adalah produk-produk go green. Itu pasti akan bertentangan atau tidak sejalan dengan konteks-konteks pengelolaan tambang yang tidak profesional," kata Eko kepada KBR Media, Selasa (30/7).

Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto juga mengatakan, izin tambang untuk ormas juga tidak begitu diperlukan.

Eko khawatir, nantinya kepercayaan publik terdapat ormas keagamaan sebagai penerus aspirasi masyarakat kepada pemerintah bakal berkurang.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!