NASIONAL

LSM Lingkungan Walhi dan Masyarakat Tolak Ekspor Pasir Laut

keuntungan yang bisa didapatkan dari ekspor pasir laut mencapai lebih dari Rp180 miliar per perusahaan

AUTHOR / Shafira Aurelia Mentari

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

pasir laut
Warga Desa Suka Damai di Kabupaten Bengkalis, Riau tolak tambang pasir laut, pada 24/12/2021. (FOTO: WALHI)

KBR, Jakarta- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak keras kebijakan pemerintah yang kembali membuka keran ekspor pasir laut. Direktur WALHI Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin mengatakan, kebijakan ini hanya akan merugikan masyarakat pesisir, kelompok nelayan dan merusak lingkungan.

Dia khawatir ekspor pasir laut akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut yang parah, mengancam habitat biota laut, dan berdampak negatif pada mata pencaharian nelayan.

"Saya mau sampaikan ke Presiden Joko Widodo, pasir laut bukan komunitas dagang. Pasir laut adalah ekosistem laut yang memiliki fungsi esensial sebagai habitat biota laut," tegas Al Amin dalam konferensi pers secara daring, Kamis, (19/9/2024).

Al Amin juga memperingatkan potensi hilangnya pulau-pulau kecil akibat eksploitasi pasir laut, mengacu pada kasus serupa yang terjadi di Bangka Belitung, Sumatra Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Bisa dilihat banyak kerugian yang diakibatkan dari kebijakan ini. Maka hentikanlah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang aneh," ucapnya.

Walhi menilai kebijakan ini hanya akan menguntungkan segelintir pengusaha. Al Amin memperkirakan keuntungan yang bisa didapatkan dari ekspor pasir laut mencapai lebih dari Rp180 miliar per perusahaan. Sebaliknya,  Al Amin mencatat, terdapat enam hingga delapan ribu nelayan terdampak tambang pasir laut sehingga mata pencahariannya terganggu.

Baca juga:

"Kapan dia dipisahkan, kapan dia dikeruk, maka habitat biota laut rusak, maka masyarakat yang hidup dari aktivitas melaut juga pasti akan hancur menderita. Kalau ekspor pasir laut ini diteruskan atau dilanjutkan, saya yakin teriakan perempuan-perempuan pulau-pulau kecil pesisir di Indonesia akan terus meningkat," ujar Al Amin.

Penolakan masyarakat

Al Amin mencontohkan kasus penolakan masyarakat terhadap proyek tambang pasir laut di Galesong dan Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menyebutkan, ribuan nelayan terdampak oleh aktivitas penambangan pasir laut, yang tidak hanya mengganggu mata pencaharian mereka, tetapi juga memicu konflik sosial.

"Masyarakat di Sulawesi khusus dan pulau-pulau kecil sedang berupaya untuk melawan kebijakan ekspor pasir laut. Ini contoh ini praktek atau ini situasi konkrit 10 tahun yang lalu ya di tahun 2018, masyarakat di Kabupaten Galesong itu murka dan melakukan aksi berkali-kali untuk minta pemerintah menghentikan proyek tambang pasir laut. Di tahun 2020-2021, perempuan-perempuan dan nelayan di pulau-pulau kecil di Kota Makassar juga bertumpah-ruah menyampaikan protes dan menyerukan penghentian proyek tambang pasir laut di Kota Makassar," ucap Al Amin.

Baca juga:

Sebelumnya, pemerintah telah melarang ekspor pasir laut sejak tahun 2002. Namun, larangan tersebut dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 mengenai pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Alasan pemerintah adalah untuk mengelola hasil sedimentasi di laut yang mengganggu aktivitas pelayaran.

Walhi mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan ini dan melindungi ekosistem laut serta masyarakat pesisir. Mereka juga meminta pemerintah untuk mendengarkan suara masyarakat dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!