indeks
Laki-laki Lembut dan Perempuan Tomboy Melawan Diskriminasi

Tak hanya dari rekan kerja, tapi juga dari manajemen.

Penulis: Luviana

Editor:

Google News
Laki-laki Lembut dan Perempuan Tomboy Melawan Diskriminasi
lesbian, LGBT, buruh

KBR, Jakarta – Pelangi Mahardhika adalah organisasi yang salah satu fokusnya adalah pendampingan terhadap kelompok homoseksual. Dian Novita sudah beberapa tahun ini jadi pendamping bagi organisasi lesbian di Indonesia. Bersama Pelangi Mahardhika,Dian berteman dan membentuk organisasi dengan para kelompok buruh lesbian di sejumlah tempat. 

“Kelompok lesbian lebih agak terbuka dan lebih mudah diajak berteman. Yang paling sulit adalah mendekati laki-laki gay karena diskriminasi yang mereka alami banyak sekali,” ujar Dian.

Menurut Dian, diskriminasi yang dialami kelompok lesbian dan gay hampir sama. Jika kelompok lesbian sering diejek dengan hanya dipanggil sebagai L, maka laki-laki gay sering dipanggil cowok lembut. “Perempuan identik dengan sifatnya yang lemah lembut sedangkan laki-laki selalu identik dengan gagah dan tidak lembek. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, proses inilah yang kemudian sulit untuk diterima masyarakat.”

Dari situlah muncul cap perempuan lesbian sebagai ‘cewek tomboy’ sementara laki-laki gay dicap sebagai ‘cowok lembek’. Inilah yang bisa memicu perasaan frustrasi dan mendorong Pelangi Mahardhika membuat kampanye soal ini. Dian mengajak para buruh-buruh pabrik yang lain untuk menghormati pilihan teman-temannya.

(baca juga: Mendorong Undang-undang Pernikahan Pasangan Gay di Thailand

Tempat berkumpul

“Orang tahunya kelompok gay dan lesbian itu dari kelas menengah ke atas. Karena komunitasnya sudah lama terbangun, maka kemudian mereka juga mempunyai tempat-tempat nongkrong di resto-resto atau di hotel. Sekarang kami menjumpai realitas lain, banyak buruh pabrik yang juga menjadi lesbian dan gay.”

Menurut Dian, dulu mereka tidak mempunyai tempat untuk ngumpul. Namun seiring waktu mereka selalu pergi bersama setiap Sabtu malam dan ketemu di taman-taman kota atau mencari tempat yang berada di dekat keramaian, misalnya di dekat pasar malam atau di dekat pasar kaget. Di sana mereka bertemu, ngobrol sambil makan di warung-warung kecil.

Sejak itulah Pelangi Mahardhika kemudian menginisiasi untuk  membentuk organisasi bersama mereka. Kegiatannya jadi macam-macam. Selain bertemu dan menceritakan keluhan mereka, Pelangi Mahardhika kemudian juga melakukan advokasi.

“Jika misalnya ada buruh pabrik yang mengalami pelecehan karena mereka gay atau lesbian, maka kami kemudian menemani untuk menyelesaikan persoalan ini.”

Bentuknya bermacam-macam, seperti pernyataan verbal misalnya dikatakan “Kamu ini cewek atau cowok?” Pelecehan ini tak hanya datang dari sesama buruh, tapi juga dari manajemen. Sari, salah satu buruh yang sudah mengaku terbuka kalau dia seorang lesbian bercerita,”Manajemen ada yang bilang ‘dasar banci’ untuk laki-laki gay, atau disebut juga ‘dasar jenis kelaminnya banyak’. Ada juga yang menanyakan itu secara kasar ketika tes melamar pekerjaan.”

(baca: Keluarga Kerap Sebabkan LGBT Terpuruk

Pendampingan

Pelangi Mahardhika terus berupaya supaya buruh pabrik dan manajemen menerima keberadaan kelompok LGBT seperti mereka. Salah satunya lewat selebaran dan berkampanye. Selebaran yang pernah mereka buat misalnya bertuliskan “Hormati semuanya, stop melakukan diskriminasi dan pelecehan”. Mereka juga sempat kampanye lewat Marsinah FM, radio komunitas yang didirikan buruh-buruh di Cakung. Meski tak ada acara khusus tentang LGBT, Marsinah FM pernah mengangkat topik soal LGBT dan hak-hak mereka. 

“Kampanyenya bukan tentang lesbian dan gay, namun kami masuk lewat isu Hak Asasi Manusia. Kami mengajak para buruh dan manajemen untuk menghormati secara apa adanya karena semua manusia harus dihargai secara sama,” jelas Dian. 

“Ini lebih gampang dikampanyekan. Kalau menggunakan kata ‘gay’ atau ‘lesbian’ masih sulit diterima.”

Menurut Dian, persoalan diskriminasi karena orientasi seksual ini terjadi di banyak tempat. Ini menunjukkan kalau persoalan buruh tak hanya soal kesejahteraan atau diskriminasi terhadap buruh perempuan seperti yang banyak muncul di media. 

“Perjuangannya masih sangat jauh,” kata Dian. 

Tak mudah bagi buruh untuk menerima teman buruh mereka dengan orientasi seksual yang berbeda. 

“Untuk menerima mereka dalam skala kecil saja kami sudah senang,” kata Dian. “Jika buruh di pabrik dan manajemen mau menerima keberadaan mereka, akan sangat baik untuk perjuangan kami selanjutnya.”

(baca juga: Jangan Anggap Kelompok LGBT sebagai Marginal)

lesbian
LGBT
buruh
Toleransi
petatoleransi_06DKI Jakarta_merah

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...