NASIONAL

Komunitas Tionghoa Tuntut Perlakuan Setara untuk Agama Konghucu

Keputusan pemerintah untuk mengubah penyebutan orang atau komunitas Cina menjadi Tionghoa dianggap tak telalu penting lagi. Sekretaris Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Budi Tanuwibowo menilai yang harus dilakukan negara saat ini adalah menghentikan perlaku

AUTHOR / Antonius Eko

Komunitas Tionghoa Tuntut Perlakuan Setara untuk Agama Konghucu
indonesia, cina, tiongkok, konghucu

KBR68H, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk mengubah penyebutan orang atau komunitas Cina menjadi Tionghoa dianggap tak telalu penting lagi. Sekretaris Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Budi Tanuwibowo menilai yang harus dilakukan negara saat ini adalah menghentikan perlakuan diskriminatif pada kelompok minoritas. 


Menurut Budi, diskriminasi yang dialami warga Tionghoa masih dirasakan dalam tataran perlakuan birokrasi. Dia menambahkan, birokrasi Indonesia yang penuh korupsi menyebabkan warga Tionghoa kerap menjadi korban. 


“Harus diakui birokrasi kita masih koruptif, jadi siapa pun yang bisa diperas, ya diperas. Yang bisa dipersulit, ya makin dipersulit. Sebenarnya istilah Cina itu tak apa-apa asal wajar,” katanya. 


Selain itu, dalam konteks agama Konghucu juga masih ada perlakuan berbeda. Dia menagih janji pemerintah untuk membentuk direktorat jenderal untuk Konghucu, seperti yang dimiliki agama-agama lain. 


“Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha sudah punya ditjen. Konghucu belum punya selevel ditjen. Presiden sudah janji. Kalau ini bisa dilaksanakan, maka diskriminasi oleh negara boleh dikatakan sudah hilang. Kalau semua ditjen dihapus itu lebih baik,” tambahnya. 


Cinta Indonesia 


Budi Tanuwibowo mengatakan, Indonesia dibentuk bukan atas dasar kesamaan suku atau agama. Namun didirikan untuk semua orang yang benar-benar mencintai Indonesia. Itulah sebabnya perlakuan negara pada semua orang seharusnya sama. 


“Kita hanya membedakan warga negara Indonesia atau bukan warga negara Indonesia alias orang asing. Setiap warga negara Indonesia tidak perlu dilihat apakah dia sukunya apa, etnisnya apa, beragama atau tidak, yang penting apa dia cinta Indonesia atau tidak?  Kalau ini sudah beres maka semua anak bangsa akan merasa dirinya sama,” tegas Budi. 


Budi berharap keputusan pemerintah itu bisa membuka kesempatan yang lebih luas bagi warga Tinghoa untuk berkarir sebagai dosen, guru, pengacara hingga pegawai negeri. Intinya, kata Budi, jangan ada aturan-aturan yang sifatnya primordial yang menghambat seseorang untuk masuk dalam posisi apa pun. 


Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memutuskan tak lagi menggunakan istilah Cina untuk menyebut orang atau komunitas. Kini diubah menjadi orang atau komunitas Tionghoa. Sementara untuk penyebutan negara, yang dahulunya Republik Rakyat Cina, kini menjadi Republik Rakyat Tiongkok. (baca: Indonesia Ubah Sebutan RRC Menjadi Republik Rakyat Tiongkok)


Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Presiden nomor 12 tahun 2014. Pemerintah menyatakan sebutan Cina, seperti yang ada dalam Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera tahun 1967, telah menimbulkan dampak diskriminatif dalam hubungan sosial yang dialami warga keturunan Thionghoa. 


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!