NASIONAL

Kisruh Mahalnya UKT, UNS Dorong Pemenuhan Subsidi Anggaran Pendidikan

Ahmad Yunus menilai student loan tidak mengatasi akar masalah tingginya biaya UKT

AUTHOR / Yudha Satriawan, Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma

pendidiikan
Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menuntut pemerintah meringankan biaya pendidikan, di Serang, Kamis (2/5/2024). (FOTO: ANTARA/Asep Fathulrahman)

KBR, Jakarta- Pengelola kampus negeri mempertanyakan konsep hutang pinjaman biaya kuliah atau student loan. Wacana hutang pinjaman untuk biaya kuliah ini muncul lagi dan didorong oleh pemerintah setelah kenaikan Uang Kuliah Tunggal UKT dibatalkan.

Juru bicara pengelola Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Ahmad Yunus menilai student loan tidak mengatasi akar masalah tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sebaliknya, model pembayaran itu justru akan membebani mahasiswa dan kampus, dan pemberi pinjaman.

"Itu hutang loh. Soal student loan belum perlu dibicarakan lah. Kalau memang pemerintah komitmen menciptakan generasi emas ya. Ya pendidikan tinggi harus benar-benar diperhatikan. Subsidi anggaran pendidikan 20 persen dipenuhi", ujar Yunus, Rabu (29/5/2024).

Juru bicara pengelola Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Ahmad Yunus menambahkan, pemerintah sudah mengajak sejumlah pimpinan Perguruan Tinggi Negeri untuk membahas kisruh UKT mahal.

Skema pembayaran dengan hutang pinjaman biaya kuliah muncul sebagai solusi pemerintah atas mahalnya biaya pendidikan tinggi yang banyak dikeluhkan mahasiswa.

Melalui model ini, mahasiswa yang belum memiliki uang yang cukup untuk memenuhi biaya kuliah dapat membayar secara mengangsur di kemudian hari. Dananya dipinjamkan dari pihak ketiga misal dari perbankan maupun pinjaman online atau pinjol.

Baca juga:

Cabut Permendikbud Kenaikan UKT

Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai pembatalan sementara kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) hanya menunda masalah, dan tidak menyelesaikan persoalan.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mendesak pemerintah mencabut Permendikbudristek tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kemendikbud-ristek. Menurutnya, aturan itu menyebabkan mahalnya biaya kuliah maupun komersialisasi pendidikan.

"PTN-PTN kita ini tetap berstatusnya sebagai PTN-BH. Yang berakibat pengalihan tanggung jawab pembiayaan pendidikan yang semula ketika PTN itu pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah, ketika menjadi PTN-BH, beban pembiayaan kampus itu ditanggung oleh masyarakat ditanggung oleh mahasiswa. Jadi selama status PTN ini masih menjadi PTN-BH maka jangan berharap UKT itu bisa terjangkau," ujar Ubaid kepada KBR, Selasa (28/5/2024).

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, seharusnya alokasi pembiayaan pendidikan tinggi tercakup dalam anggaran pendidikan sebesar 665 triliun rupiah di APBN 2024. Tetapi, ia menilai belum ada keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan yang berkeadilan dan inklusif.

Dia juga menilai bantuan biaya kuliah sebesar 20 persen di Perguruan Tinggi Negeri Bantuan Hukum (PTN BH) untuk mahasiswa miskin tidak efektif lantaran kerap salah sasaran.

Editor: Muthia Kusuma Wardani

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!