NASIONAL

Ketika Meragukan Kesuksesan Sendiri

"Merasa Diri Kurang Pantas Meraih Pencapaian"

Tim Disko

Disko (Diskusi Psikologi)
Disko (Diskusi Psikologi)

KBR, Jakarta- Pernah enggak sih merasa diri tidak mendapatkan suatu achievement? Atau merasa apapun yang kamu lakukan selalu kurang? Hati-hati ya, bisa jadi itu imposter syndrome.

Kita kenalan dengan imposter syndrome yuk. Melansir laman Alodokter dari Kementerian Kesehatan, imposter syndrome adalah istilah yang menggambarkan pola perilaku seseorang yang sering kali meragukan atau bahkan merasa tidak pantas meraih pencapaian dan kesuksesannya sendiri. Imposter syndrome merupakan kondisi psikologis, tetapi tidak termasuk dalam gangguan mental.

Baca juga:

Tercapit Mentalitas Kepiting

Menyoal Kasus TikToker Asal Lampung yang Dilaporkan Pakai UU ITE

Ketakutan Setengah Mati akan Kematian

Ini nih tanda-tandanya:

  • Sering meragukan kemampuan diri sendiri
  • Sering mengaitkan kesuksesan dan pencapaian dengan faktor eksternal
  • Tidak mampu menilai kompetensi dan keterampilan diri secara objektif
  • Merasa takut akan gagal suatu hari nanti
  • Merasa kecewa hingga frustrasi ketika tidak mampu memenuhi standar yang ditetapkan sendiri.

Apa Bahayanya?

Dosen tetap Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya, Veronnica Anastasia Melany Kaihatu, S.Psi., M.Si menyebut imposter syndrome mampu membuat seseorang terhanyut dalam ketakutan-ketakutan atau standar-standar kesempurnaan versi dirinya. Bahkan membuat seseorang jadi overthinking.

"Jadi misalnya gini, manajer itu menurut saya itu mesti a b c d e f g h i j gitu kan yah. Yang perfect tuh kayak gitu. Saya itu enggak nyampe situ. Kalau enggak sampai J nanti berantakan, nanti ya gitu. Nanti gini, nanti gitu, nanti apa. Kalau ada tugas kayak gini enggak bisa, bla bla bla bla bla bla bla. Jadi berpikirnya, mungkin bisa nyambung dengan berpikir berlebihan. Ingin perfect, jadi overthinking gitu. Berpikirnya berlebihan dan kemudian mengganggu. Karena semua ancaman yang belum nyata itu, sudah dipikirkan dari sekarang. Nanti nanti nanti gitu," pungkasnya.

Tapi nih, imposter syndrome itu berbeda ya dengan humble atau rendah hati. Menurut Veronnica, imposter membuat seseorang merasa, kalau dia melanjutkan jabatan atau hal yang dilakukannya saat ini akan berujung pada kehancuran atau berakhir tidak baik. Meskipun apa yang dihasilkannya selama ini telah diakui banyak orang.

"Nah beda kan. Kalau tadi humble itu kan merasa bahwa ini kerja tim, saya bagian dari situ. Kalau yang imposter enggak, saya tuh enggak pantes. Kayak gimana ya? Kalau misalnya enggak pantes itu kan berarti, kan mestinya saya enggak dapetin, tapi mestinya orang lain. Jadi bukan saya. Kalau misalnya saya diterusin nih, entar ancurkan, gitu pemikiran di belakangnya. Itu entar kalau misalnya tetap saya, entar ancur nih gitu. Karena orangnya sebetulnya tidak percaya diri dengan kemampuan," ungkapnya.

Lebih lengkapnya soal imposter syndrome. Yuk kita dengarkan podcast Diskusi Psikologi (Disko) di link berikut ini:

Tapi kamu juga bisa mendengarkannya melalui aplikasi spotify di link berikut ini:

  • Imposter
  • imposter syndrome
  • Meragukan Diri Sendiri
  • Meragukan Kesuksesan yang Dicapai
  • Diskusi Psikologi
  • Mental Health

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!