Lanjutnya, eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap anak telah menjadi tantangan global dan terjadi di setiap negara.
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: R. Fadli

KBR, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda di Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan pornografi bukan hanya masalah moral tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan.
Lanjutnya, eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap anak telah menjadi tantangan global dan terjadi di setiap negara.
“Bahaya pornografi tidak boleh dipandang sebelah mata sebab merupakan pintu masuk bagi berbagai kejahatan dan permasalahan sosial seperti pelecehan dan kekerasan seksual, KDRT, perceraian, perzinahan, serta kehamilan di luar nikah yang memicu perkawinan anak dan putus sekolah,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Penanganan Pornografi dipantau via Youtube Kemenko PMK, Rabu (9/10/2024).
Woro menambahkan pornografi bukan hanya berdampak merusak mental dan perilaku individu tetapi juga merusak kualitas sumber daya manusia, tatanan keluarga, masyarakat dan bangsa.
“Berdasarkan data dari Pusat Informasi KriminaL Nasional (Pusiknas) Polri 2024, mencatat bahwa sekitar 17,13 persen dari total 1.410 korban pornografi, pornoaksi dan eksploitasi seksual berusia di bawah 17 tahun,” ujarnya.
Data tersebut, kata Woro, juga didukung oleh pencatatan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2022.
"Dimana Indonesia menduduki peringkat empat dunia terkait kasus kasus pornografi online anak di dunia dengan total 5.566.015 kasus, yang terus meningkat dalam empat tahun terakhir 2019-2022 dan merupakan peringkat kedua di ASEAN setelah Filipina sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak,” imbuhnya.
Baca juga:
Kekerasan Seksual di Panti Asuhan, KPAI Minta Evaluasi dan Pengawasan