NASIONAL

JPPI Tolak Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Usia Sekolah

"Sebaiknya aturan ini dicabut dan ya kita diskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,”

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Rony Sitanggang

Alat kontrasepsi bagi remaja
Ilustrasi: Layanan alat kontrasepsi KB implan di Kantor Kelurahan Bakti Jaya, Setu, Tangsel, Banten, Rabu (10/7/2024). (Antara/Sulthony Hasanuddin)

KBR, Jakarta-   Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) , Ubaid Matraji merespons terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja sebagaimana diatur di Pasal 103 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kata dia, pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat, karena ini jelas menyangkut hajat hidup mereka. Apalagi, peraturan ini entah bagaimana prosesnya, sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.

“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan ya kita diskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” kata Ubaid, Selasa (6/8/2024).

Lanjutnya, saat ini, Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak.

Menurut data National Centre for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus konten pornografi pada anak di Indonesia merupakan yang terbanyak keempat di dunia, dan peringkat dua skala Asia Tenggara.

“Peraturan ini jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia. Jika dipaksakan, mereka kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan. Selain itu, aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan publik secara luas. Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah,” ucapnya.


Ubaid menolak penyediaan  alat kontrasepsi tersebut.

“Yang mereka butuhkan adalah edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi. Penyediaan alat kontrasepsi yang salah tempat, berakibat pada banyaknya kasus penyalahgunaan alat kontrasepsi pada anak, yang berujung pada jebakan kasus kekerasan pada anak,” jelasnya,

Lanjutnya, perlu ada penguatan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Anak usia sekolah harus fokus pada proses pendidikan reproduksi di sekolah, bukan malah melakukan kegiatan aktif penggunaan alat kontrasepsi. Sebab, anak usia sekolah, belum dianggap sah untuk memberikan persetujuan seksual (age of consent).

“Ini harus digarisbawahi, age of consent harus mengikuti usia sah menikah berdasarkan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia yaitu 19 tahun. Jadi, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah harus ditolak karena lebih banyak mengundang bahaya, bahkan tidak ada manfaatnya,” pungkasnya

 Baca juga:

Penyediaan alat kontrasepsi tercantum dalam pasal 103 huruf 4e pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana termuat dalam PP 28/2024 . Pasal tersebut merupakan  upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja dengan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!