NASIONAL

Jalsah Salanah Ahmadiyah Dilarang, Prabowo Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

Keputusan ini diambil dengan alasan keamanan dan ketertiban umum...

AUTHOR / Wahyu Setiawan, Astri Yuana Sari, Resky Novianto, Shafira Aurel

EDITOR / Sindu

Jalsah Salanah Ahmadiyah Dilarang, Prabowo Gagal Menjamin Kebebasan Beragama
Jemaat Ahmadiyah Indonesia meminta negara menjamin kebebasan beragama, setelah Jalsah Salanah atau pengajian tahunan di Manislor dilarang. Foto: KBR/Wahyu S

KBR, Jakarta- Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) meminta Presiden Prabowo Subianto menjamin keamanan dan kebebasan beragama untuk mereka. Permintaan itu diajukan lantaran acara pengajian tahunan atau Jalsah Salanah Ahmadiyah di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, urung terlaksana.

Penyebabnya, Penjabat (Pj) Bupati Kuningan, Agus Toyib, melarang Jalsah Salanah yang akan diselenggarakan di Desa Manislor 6-8 Desember 2024.

Keputusan ini diambil dengan alasan keamanan dan ketertiban umum, menyusul adanya penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat. Agus berdalih, ia khawatir perselisihan serupa pada 2008 dan 2010, terulang kembali di desa yang sama.

Diintimidasi dan Telantar

Akibat larangan tersebut, jemaah Ahmadiyah yang datang dari sejumlah daerah telantar di berbagai titik lokasi di Cirebon, Jawa Barat, Jumat, 06 Desember 2024. 

Beberapa di antaranya termasuk ibu-ibu terpaksa berada di Stasiun Cirebon, lantaran dilarang beristirahat di masjid setelah perjalanan jauh. Polisi menghalau dan mengusir warga-warga yang datang ke Manislor. Beberapa jalan utama ke lokasi ditutup, dan dijaga polisi.

Akhirnya pada pukul 02.30 WIB, Amir Nasional Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia menghentikan kegiatan Jalsah Salanah 2024. Ia berpesan, kepada warga Ahmadiyah semoga diberi kesabaran dan ketabahan menghadapi ujian berat ini.

red
Aparat memblokade dan menjaga pintu masuk ke acara Jalsah Salanah Ahmadiyah di Desa Manislor, Kuningan, Jabar, Jumat, (06/12). Foto: KBR/Wahyu Setiawan

Jaminan Keamanan

Ketua Pelaksana Jalsah Salanah, Rahmat Hidayat mengatakan, pembatalan acara membuat jemaat kecewa, trauma, bahkan tertekan secara psikis. Selain itu, tak sedikit jemaat mengalami intimidasi dari aparat keamanan dan sekelompok warga yang menolak acara.

"Mudah-mudahan kami bisa mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya sebagai warga negara Indonesia yang turut berjuang juga untuk negeri ini, untuk kemerdekaan negeri ini," kata Rahmat kepada KBR di Kuningan, Minggu, (8/12/2024).

Ketua Pelaksana Jalsah Salanah 2024 Rahmat Hidayat mengeklaim, banyak menerima laporan beberapa pemuda Ahmadiyah yang ditangkap polisi, meski akhirnya dilepas.

Dia berharap pemerintah menjamin kebebasan dan keamanan bagi JAI untuk beragama, beribadah, berkumpul, dan berorganisasi, sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi.

"Dan saya percaya 100 persen bahwa Bapak Presiden Prabowo adalah patriot sejati, sebagai representasi dari seorang pemimpin yang sejati yang akan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warganya untuk mendapatkan hak-hak konstitusinya di Indonesia, saya percaya 100 persen," imbuhnya.

red
Aparat memblokade dan menjaga pintu masuk ke acara Jalsah Salanah Ahmadiyah di Desa Manislor, Kuningan, Jabar, Jumat, (06/12). Foto: KBR/Wahyu Setiawan

Prabowo Berjanji Menjamin Kebebasan Beragama

Dalam misi Prabowo-Gibran saat mencalonkan diri sebagai presiden-wakil presiden 2024, kebebasan beragama masuk dalam Astacita atau delapan cita-cita. Yakni, pada misi nomor satu, tentang memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).

Lalu di nomor delapan, yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Selain itu, saat masih menjadi bakal calon presiden, Prabowo memastikan akan terus menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Salah satunya, dalam hal pemberian izin mendirikan tempat ibadah untuk kelompok minoritas.

"Jadi, saya kira ini benar kita harus junjung tinggi kebebasan beragama, menghormati ibadah, menghormati semua hak warga negara untuk menjalankan agama dengan sebaik-baiknya, mari kita lakukan tahap demi tahap. Kita kumpulkan para tokoh, kita kumpulkan para pakar, kita kumpulkan stakeholder, dan kita cari cari jalan yang terbaik," kata Prabowo dalam 'Mata Najwa On Stage: 3 Bacapres Bicara Gagasan' di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta pada Selasa, 19 September 2023.

Dalam konteks pelarangan Jalsah Salanah Ahmadiyah di Manislor, para pembantu Presiden Prabowo, yakni juru bicara Istana Hasan Nasbi hingga Menteri Agama Nasaruddin Umar tak menanggapi permintaan wawancara KBR terkait tindakan Pemkab Kuningan dan aparat di sana.

red
Ilustrasi: Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming saat rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024. Foto: Setkab.go.id

Patuhi Undang-Undang

Sementara itu, koalisi partai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran meminta semua pihak mematuhi dan menjalankan norma hukum dan peraturan perundangan yang berlaku. Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono mendesak semua pihak saling menghormati perbedaan.

"Apa pun perkara yang terjadi di bawah kedaulatan hukum NKRI, ya, kita kembalikan kepada aturan perundang-undangan untuk kita selesaikan. Dan begitu juga dalam kegiatan-kegiatan kehidupan bernegara, kegiatan-kegiatan kehidupan masyarakat semuanya itu kembali kepada aturan hukum yang berlaku. Karena itu yang menjadi pedoman kita dan didasarkan akan undang-undang dasar kita," ujar Dave kepada KBR, Minggu, (8/12/2024).

UUD 1945 Menjamin Kebebasan Beragama

Mengutip Kemekumham(dot)go(dot)id, dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah diakui Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dijamin negara.

Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, juga dengan jelas mengatur, setiap orang berhak untuk bebas memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya.

Negara Toleran terhadap Intoleran

Lembaga Pemantau HAM Imparsial menilai, pelarangan kegiatan Jalsah Salanah atau pengajian Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat, menunjukan pemerintah terlalu toleran terhadap kelompok intoleran.

Koordinator Program HAM Imparsial Annisa Yudha menyebut, pemerintahan Prabowo gagal menjamin keamanan hak beribadah warga negara.

"Kami sangat menyayangkan karena belum lama kita memperingati hari toleransi internasional ya di 16 November kemarin, bahkan belum ada sebulan, yang kami menilai bahwa ini seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan kondisi toleransi dan kerukunan masyarakat di Indonesia, tapi justru dicederai oleh negara itu sendiri, oleh pemerintah itu sendiri, yang tidak memberikan jaminan perlindungan bagi warga negaranya," kata Annisa dalam konferensi pers KBB, Sabtu, (7/12/2024).

Selain Imparsial, Kelompok masyarakat sipil lain yang turut mengecam Pemkab Kuningan, di antaranya Setara Institute, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jawa Barat, hingga Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia PGI.

red
Warga Ahmadiyah telantar di pelataran hotel di Cirebon, Jawa Barat, karena Jalsah Salanah di Manislor, Kuningan, dilarang digelar, Jumat, 6 Desember 2024. Foto: KBR/Wahyu Setiawan

Puluhan Kasus Kebebasan Beragama

Dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) masih cukup tinggi. 

KontraS mencatat, sejak Desember 2023 hingga November 2024 ada sekitar 32 peristiwa pelanggaran terkait KBB. Pelanggaran itu umumnya dialami kelompok agama minoritas, seperti penganut Kristen dan umat Buddha maupun Ahmadiyah dan Syiah.

Puluhan peristiwa tersebut antara lain, sembilan tindak pengrusakan, sembilan persekusi, sembilan pelarangan ibadah, empat penyegelan fasilitas rumah ibadah, dan empat pembubaran paksa ibadah.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!