NASIONAL
Imparsial: Butuh People Power Batalkan Revisi UU TNI
"Tidak ada cara lain selain people power bahwa masyarakat harus turun ke jalan ya seperti RUU Pilkada kemarin."

KBR, Jakarta - Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengatakan masyarakat sipil tidak bisa berharap dengan politisi agar pengesahan revisi Undang-Undang TNI bisa dibatalkan. Menurut dia, perlu ada gerakan sipil secara langsung guna menjegal revisi yang akan disahkan di rapat paripurna, Kamis (20/3/2025).
"Saya kira publik tidak boleh menyerahkan nasibnya kepada politisi karena dari yang sudah-sudah terjadi misalnya Omnibus Law (Cipta Kerja), RKUHP, itu semuanya kita dikibuli dengan janji-janji mereka bahwa pasal diubah sesuai dengan kritik masyarakat sipil, namun yang terjadi justru pengesahan. Tidak ada cara lain selain people power bahwa masyarakat harus turun ke jalan ya seperti RUU Pilkada kemarin dan menegaskan posisi kita bahwa kita menolak adnaya dwifungsi TNI lagi," ucapnya kepada KBR, Rabu (19/3/2025).
Hussein menambahkan mestinya di tengah ancaman terhadap negara yang makin berkembang, apalagi kini disokong oleh kecanggihan teknologi, sepatutnya TNI fokus di sektor pertahanan guna mencegah ancaman itu. Bukan justru menempati jabatan sipil yang tidak sesuai dengan fungsi utamanya menjaga kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah.
"Ancaman negara makin berkembang dan itu justru membutuhkan spesialisasi, jadi justru enggak bisa menempatkan TNI di jabatan-jabatan sipil, justru seharusnya RUU ini mengurangi penempatan TNI di jabatan sipil bukan justru meluaskan," tuturnya.
Sebelumnya, Komisi I DPR RI mengambul keputusan pengesahan tingkat pertama revisi UU TNI, Selasa (18/3/2025). Semua fraksi di DPR sepakat membawa revisi ke paripurna.
Baca juga:
- Tolak Pengesahan Revisi UU TNI, YLBHI: Demo Peringatan Darurat
- Puan Bantah Revisi UU TNI Kembalikan Dwifungsi ABRI
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!