indeks
ICW: Ketimbang Denda Damai Koruptor, Harusnya Sahkan RUU Perampasan Aset

Semestinya pemerintah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset jika ingin aset pidana korupsi kembali ke kas negara.

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
korupsi
Ilustrasi: Koalisi Bersihkan Indonesia saat unjuk rasa Bersihkan Politik Indonesia dari Batu Bara di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, (15/1/2019). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengatakan semestinya pemerintah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset jika ingin aset pidana korupsi kembali ke kas negara.

Menurut Diky, pengesahan RUU Perampasan Aset lebih baik ketimbang melakukan denda damai untuk kejahatan luar biasa semacam korupsi.

"Dengan langkah konkret misalnya pemerintah bisa segera mengeluarkan surat presiden kepada DPR. Karena kalau kita berkaca dalam regulasi hukum yang ada saat ini, baik dalam UU Tipikor maupun UU TPPU, dipandang belum cukup efektif untuk merampas aset hasil tindak pidana korupsi," tuturnya kepada KBR, Jumat (27/12/2024).

Diky menambahkan, pemberlakuan denda damai juga tak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi.

Jika memang serius memberantas koruptor, selain merampas aset, seharusnya juga menjatuhkan hukuman berat.

Berdasarkan pengamatan ICW, vonis ringan justru menjadi penyebab tindak korupsi meningkat setiap tahun.

"Dalam catatan ICW, vonis ringan itu seringkali memang menjadi penyebab utama korupsi selalu mengalami peningkatan dari segi jumlah kasus yang cukup signifikan setiap tahunnya," jelasnya.

"Tentu dia (korupsi) ini kejahatan luar biasa, sehingga penyelesaiannya harus dilakukan dengan cara luar biasa, caranya memaksimalkan pidana penjara badan dan merampas aset hasil tindak pidana korupsinya," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto melempar wacana akan memaafkan korupsi asalkan mereka mengembalikam aset negara yang dicuri.

Menindaklanjuti pernyataan itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan mekanisme pengampunan koruptor bisa dilakukan lewat denda damai. Kata dia, kewenangan denda damai dimiliki Kejaksaan Agung.

Baca juga:

Hukum
denda damai koruptor
korupsi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...