NASIONAL

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS (Part 1)

"Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS"

Aika Renata

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS (Part 1)
Ilustrasi Hidup Usai Teror Season 2. (FOTO : KBR)

KBR, Jakarta - Langit itu udah keliatan indah sekali. Bener-bener indah banget pada malam hari dan kita hanya disinari oleh sinar rembulan. Kadang kalau kita udah kena sinar rembulan itu lah di atas kepala kita.. sniper,”

Kamu mendengarkan serial Hidup Usai Teror, di season ke 2 ini KBR berkolaborasi dengan ruangobrol.id. Kami menghadirkan kisah anak muda, bekas simpatisan ISIS dan returnee dari Suriah.

Jumpa lagi di serial Hidup Usai Teror Season ke 2. Saya Malika.

Wildan usianya masih 22 tahun ketika bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah pada Juni 2013. Dia lahir di tengah keluarga yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Ini yang mendorong dirinya untuk membantu sesama. Rasa kemanusiaan yang tinggi dan keinginan untuk membantu sesama ini, menggerakan langkahnya untuk berangkat ke Suriah. Wildan mencari berbagai cara untuk berangkat ke sana. Pencarian itu berujung pada pertemuan dengan salah satu Panglima ISIS asal Pasuruan, Abu Jandal.

Dalam sebuah pengajian di Malang, Jawa Timur. Pertemuan itu membuka jalan baginya untuk berangkat ke Bumi Syam. Sesampainya di sana, alih-alih langsung dilatih sebagai pembantu tenaga medis sesuai cita-cita Wildan, dia diharuskan masuk ke barak mengikuti latihan militer dan ikut berperang. Seperti apa cerita Wildan selama hidup di Suriah? Simak ceritanya di bagian pertama berikut ini.

Nama saya Wildan dari Bangil, Jawa Timur. Usia saat ini 30 Tahun. Jadi dulu saya pernah menjadi paramedic di Suriah. Saya secara pribadi mengikuti perkembangan timur Tengah itu dari SMP. Dari setelah 11 September, penyerangan Amerika ke Afghanistan ke Irak. Nah kita ngikutin terus tuh, disiarkan di berita 24 jam, jadi mau ga mau ya kita nonton.

Aku lahir di keluarga yang kemanusiaan-nya tinggi gitu lho. Jadi dengan hal-hal yang seperti itu, dengan keadaan yang seperti itu, dengan melihat keadaan Suriah di tahun 2011, melihat pembantaian yang kita lihat di Youtube, TV, akhirnya ada muncul keinginan pengen berangkat ke Suriah untuk membantu saudara-saudara kita yang ada disana. Pada saat itu pun di Malang, pada waktu itu kajian tentang Suriah banyak sekali, segala macem. Akhirnya ikutlah dengan kajian.

Jadi pada saat kajian-kajian pun juga dijelaskan, jadi apa yang menjadi pertanyaanku dalam otak itu dijawab semua di dalam kajian. Jadi pertanyaannya itu, kita nih sebagai- aku nih sebagai medis, ada sebuah kejadian kemudian akhirnya aku meninggal… nah itu dijelaskan nanti meninggal itu dalam kondisi membantu saudara kita, itu meninggalnya adalah shahid. Terus termasuk tentang itu sebuah kewajiban membantu saudara-saudara kita, termasuk fardhu ‘ain untuk membantu saudara-saudara kita yang ada di sana. Mendekati wajib.

Kenapa yakin? Karena aku yakin tujuan yang baik itu pasti jalannya akan mudah. Akhirnya akupun dipermudah, kenalan dengan orang ini dengan orang itu. Nah, akhirnya bertemulah dengan Ustadz Salim atau Abu Jandal. Kemudian dari situ saya diajak akhirnya itu pada tahun 2013, berangkat ke Suriah.

Pada saat itu masih zaman kuno, jadi kita masuk dari Istanbul, di Istanbul ke perbatasan masuk lewat Turki dan kita dibantu sama FSA (Free Syrian Army). Kemudian kita dimasukin ke baraknya, 2 minggu kemudian dia berganti nama dan kita dikirimkan ke camp militer.

Jadi ketika sampai, dalam diriku sendiri itu mengatakan ‘wow aku bisa sampai sejauh ini, lho’ dan niat awal memang untuk membantu saudara-saudara kita yang ada disana. Kemudian, adapun disana bagaimana…ya keadaannya tidak jauh dari bayanganku sebagai orang awam pada waktu itu, kan ya. Dan disana keadaannya lebih sepuluh kali lebih mencekam dari yang aku bayangkan. Jadi itu otomatis jauh sekali dari apa yang aku harapkan. Dan mau gak mau, kita udah pindah udah masuk udah terjun, ya udah. Akhirnya dengan segala kemampuan yaa.. berusaha untuk adaptasi, sekalipun sangat berat.

Jadi ketika aku sampai disana, besok subuh-nya itu sudah terjadi peperangan, bombardir. Kemudian disitu kita melihat mayat-mayat bergeletakan. Dalam bayanganku kan mungkin, ada orang yang, ada orang nih ada kena tembak kek atau apa. Kita bawa ke rumah sakit, kita obatin atau ada anak kecil yang trauma, nah kita bisa healing nih. Tapi kenyataannya kita harus memungut mata, otak, bagian tubuh yang lain. Yang justru jauh sekali dari apa yang kita bayangkan.

Sehari setelah sampai disana, kita dimasukkan ke camp nih. Di dalam camp itu kita dikasih senjata. Padahal kita belum ada kemampuan untuk atau pelajaran lebih tentang senjata. Ya udah akhirnya, malamnya atau besoknya kita dikasih tau cara mengoperasikan senjata ini. Kemudian hanya- karena pada saat itu di markas ga ada orang, di barak itu ga ada orang, akhirnya ada kita, jadi kita yang berjaga-jaga disitu.

Sampai akhirnya 2 minggu kemudian kita dikirim ke camp militer. Disana kita dilatih tentang semua jenis strategi gerilya. Dilatih bagaimana menggunakan semua jenis senjata, taktik peperangan, ledakan, dan lain lain. Kalau aku sih gak merasa apa-apa, biasa aja gitu. Karena di Indonesia aku ikut sport yang sport nya itu lebih suka main tembak-tembakan kaya air soft gun gitu. Cuma beda peluru kali ya, kalo di Indonesia pelurunya BB yang bulet-bulet itu, kalo ini kaliber. Kalo di Indonesia paling merah-merah luka dikit, kalo ini ya mati beneran.

Sampai akhirnya setelah itu baru kita diterjunkan dengan apa yang menjadi keinginan kita.

Pada saat itu, karena situasi nya jauh dari yang kita bayangkan ya. Udah benar-benar mencekam. Jadi, kita memang harus dilatih untuk itu, untuk mempertahankan diri terutama. Alasan semua yang ada disana, mengatakan seperti itu. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, ya kita ikuti. Karena mereka yang berkuasa disana, jadi mereka yang tau bagaimana keadaan disana. Oh, aku pikir mungkin itu untuk keselamatan kita kali ya?.

Kita disana itu senjata adalah istri kita, jadi kita ga boleh lepasin dia. Ke kamar mandi pun dibawa, boker pun di bawa. Jadi emang bener-bener istri kita ya, kemana pun kita bawa. Karena sewaktu-waktu ada sebuah penyerangan, kita lagi boker, nah itu wow banget gitu loh, kan ga lucu kita keluar sambil telanjang juga kan? Terus pada akhirnya pun aku diterjunkan ke medis pun, ya sesuai harapan gitu. Sekalipun mungkin, ada satu kondisi yang memaksa kita untuk berperang.

Kita diterjunkan di rumah sakit, rumah sakit lapangan, kita diajarkan bedah. Mungkin Dokter pada umumnya bedah itu sekitar 8 tahun, ya? Nah kita diajarkan bedah itu paling lama sebulan. Yang kita bedah bukan katak tapi manusia beneran. Yang kita bedah bukan mayat, tetapi manusia yang hidup bernafas. Dimulai dari mengeluarkan selongsong peluru sampai menjahit, menjahit kulit dan lain lain.

Kemudian juga kalau libur ya kita liburnya itu ke medan perang. Hal yang mendorong kenapa aku harus berperang? Karena pada saat itu aku menggendong seorang anak kecil tanpa kepala akibat dari bombardir. Nah itu lah, muncul emosi jiwa yang mendorong ‘Awas. Aku balas nanti’. Jadi spirit untuk berperang ya karena anak kecil itu tadi.

Jadi pada saat itu, yang kejadian pertama itu bombardir di pasar, jenis bom nya adalah barrel bomb. Jadi tong bensin yang gede itu, diisi dinamit, diisi taburan paku, kaca, serpihan seng dan dirmil, nah istilah di Syria itu dirmil. Dirmil diangkut oleh helikopter ya. Misalnya wah ini udah pas titiknya, sama helikopter tuh dilepas lah dirmil itu.

Jadi efek destruktif dirmil ini bukan seperti roket ya, kalo roket kan menimbulkan efek destruktif yang bangunan bisa rusak hancur. Ini mungkin destruktifnya sedikit, tapi lebih ke arah korban. Destruktif ke korban itu luar biasa. Ada yang kena serpihan seng kepalanya putus, ada yang terkena paku, dll. Nah yang berbahaya itu, jadi anak kecil itu salah satu korban yang kehilangan kepalanya karena mungkin serpihan seng, karena di lehernya itu terlihat seperti potongan yang rapi sekali.

Kemudian yang kedua itu, hampir sama di pasar juga, jadi 3 kejadian sebenarnya, yang terakhir saya mendapatkan rudal scud. Rudal scud itu yang kurang lebih panjangnya beberapa meter, rudal andalan Irak pada masa itu- eh rudal andalan Uni Soviet karena aslinya dari Uni Soviet. Rudal scud itu sudah menghancurkan banyak, pada saat itu aku udah ga dapet momennya, yang aku dapetin cuma darah dimana-mana dan korban sudah dibawa. Tapi yang aku dapetin cuma 2, yang anak kecil sama yang di pasar itu yang bom fosfor. Jadi bom fosfor itu memiliki keunggulan membakar, jadi orang yang kena Bom Fosfor itu dia akan terbakar habis sampai sisa tulang, bahkan mungkin tulangnya juga hancur. Aku lihat orang-orang pada kepanasan, terbakar, berlarian. Kita gak bisa nolongin apa-apa. Kita cuma bisa liatin. Itu yang…apa ya… feeling so hurt.

Pada saat itu ya, aku merasa benar sekali. Karena kita melihat di depan mata bagaimana anak-anak kecil, orang-orang tua itu kena bombardir. Kalo toh memang sebuah negara itu menerapkan konsep-konsep kenegaraan, ya gak mungkin dong akan membantai rakyat-nya sendiri. Tapi ini udah masuk kepentingan-kepentingan yang banyak sekali, akhirnya rakyat-nya dikorbankan. Nah otomatis kan kita sebagai orang muslim ya kita juga menunjukkan jiwa kemusliman kita dengan membantu mereka pada saat itu. Kemudian dan disana pun, ada satu detasemen ya. Detasemen-nya itu semuanya orang nasrani, dan mereka pun melawan, melawan pemerintah.

Ya kondisi yang serba tidak ada kepastian. Kondisi yang, mungkin hari ini detik-detik ini kita santai, kita gak pernah tau dua menit kemudian akan terjadi serangan seperti apa. Dan pada saat itu para tentara itu gak memandang, entah kamu sipil kek entah kamu militer, abis, dihabisin semua. Ya maka dari itu setidaknya kita punya pertahanan diri lah.

Kalau keseharian, mungkin berbeda jauh ya dari kita disini ya. Kita disini makan pecel enak-aduh..kita disana makannya pagi roti sama susu basi hahaha mencret-mencret tuh haha. Di awal kaget lah, terutama perut kita yang orang Indonesia kan gak afdol kalo gak makan nasi. Jadi kita di sana abis roti berapa banyak pun, kok masih lapar bae ya perut ini?

Kemudian yang lain-lainnya mungkin normal. Listrik gak selalu ada, listrik itu hal yang mahal ya. Jadi gak selalu ada, karena listrik itu pembangkitnya hanya berdasarkan genset. Tiap malem itu gelap gulita dan kita bisa melihat langit itu wow. Kita bisa liat meteor-meteor berjatuhan itu, serius, itu nyata banget. Jadi, hikmah yang lainnya itu aku ga pernah mendapatkan pemandangan seperti itu selama di Indonesia. Mungkin kalo se-Indonesia ini mati lampu semua mungkin aku bakal dapat pemandangan kaya gitu. Tapi ini pemandangan yang luar biasa, langit itu kelihatan indah sekali. Benar-benar indah banget pada malam hari, dan kita hanya disinari oleh sinar rembulan. Terus kadang kalo kita udah kena sinar rembulan itu wah di atas kepala kita .. sniper (terkekeh) kita gak boleh sampai kena sinar rembulan itu.

Terakhir itu aku hidup dengan anak-anak ya. Jadi mental healing ya. Jadi lebih ke-..karena gini loh anak anak disana itu, akhir-akhir sebelum aku pergi dengar suara pesawat aja udah teriak-teriak.

Efek traumanya itu luar biasa. Dan kebanyakan mereka itu cedera, entah karena kehilangan kaki, bahkan ada yang ga punya orang tua. Orang tua nya udah meninggal semua. Setiap hari mungkin aku ngasih Sneakers, sampai dapat julukan Abi Sneakers. Jadi terakhir itu aku disitu. Aku meninggalkan itu ya sedihnya bukan karena apa, tapi karena anak itu. Sampai ada anak yang bilang, ‘Abi, jangan tinggalin aku, Abi terus disini ya, kita butuh Abi,’ itu kayak teringat terus sampai sekarang dan semoga mereka baik-baik aja.

Perang udah dimana-mana. Bukan hanya dengan Pemerintah, tapi udah sampai satu sama lain ikut berperang. Pada saat itu aku mikir, udahlah, udah cukup. Time to say goodbye. Jadi, ya udah aku memutuskan untuk pulang,”

Setelah setahun tinggal dalam peperangan, Wildan memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Apa peristiwa yang menjadi pemantik keinginannya untuk kembali? Temukan jawabannya dalam kelanjutan cerita Wildan di bagian ke-2.

Dengarkan juga : Membuka Ladang Jihad di Indonesia

  • #podcast
  • #deradikalisasi
  • #isis
  • #suriah
  • #ruangobrolid
  • #hidupusaiteror

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!