Pengamat menyebut penjelasan pasal 11 ayat 2 dalam UU TNI jelas dikatakan bahwa persebaran struktur pemandu teritorial tidak boleh menduplikasi atau mengikuti struktur pemerintahan sipil
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam menambah enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru menuai sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.
Kemudian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), De Jure.
Dasar Hukum Lemah
Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial, menyatakan bahwa penambahan Kodam tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak relevan dengan tantangan pertahanan masa kini. Menurutnya, langkah ini melanggar Undang-Undang TNI.
“Apakah penambahan kodam ini itu betul-betul dimandatkan oleh aturan perintah undangan? Kalau kita mengacu pada Undang-Undang 34 Tahun 2004, penjelasan pasal 11 ayat 2 jelas dikatakan bahwa persebaran struktur pemandu teritorial tidak boleh menduplikasi atau mengikuti struktur pemerintahan sipil,” ujar Ardi dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (12/8/2025).
Lebih lanjut, Ardi menilai keterlibatan TNI dalam ketahanan pangan adalah bentuk penyimpangan dari tugas pokok militer dan berpotensi menghidupkan kembali praktik Orde Baru.
“Ini akan memperluas peran militer dalam ranah sipil dan sangat berpotensi terjadinya tumpang tindih peran antara pemerintahan sipil dan militer. Ini istimewa sekali. Kita malah punya paham masa Orde Baru,” lanjutnya.

Jawab Tantangan Geopolitik
Anggota Komisi I DPR, Syahrul Aidi Maazat, menilai kebijakan ini sebagai bentuk pemikiran strategis Presiden Prabowo dalam menjawab tantangan geopolitik dan kebutuhan riil di lapangan.
“Bapak Prabowo ini dengan background angkatan dan juga sebagai Menteri Pertahanan, memahami bahwa Indonesia perlu memperkuat pertahanan keamanan. Dan ada paradigma baru karena pertahanan keamanan itu diawali ketika kita bisa melakukan pertahanan pangan,” ujar Syahrul dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (12/8/2025).
Syahrul menyebut pembentukan kodam baru seperti di Sumatra sangat relevan karena sebelumnya satu kodam membawahi lima provinsi.
Menurutnya, lambatnya program pangan oleh sipil menjadi alasan logis melibatkan militer:
“Sudah dibuktikan sekian puluh tahun Indonesia tidak bisa melakukan swasembada pangan. Kalau ini terus diserahkan kepada sipil saja, nggak pernah berhasil,” jelas Syahrul.
Dalam konteks ketahanan pangan, Syahrul menyambut baik pembentukan batalion pangan sebagai solusi terhadap lambannya sektor sipil.
“Ada batalion khusus pangan, itu luar biasa. Ini bagi ketahanan pangan kita akan kuat”, ujar Syahrul.
Kodam Ditambah Mesti Beri Manfaat Nyata
Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh menilai penambahan enam Kodam baru di berbagai wilayah Indonesia harus diikuti dengan peningkatan responsivitas TNI terhadap persoalan keamanan dan sosial di setiap daerah agar membawa manfaat nyata bagi masyarakat.
“Penambahan Kodam tentu harus membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Saya berharap TNI semakin responsif terhadap berbagai persoalan di wilayah masing-masing, mulai dari keamanan, bencana, hingga dinamika sosial yang membutuhkan kehadiran negara,” kata Oleh Soleh dalam keterangan pers, Selasa (12/8/2025).
Dia menilai penambahan enam Kodam tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dan TNI untuk memperkuat pertahanan nasional, memperpendek rantai komando, serta mempercepat respons terhadap situasi di lapangan.
Di sisi lain, dia mengingatkan agar pembentukan Kodam baru tidak hanya menjadi perluasan struktur organisasi, tetapi juga memastikan keberadaannya benar-benar efektif.
Tujuan Presiden Tambah Kodam dan Satuan TNI
Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya kekuatan militer sebagai syarat mutlak bagi kemerdekaan dan kedaulatan suatu bangsa.
Hal itu disampaikan saat ia bertindak sebagai inspektur upacara pada Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Suparlan, Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025) dikutip dari ANTARA.
“Makanya, bangsa kita butuh tentara yang kuat, tidak ada bangsa yang merdeka tanpa tentara yang kuat. Saya katakan sekali lagi, tidak ada bangsa yang merdeka tanpa tentara yang kuat,” tegas Prabowo dalam amanatnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Negara menegaskan, bangsa Indonesia cinta damai dan tidak menginginkan perang. Namun, pengalaman sejarah menunjukkan bahwa setiap upaya kebangkitan bangsa selalu dihadang dengan ancaman, perampokan kekayaan alam, hingga upaya adu domba.
Karena itu, sebagai Presiden RI yang telah bersumpah memegang teguh Undang-Undang Dasar, Prabowo berkomitmen memperkuat pertahanan negara demi menjaga wilayah, kedaulatan, dan kekayaan bangsa.
"Saya, Presiden Republik Indonesia yang telah disumpah untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar, saya akan menjalankan tugas ini dengan penuh rasa tanggung jawab," ujarnya.

Keputusan Presiden Wajar
Sementara Purnawirawan Jenderal yang juga Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI 2011–2013, Soleman B. Ponto, menekankan bahwa keputusan Presiden tidak perlu diperdebatkan karena sesuai konstitusi, Presiden adalah panglima tertinggi TNI.
“Kalau melihat ancaman, ya sudah wajar lah ada penambahan seperti itu. Presiden punya kewenangan untuk menentukan itu. Karena kekuasaan tertinggi atas angkatan laut, udara, di tangan presiden,” ujar Ponto.
Ia menegaskan sikap tentara adalah patuh terhadap perintah.
“Tentara tidak punya hak untuk melawan atau menyampaikan pendapat bertentangan, nggak bisa. Perintah is perintah. Just say, ‘Yes sir, I’ll do that”, ujarnya.
Enam Kantor Kodam Selesai Dibangun Akhir 2025
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan markas enam kodam yang baru dibentuk masih dalam pembangunan dan akan selesai akhir 2025.
"Diharapkan akhir tahun ini secara fisik itu sudah selesai. Tinggal penyempurnaan-penyempurnaan," kata Wahyu saat ditemui di Mabes AD, Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025) dikutip dari ANTARA.
Wahyu menjelaskan, dari enam kodam baru, beberapa sudah ada yang mempunyai markas. Salah satunya kodam baru yang berlokasi di Kalimantan Tengah.
Operasional Kodam sudah Berjalan
Walaupun beberapa Kodam belum mempunyai markas besar, Wahyu memastikan operasional kodam sudah berjalan dari sekarang.
"Setelah diresmikan, tentu langsung melaksanakan operasional. Ada tahapan-tahapan yang dilaksanakan tentunya," kata Wahyu.
Terkait kekuatan kodam, Wahyu memastikan pihak sudah menyiapkan pasukan dan alat utama sistem senjata (alutsista) yang layak untuk ditetapkan di setiap Kodam.
Wahyu juga memastikan tidak ada penambahan jumlah prajurit baru untuk memenuhi kebutuhan pasukan di enam kodam tersebut.
Berikut nama kodam baru berikut wilayah teritorialnya.
1. Riau dan Kepri (KODAM XIX / TUANKU TAMBUSAI)
2. Padang & Jambi (KODAM XX/TUANKU IMAM BONJOL
3. Lampung dan Bengkulu (KODAM XXI / RADIN INTEN)
4. Kalimantan Tengah & Kalimantan Selatan (KODAM XXII / TAMBUN BUNGAI)
5. Sulawesi Tengah & Sulawesi Barat (KODAM XXIII / PALAKA WIRA
6. Merauke (KODAM XXIV / MANDALA TRIKORA).

Pelibatan TNI Non-Pertahanan Berisiko
Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial mengatakan pelibatan TNI secara permanen dalam urusan non-pertahanan cukup berisiko.
“Melibatkan militer dalam urusan non-pertahanan itu bisa dilakukan dalam konteks OMSP, artinya jangka waktu tertentu dan tidak dibentuk satu kesatuan khusus. Yang terjadi hari ini adalah urusan ketahanan pangan diplot jadi urusan TNI”, ujarnya.
Ia mengkritik pendekatan "membesarkan militer" dalam bidang non-pertahanan:
“Kalau terus-terus dibantu militer, kementerian sipil tidak akan profesional. Sedikit-sedikit dibantu militer, mereka tidak dipaksa berpikir.”
Ardi menekankan bahwa sebagai negara kepulauan, fokus pertahanan seharusnya lebih ke laut dan udara.
“Apakah tidak lebih tepat kita memperkuat Angkatan Laut, Angkatan Udara? Ketimbang memperkuat pertahanan di wilayah darat?,” tegas Ardi.
Penguatan Teknologi Militer dan Kesejahteraan Prajurit Lebih Urgen
Ardi juga menyebut kebutuhan modern seperti teknologi militer dan kesejahteraan prajurit belum terpenuhi.
“Bagaimana mungkin tentara kita gajinya dipotong 80%, perumahan tidak ada, tapi dituntut profesional?”lanjutnya.
Menurut Ardi, ada keyakinan kuat bahwa tentara adalah solusi cepat untuk mengatasi ketertinggalan, terutama di bidang pangan.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pelibatan militer yang terlalu luas justru akan mengaburkan batas antara sipil dan militer, melemahkan demokrasi, dan mengulangi sejarah.
“Kalau pemerintahan sipilnya nggak beres, ganti saja, Pak,” pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Kaji Ulang Rencana Perekrutan 24 Ribu Tamtama Batalyon Teritorial Pembangunan, Alasannya?