indeks
Dana Rp335 T untuk MBG, Rezim Prabowo Tak Paham Prioritas Sektor Pendidikan

Berpotensi memperburuk kualitas pendidikan nasional yang sejak lama masih bergulat dengan berbagai persoalan mendasar.

Penulis: Hoirunnisa, Nafisa Deana, Putri Khalisa

Editor: Sindu

Google News
Dana Rp335 T untuk MBG, Rezim Prabowo Tak Paham Prioritas Sektor Pendidikan
Presiden Prabowo saat meninjau pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah di Jakarta Timur, Februari 2025. Foto: Biro Pers Istana

KBR, Jakarta- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai tak paham skala prioritas pembangunan di sektor pendidikan.

Penilaian ini disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menanggapi alokasi anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) 2026, yang mencapai Rp335 triliun.

Dana itu diambil dari anggaran pendidikan yang mencapai Rp757,8 triliun atau 20 persen dari RAPBN 2026. Secara angka, anggaran pendidikan tahun depan naik 9,8 persen dari 2025, yang ada di angka Rp690 triliun. Tetapi, nyaris setengah dari jumlah tersebut akan dipakai ke MBG.

Pengalihan anggaran itu berpotensi memperburuk kualitas pendidikan nasional yang sejak lama masih bergulat dengan berbagai persoalan mendasar.

Kualitas Guru Jauh dari Ideal

Ubaid mengungkapkan, masalah kualitas hingga kesejahteraan guru hingga kini belum terjamin. Padahal, hal ini terus disuarakan banyak pihak, namun masih juga belum diperbaiki pemerintah.

“Undang-Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru mewajibkan hak yang diterima guru harus sesuai standar menyejahterakan. Kemudian perintah Undang-Undang Sisdiknas soal peningkatan kualitas guru itu yang penting dan mendesak. Bukan anggaran makan-makan," ujar Ubaid kepada KBR, Kamis, (21/8/2025).

Menurutnya, lebih dari separuh guru di Indonesia belum memenuhi standar kompetensi pedagogis (bersifat mendidik) maupun profesional sebagaimana dipatok Kementerian Pendidikan.

“Yang sebelumnya itu kan anggaran untuk peningkatan kualitas guru, kesejahteraan guru, pembiayaan kepesertaan didik, dan seterusnya gitu, ya. Jadi, kalau dari 20% APBN itu ternyata separuh digunakan untuk MBG, berarti alokasi anggaran pendidikan 2026 itu tinggal separuh, tepatnya sekitar 11%," katanya.

Kata dia, anggaran pendidikan seharusnya difokuskan untuk memperkuat kompetensi guru, bukan malah dipotong.

"Ya, pasti jumlah anak tidak sekolah ini pasti akan meningkat," lanjutnya.

Ubaid menyebut, anggaran pendidikan bisa dipakai untuk pelatihan, sertifikasi berkelanjutan, sampai peningkatan kesejahteraan guru honorer, daripada dialihkan untuk MBG.

red
Kondisi sekolah di sejumlah daerah. Foto: JPPI/ANTARA


Sarana-Prasarana Belum Merata

Selain guru, persoalan infrastruktur pendidikan juga masih menghantui. Data Kementerian Pendidikan menunjukkan masih ada lebih dari 150 ribu ruang kelas dalam kondisi rusak sedang hingga berat.

"Contoh misalnya di Jawa Barat, sekolah saja kurang. Sehingga kemarin sampai rombel, satu rombel (rombongan belajar) diisi 50 anak. Itu menunjukkan kita kekurangan sekolah. Itu di Jawa Barat, bukan di Sulawesi, bukan di Kalimantan, bukan di Papua, bukan. Jawa Barat yang dekat Jakarta, itu sekolah saja kita kurang,” ujar Ubaid.

Ia menambahkan, perbaikan sarana-prasarana mestinya menjadi prioritas utama. Jika anggaran pendidikan tergerus, perbaikan sarana ini dikhawatirkan makin tertunda.

Pendidikan atau Konsumsi Jangka Pendek?

Menurut Ubaid, pendidikan adalah investasi jangka panjang, berbeda dengan konsumsi sesaat. Apalagi, program MBG belum menghasilkan dampak signifikan bagi produktivitas peserta didik.

“Sampai hari ini sih belum ada ya. Baik di lapangan juga belum ada fakta yang menunjukkan itu, justru malah MBG ada banyak kasus soal keracunan. Kemudian yang kedua menimbulkan sampah di daerah-daerah karena banyak makanan yang dibuang. Kemudian yang ketiga soal makanan yang tidak layak, yang tidak sesuai dengan takaran gizi,” jelas dia.

Ubaid juga menyinggung masalah yang lebih fundamental soal masih tingginya anak putus sekolah di Indonesia. Kata dia, itu justru yang harus jadi prioritas utama karena memiliki dampak jangka panjang.

"Kalau anak tidak sekolah sampai hari ini kan ada 3,9 juta anak. Jadi, kalau anggaran pendidikan kita ini separuhnya digunakan untuk makan-makan saya khawatir nanti anak tidak sekolah ini bukan tambah menurun jumlahnya tapi tambah melonjak," pungkasnya.

Selain itu kata dia, program makan-makan tidak masuk Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045.

"Karena ini tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Maksud saya bukan prioritas yang mendesak. Maka jangan gunakan dulu anggaran pendidikan. Gunakanlah anggaran pendidikan pada sesuatu yang sifatnya wajib," kata dia.

Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2025-2045

PJPI diluncurkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Oktober 2024. Peta ini bagian dari pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045.

Berdasarkan PJPI, ada tujuh arah kebijakan sektor Pendidikan di Indonesia:

• Percepatan Wajib Belajar 13 Tahun (1 Tahun Pendidikan Prasekolah dan 12 Tahun Pendidikan Dasar dan Menengah);

• Pemerataan akses pendidikan tinggi berkualitas dan pengembangan science, technology, engineering, arts, mathematics (STEAM);

• Peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran;

• Pemenuhan layanan pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan yang berkualitas;

• Peningkatan produktivitas, daya Ssaing, dan kemampuan kerja;

• Penguatan pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan berkualitas;

• Penguatan sistem tata kelola pendidikan.

red
Road Map Peta Jalan Pendidikan 2025-2035. Sumber: Bappenas


Pidato Presiden Prabowo

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengalokasikan anggaran Rp335 triliun untuk MBG pada tahun depan. Ia beralasan, program ini akan efektif memberi manfaat luas dan optimal untuk masyarakat.

“MBG meningkatkan kualitas gizi anak-anak kita, kualitas SDM masa depan Indonesia, dan juga memberdayakan UMKM dan ekonomi lokal yang akan tumbuh semakin kuat. Menciptakan ratusan ribu lapan kerja baru dan memberdayakan jutaan petani, nelayan, peternak, dan pelaku-pelaku UMKM,” katanya saat pidato soal RUU APBN 2026 di gedung MPR/DPR/DPD, Jumat, 15 Agustus 2026.

Ia mengklaim, MBG telah dilaksanakan di setiap provinsi dan terus dibangun agar menjangkau seluruh pelosok negeri. MBG ditargetkan mampu menjangkau 82,9 juta siswa. Tak hanya siswa, ibu hamil dan balita juga akan menerima program yang didistribuskan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Pendidikan adalah instrumen memberantas kemiskinan. Pemerintah berkomitmen memenuhi anggaran pendidikan 20 persen, yaitu sekitar Rp757,8 triliun untuk 2026. Terbesar sepanjang sejarah NKRI. Tetapi, kita harus waspada. Anggaran pendidikan harus tepat sasaran. Kita tingkatkan kualitas guru, perkuat pendidikan vokasi, selaraskan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja,” ujar Prabowo.

Respons Fraksi di DPR

Sebagian besar fraksi di DPR tak terlihat memberikan catatan kritis soal porsi anggaran pendidikan untuk MBG.

Dua fraksi misalnya, mengapresiasi alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari RAPBN 2026 yang disampaikan presiden dalam pidatonya. Yakni, Fraksi Gerindra, yang memang merupakan partai pendukung Prabowo. Lalu, Fraksi PDIP.

Sikap fraksi itu disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR kedua di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

red
Presiden Prabowo saat pidato di Sidang Tahunan MPR-DPR-DPD, Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025. Foto: Tangkapan layar YouTube DPR


Salah Target Prioritas

Lain halnya dengan ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Galau D Muhammad. Kata dia, program MBG salah target prioritas.

Sebab, penerima MBG mencakup seluruh anak di Indonesia, tanpa melihat latar belakang ekonomi mereka. Sementara, anak dari ekonomi rentan tidak diprioritaskan.

"Bisa jadi yang menerima MBG itu adalah anak dari keluarga yang sudah cukup mapan, kemudian tetap mendapatkan MBG. Padahal mereka tidak butuhkan itu," ucap Galau.

Dengan anggaran yang menyerap hampir setengah belanja pendidikan, Galau mempertanyakan signifikansi MBG dalam pembangunan di sektor pendidikan nasional saat ini.

Masalah kesejahteraan tenaga pengajar masih belum menjadi prioritas jika dibandingkan program MBG. Alokasi anggaran RAPBN 2026 untuk gaji guru, dosen, tenaga pendidikan, dan penguatan kompetensi dialokasikan sebesar Rp178,7 triliun.

Menurut Galau, jika belanja program MBG diturunkan, pemerintah mampu menggratiskan iuran BPJS dan memfasilitasi akses kesehatan bagi tenaga pendidik.

"Rasa-rasanya negara saat ini salah mensubsidi. Karena tulang punggung pendidikan kita itu rapuh, sementara pemerintah tidak punya indikator dan tidak punya kerangka untuk mengaudit program-program prioritasnya," sebut Galau.

Ralat dari Kemenkeu

Setelah ramai menuai kritik, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan porsi anggaran MBG yang bersumber dari dana pendidikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang, anggaran MBG mengambil Rp223,6 triliun alokasi pendidikan pada RAPBN 2026.

Pertimbangannya adalah target jumlah siswa dan santri penerima manfaat pada tahun depan mencapai 71,9 juta di seluruh Indonesia.

Namun, secara total anggarannya Rp335 triliun dengan penerima manfaat 82,9 juta orang. Mencakup balita, siswa, ibu hamil dan menyusui.

Nantinya belanja akan disalurkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) sebesar Rp268 triliun, sementara untuk yang Rp67 triliun dicadangkan.

Rinciannya, Rp223,6 triliun dari anggaran pendidikan atau setara 67 persen, anggaran kesehatan Rp24,7 triliun, dan fungsi ekonomi Rp19,7 triliun.

"MBG yang masuk anggaran pendidikan adalah Rp223,6 triliun," kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR di Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025, seperti dikutip KBR dari ANTARA, Jumat, (22/8/2025.

Sedangkan anggaran pendidikan untuk tenaga pendidik, guru hingga dosen dari semula Rp178,7 triliun menjadi Rp274,7 triliun dari RAPBN 2026.

Rincian belanja pendidikan di RAPBN 2026:

  • Rp253,4 triliun melalui transfer ke daerah (TKD) untuk tunjangan guru negeri/swasta, BOS, Bantuan Operasional Anak Usia Dini (BOP PAUD), tambahan penghasilan guru, dan BOP Kesetaraan.
  • Belanja melalui K/L, semisal Kemensos, Kemendikdasmen, Kemenag, dan Kemendiktisaintek, Rp243,9 triliun.
  • Penyaluran untuk MBG dengan sasaran 71,9 juta santri dan siswa, Rp223,6 triliun.
  • Lalu, Rp37 triliun untuk pembiayaan berbagai program seperti LPDP 4 ribu mahasiswa, 452 riset hingga revitalisasi belasan ribu sekolah.
red
Kondisi salah satu sekolah di Jawa Barat. Foto: YouTube Sahabat JPPI


Anomali

Melihat distribusi anggaran di pos pendidikan RAPBN 2026, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Galau D Muhammad melihat ada anomali. Di satu sisi, postur RAPBN tahun depan menunjukkan pemerintah ingin mengencangkan ikat pinggang fiskal, dengan target defisit anggaran turun hingga 2,48%.

Namun di saat bersamaan, rezim Prabowo tetap melanjutkan program-program populis yang memakan dana jumbo. Tanpa dukungan reformasi sektor penerimaan negara, kebijakan keuangan pemerintah akan mengkhawatirkan.

"Hari ini fiskal kita tidak memiliki kemewahan untuk program populis berskala besar. Programnya mungkin sangat relevan secara politik, tetapi ini akan sangat memberatkan fiskal," ujar Galau.

Lonjakan Anggaran MBG Tidak Sesuai Kualitas Program

Selain itu, hingga kini belum ada audit dan evaluasi secara komprehensif Program MBG. Padahal, sejak Januari hingga Mei 2025 setidaknya sudah terjadi 17 kasus keracunan makanan dari menu MBG di sepuluh provinsi. Terbaru, kontaminasi bakteri di menu MBG menyebabkan keracunan massal 497 siswa di Kulon Progo, Jawa Tengah.

Program MBG juga digadang-gadang menjadi peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Nyatanya, proses seleksi mitra belum transparan dan tidak ramah pelaku UMKM.

"Konsep kebijakan publik yang dicanangkan pemerintah juga tidak terkontekstualisasi di lapangan. Ini masalah struktural dan sistemik sebenarnya, jauh dari hanya sekadar politik anggaran," kata Galau.

Padahal, tujuan utama MBG meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) lewat penguatan gizi bagi anak sekolah yang masih tahap pertumbuhan dan perkembangan.

Janji Multiplier Effect, tetapi Fiskal Terseok-seok

Pemerintah menjanjikan multiplier effect atau efek berganda dari MBG. Program ini diperkirakan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,8%. Program makan-makan ini juga diklaim sebagai ekosistem gizi dan ekonomi, dengan target anggaran 85% untuk UMKM lokal.

Dalam lima bulan pertama 2025, pemerintah telah meminjam Rp349,3 triliun untuk memenuhi kebutuhan belanja APBN, termasuk program prioritas seperti MBG.

Namun, Galau melihat pergolakan di beberapa daerah sebagai potret ketimpangan yang nyata. Seperti konflik di Pati, yang disebabkan kenaikan PBB-P2 250%, meski akhirnya dibatalkan karena protes publik. Ini terjadi karena tren transfer ke daerah (TKD) menyusut, buntut sentralisasi fiskal.

"Pemerintah mengalokasikan anggaran signifikan ke program-program sesuai kepentingan yang mereka definisikan, sementara masyarakat dituntut membayar pajak lebih banyak," kata Galau.

Alhasil, stabilitas fiskal makin terguncang, dan pemerintah kian abai permasalahan yang lebih mendesak, seperti menurunnya daya beli masyarakat, PHK, hingga sempitnya lapangan kerja. Semua ini diabaikan demi mempercepat program prioritas yang sarat kepentingan politik.

"Jadi, program-program yang bersumbu pada kepentingan politik, itu lebih baik ditunda, ditinjau kembali anggarannya. Dan mungkin akan perlu dialokasikan ke sektor perlinsos atau hal yang signifikan berdampak bagi masyarakat," ujar Galau.

Sumber Pembiayaan Alternatif MBG

Galau merekomendasikan blended finance atau pembiayaan campuran antara APBN dengan pembiayaan alternatif, ketimbang menggunakan seluruh dana MBG dari negara.

Pemerintah dapat meninjau skema perpajakan yang belum dioptimalkan. Misalnya memanfaatkan pajak progresif, seperti pajak produksi batubara maupun windfall tax atau pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang memperoleh keuntungan tak terduga.

Selain itu, pemerintah bisa mengintervensi alokasi CSR dari BUMN maupun swasta. CSR tersebut dapat dialihkan untuk membiayai program-program yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti MBG.

"Karena Ini bukan hanya untuk MBG, ya, untuk berbagai program-program strategis. Jadi, tidak serta-merta pembebanan itu pada APBN, meskipun kita harus menggenjot penerimaan alternatif yang selama ini tidak dilakukan," ungkap Galau.

Baca juga:

MBG
Makan Bergizi Gratis

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...