NASIONAL

Dalih Pemerintah Tetap Melanjutkan Lumbung Pangan, Meski Gagal

Kegagalan proyek lumbung pangan bukan terjadi kali ini saja, melainkan sejak 1996.

AUTHOR / Shafira Aurel, Astri Yuana Sari

EDITOR / Sindu

Dalih Pemerintah Tetap Melanjutkan Lumbung Pangan, Meski Gagal
Foto udara lahan untuk lumbung pangan atau food estate di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Sabtu, (8/10/2022). Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Pemerintahan Prabowo Subianto akan melanjutkan program lumbung pangan atau food estate. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengeklaim, lumbung pangan merupakan salah satu cara mewujudkan swasembada pangan.

"Kita lanjutkan yang sudah dirintis. Food estate itu untuk masa depan negara, untuk negara, untuk pangan. Ingat, ketahanan pangan ini identik dengan ketahanan negara. Pangan bermasalah maka negara bermasalah. Tanpa pangan kita tidak bisa ngapa-ngapain. Kita perbaiki (kemarin yang gagal)," ujar Amran di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, (23/10).

Menteri Andi Amran Sulaiman juga mengungkapkan saat ini Kementerian Pertanian sedang memperbaiki lumbung pangan padi di Kalimantan Tengah.

Ia mengatakan sudah ada fasilitas irigasi yang mampu mengairi 100 ribu hektare lahan sawah di sana.

"Ini Kalteng ini, ada lahan, yang irigasinya sudah ada 100 ribu hektare, bisa dikembangkan 200 ribu hektare. Itu untuk sawah padi. Sudah kita kerjakan di situ, sayang kan kalau ada irigasi masa nggak ada sawah," ucapnya.

Berdasarkan pengamatan Tim Pantau Gambut, setelah tiga tahun berjalan, ribuan hektare lahan proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah ditemukan terbengkalai. Lahan yang telah dibuka kini ditumbuhi semak belukar. Bahkan, ada ratusan hektare yang beralih menjadi perkebunan sawit swasta. Para petani mengaku menyerah menanam padi di lahan food estate setelah beberapa kali gagal panen.

Menuai Penolakan

Selain di Kalteng, pemerintah juga mengembangkan lumbung pangan di Papua, meski menuai penolakan. Aktivis Lingkungan dari Suku Awyu Papua, Hendrikus Franky Woro mengingatkan pemerintah tidak menggunakan lahan masyarakat adat atau tanah ulayat, untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) lumbung pangan food estate.

Peringatan ini ia sampaikan merespons adanya penggarapan lahan ribuan hektare untuk penanaman tebu di Kabupaten Merauke, Papua Selatan oleh pemerintah. Franky khawatir hak-hak masyarakat adat akan diabaikan dan malah tidak memberikan keuntungan bagi rakyat Papua itu sendiri.

"Saya tidak setuju dengan kehadiran baik itu perusahaan tebu, kelapa sawit. Karena investasi atau perusahaan bagian mana yang pemilik tanah adat itu sejahtera dan kaya. Dengan adanya kehadiran investasi menurut kami bukan dia membawa perubahan, tapi malah dia membawa kejahatan atau sejuta bencana. Itu bukan menjadi tuan di negeri sendiri tapi menjadi penonton di negeri sendiri," ujar Franky kepada KBR, Kamis, (25/7).

Program lumbung pangan atau food estate juga menuai penolakan dari kalangan masyarakat sipil. Hal ini dikarenakan program tersebut lebih banyak gagalnya ketimbang keberhasilannya.

Selalu Gagal

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyebut, kegagalan proyek lumbung pangan bukan terjadi kali ini saja, melainkan sejak 1996 seluruhnya gagal.

"Yang harus sebagai catatan seluruh food estate sejak 25 tahun terakhir ini gagal, karena saya sendiri terlibat di food estate tahun 96 yang proyek gambut 1 juta hektare itu, itu gagal lalu tahun 99 proyek tersebut dihentikan oleh pemerintah, lalu diadakan pemulihan lingkungan, ya, walaupun itu juga tidak berhasil karena sudah telanjur rusak berat,"  kata Andreas, Kamis, (19/1/2023).

Andreas mengatakan, kegagalan ini dikarenakan seluruh proyek lumbung pangan yang dibuat pemerintah tidak pernah memenuhi empat kaidah ilmiah atau empat pilar pengembangan lahan pertanian berkelanjutan. Yakni, kesesuaian tanah dan agroclimate, infrastruktur, budidaya dan teknologi, dan sosial ekonomi.

"Lalu, kemudian pada masa SBY dikembangkan tiga food estate yang 1 tahun 2008 itu Merauke integrated food and energy estate tahun 2008 itu hanya bagi-bagi lahan untuk 37 perusahaan besar itu luasnya 1,23 juta hektare," kata Andreas, Kamis, (19/1/2023).

Menurut Andreas, keempat pilar ini harus dipenuhi, jika ada salah satu saja tidak terpenuhi, maka bisa dipastikan proyek lumbung pangan akan gagal.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!