indeks
Cucu Daud Beurueuh: Tak Usah Tragedi 1965 Dibawa ke Internasional

Pihak yang selama ini disebut korban tak melulu dari pihak PKI.

Penulis: Quinawati Pasaribu, Ika Manan, Dian Kurniati, Ria Apriyani

Editor:

Google News
Cucu Daud Beurueuh: Tak Usah Tragedi 1965 Dibawa ke Internasional
Foto:KBR/Ika Manan

KBR, Jakarta- Zahedi Ahmad, cucu dari Teungku Muhammad Daud Beureueh menolak jika penyelesaian tragedi 1965 dibawa ke ranah internasional. Pernyataan ini merujuk pada langkah yang diambil sejumlah pegiat HAM dengan menyidangkan tragedi 65 ke Internasional People Tribunal (IPT) di Den Haag, Belanda. 

Ia mengklaim, persoalan tersebut cukup dituntaskan secara kekeluargaan. Dengan cara kekeluargaan itulah, kata dia, akan menghentikan konflik dan tak mewarisi konflik baru. 

"Sebagai salah satu garis keluarga keturunan tokoh, kami punya jaringan internasional juga. Tapi tidak akan pernah saya bawa ke dunia internasional. Saya yakin kita bersaudara, apa sih susahnya berbicara. Kita banyak tuntutan? Silakan," ungkapnya di Simposium Nasional Tragedi 1965, Selasa (19/4/2016).

Ia juga mengatakan, pihak yang selama ini disebut korban tak melulu dari pihak PKI. Sehingga katanya, pihak dari yang disebut pelaku adalah juga korban. 

"Jangan konflik terus. Tolong hargai semuanya, jadi kepada moderator, tolong kasih pihak korban dan pihak sini, adil. Kami juga punya rasa, manusia, dan punya lobi-lobi internasional," tambahnya.

Zahedi Ahmad adalah putra anggota TNI yang pada 1965 masuk dalam tim yang melakukan screening terhadap orang-orang yang dituding terlibat PKI. "Tahun 1976 kakek saya diambil di masjid oleh TNI. Tapi sebagai individu anak bangsa, kita punya tanggungjawan secara individual. Bukan turunan. Kakek saya berbuat tanggungjawab beliau, ayah saya berbuat tanggungjawab beliau. Saya berbuat, saya yang bertanggungjawab. Jangan ditarik," pungkasnya.

Internasional People Tribunal (IPT) Tragedi 1965 digelar di Den Haag, Belanda pada November tahun lalu. Dalam sidang rakyat itu, sembilan hakim menilai telah terjadi pelanggaran HAM berat. Majelis juga menyatakan pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas terjadinya kejahatan kemanusiaan.

Hakim juga yakin semua ini dilakukan dengan tujuan politik, untuk menyingkirkan PKI, simpatian PKI, juga sejumlah besar orang termasuk pendukung Sukarno. Rekomendasi hasil IPT ini akan diumumkan pada Oktober tahun ini di Jenewa, Swiss.


Editor: Malika

simposium tragedi 1965
daud beureueh
tragedi65

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...