NASIONAL

Cara Menurunkan Harga Tiket Pesawat, dan 2 Faktor Penyebabnya

Mestinya pemerintah fokus pada dua hal tadi yang dampaknya memperbesar biaya operasional maskapai.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Sindu

Cara Menurunkan Harga Tiket Pesawat, dan 2 Faktor Penyebabnya
Ilustrasi: Aktivitas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta– Pengamat penerbangan, Alvin Lie menyarankan pemerintah memangkas sejumlah pajak jika ingin menurunkan harga tiket pesawat.

Sebab menurutnya, maskapai penerbangan sudah terbebani pajak yang melekat dalam tiket hingga pembelian avtur, yang berdampak pada harga. Kata dia, ini menjadi tugas lintas kementerian guna mempertimbangkan penerapan pajak yang potensial mengerek harga tiket.

“Misalnya soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiket sudah kena, avtur kena PPN, biaya perawatan pesawat kena PPN ini menyangkut Kementerian Keuangan, mengenai impor komponen dan sebagainya juga terkait dengan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian,” tuturnya kepada KBR, Selasa, (16/7/2024).

“Kalau memang mau menurunkan harga tiket, pangkas beban-beban, biaya-biaya, dan pajak-pajak, maka itu automatis akan turun,” jelasnya.

Ragukan Satgas

Selain itu, ia juga mengkritisi rencana pemerintah membentuk satgas penurunan harga tiket pesawat. Alvin ragu satgas bisa bertugas optimal di tengah masa kerja kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lengser Oktober 2024.

Kendati demikian, dia menyarankan satgas tersebut diisi pelaku atau pihak-pihak yang terlibat atau paham dengan dunia penerbangan.

“Dari informasi yang saya dapatkan, satgas itu hanya terdiri dari unsur pemerintah, kementerian/lembaga tidak melibatkan unsur pelaku industri baik itu airline maupun airport, rasa-rasanya sih, kalau cuman dari kementerian itu kurang lengkap, datanya bisa bias,” ucapnya.

Dua Faktor Penyebab

Sementara itu, pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman mengatakan faktor naiknya harga minyak dunia dan kurs dolar turut memengaruhi kenaikan harga tiket pesawat. Oleh sebab itu mestinya pemerintah fokus pada dua hal tadi yang dampaknya memperbesar biaya operasional maskapai.

"Kenaikannya kenapa? Ya karena harga minyak dunia naik dan kurs dolar naik, tidak ada faktor lain yang mengakibatkan kenaikan yang cukup signifikan dari sisi biaya dari dua faktor itu tapi larinya ke mana mana," ucapnya kepada KBR, Selasa, (16/7/2024).

"Contoh biaya avtur, biaya avtur 40 persen dari biaya operasi, kalau komponennya itu sekarang 3.000 dolar per satu jam terbang, untuk satu pesawat (jenis) A320, itu dulu mungkin naiknya 500 dolar satu jam totalnya itu adalah 6.000 dolar satu jam terbang dengan 180 kursi itu saja sudah naik," imbuhnya.

Terbuka

Namun, ia juga menyarankan maskapai penerbangan terbuka menyampaikan informasi terkait penyebab harga tiket pesawat yang dinilai mahal.

“Airline (maskapai penerbangan) menurut saya harus berani membuka biaya (operasional) mereka berapa, kalau mereka tidak membuka biaya mereka berapa, paling tidak mereka harus bisa menjelaskan secara berkala perubahan biaya terjadi apa, perubahan dari nilai pendapatan per kursinya berapa, tranparansi infomasilah,” ucapnya kepada KBR, Selasa, (16/7/2024).

Hal itu penting sebab menurutnya dengan adanya transparansi informasi membuat masyarakat paham sebab tingginya harga tiket.

“Saya percaya dengan tranparansi informasi, masyarakat yang rasional akan paham dan itu akan meredam keluhan-keluhan masyarakat yang tidak rasional,” ucapnya.

Garuda Indonesia Bereaksi

Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia mendukung rencana pemerintah yang bakal membentuk satgas penurunan harga tiket pesawat.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mendukung satgas agar masalah tiket pesawat mahal bisa diketahui lebih jelas apa penyebabnya.

“Kami dukung (pembentukan satgas), jadi bisa dilihat struktur biaya di dalam harga tiket. Biar juga terang benderang,” ucapnya kepada KBR, Selasa, (16/7/2024).

Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menyebut harga tiket pesawat di Indonesia termahal kedua di dunia. Hal tersebut karena ada peningkatan biaya operasi pesawat terbang dan melemahnya rupiah dibandingkan dolar Amerika.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!