NASIONAL

BRIN: Konflik di Papua, Kekerasan Jangan Dibalas dengan Kekerasan

"Dengan diubahnya penyebutan KKB menjadi OPM justru akan semakin meningkatkan eskalasi kekerasan."

Shafira Aurel

Konflik di Papua
Dok. Pilot Susi Air Philip Mark Mahrtens bersama KKB pimpinan Egianus Kogoya yang menyanderanya. (Foto: ANTARA/Dokpri.)

KBR, Jakarta - Peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (P2W BRIN) Cahyo Pamungkas mendesak Pemerintah khususnya Panglima TNI mengedepankan tindakan non-militer dalam mengatasi konflik di Papua.

Ia mengatakan kekerasan tak boleh dibalas dengan kekerasan.

Meskipun Cahyo memprediksi, dengan diubahnya penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru akan semakin meningkatkan eskalasi kekerasan.

"Iya pelabelan itu kemudian harus difollow-up dengan dialog ya. Kalau sudah mengakui mereka sebagai gerakan politik Papua Merdeka ya tidak ditembak, tapi diajak berunding. Bagaimana mengatasi gerakan separatis itu dengan perundingan dengan dialog ya, tidak dengan kekerasan, dan solusinya adalah non kekerasan. Bukan dengan pendekatan kekerasan. Saya kira dialog adalah solusi yang tepat untuk melakukan dieskalasi konflik, bukan otsus, bukan pemekaran dan bukan pembangunan, tetapi adalah dialog Jakarta-Papua," ujar Cahyo Pamungkas, kepada jurnalis KBR Shafira Aurelia, Rabu (18/4/2024).

Cahyo juga mendorong pemerintah untuk berkomitmen penuh melindungi warga sipil dari ancaman bentrok yang kerap terjadi. Sebab, ia menyebut warga sipil menjadi pihak yang paling rawan terkena imbas dari konflik kekerasan antara Pemerintah dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Cahyo juga mendesak adanya evaluasi penanganan kekerasan bersenjata yang kerap terjadi di Papua.

Kini Disebut OPM

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kembali mengubah penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Ia mengatakan pengubahan penyebutan ini telah dibahas dalam rapat pada 5 April 2024. Menurutnya, penyebutan OPM ini pantas untuk mereka. Hal ini dikarenakan sudah terlalu banyaknya tindakan kekerasan yang terjadi.

Berdasarkan catatan akhir tahun Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz 2023, terdapat 209 peristiwa kekerasan kriminal bersenjata dan politik di wilayah Papua. Dari kejadian tersebut, sebanyak 79 orang tewas, terdiri dari 37 warga sipil, 20 prajurit TNI, 3 anggota Polri, dan 19 anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) tewas.

Terbaru, berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat 12 kasus kekerasan yang terjadi di Papua periode Maret-April 2024. Kasus tersebut melibatkan anggota TNI/Polri, maupun warga sipil. Dari data itu, 4 warga sipil dan 5 anggota TNI/Polri mengalami luka, 8 orang meninggal dunia (5 TNI/Polri, dan 3 warga sipil).

Baca juga:

Perubahan KKB Jadi OPM, Komnas HAM Papua Dorong Dialog Kemanusiaan

Korban Terus Berjatuhan, Komnas HAM Desak Pemerintah Evaluasi Penanganan Konflik di Papua

Editor: Fadli

  • Papua
  • kekerasan di Papua
  • Komnas HAM
  • Komnas HAM Papua
  • konflik Papua
  • Frits Ramandey
  • OPM
  • BRIN
  • Cahyo Pamungkas

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!