NASIONAL

Aturan BPN dan Mahalnya Lahan Hambat Program Rumah Murah

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai peraturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) soal sertifikat rumah dan mahalnya harga tanah menjadi pengganjal utama pembangunan rumah murah.

AUTHOR / Eli Kamilah

Aturan BPN dan Mahalnya Lahan Hambat Program Rumah Murah
rumah merah, BPN, harga tanah

KBR68H, Jakarta - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai peraturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) soal sertifikat rumah dan mahalnya harga tanah menjadi pengganjal utama pembangunan rumah murah. 


Ketua DPP Apersi, Eddy Ganefo mengatakan, peraturan BPN soal pemecahan sertifikat sebelum akad jual beli memberatkan pengembang. Sebab, pemecahan sertifikat tersebut butuh waktu dan biaya tambahan yang tak sedikit. Eddy berharap pemerintah bisa segera memberikan solusi, salah satunya dengan pemberian subsidi terhadap uang muka.


“Yang paling nyumbang terbesar adalah masalah lahan, kenaikan BBM, kemudian masalah pemecahan sertifikat oleh pertanahan. Sertifikat ini kan waktunya lama dan bisa menghabiskan biaya tinggi juga. Kemudian perizinan dari Pemda yang cukup lama. Kemudian akibat over value yang tinggi akibatnya kenaikan harga tanah. Kemudian disusul dengan kenaikan BBM, ini juga berpengaruh juga pada kita ya,” kata Eddy. 


Sebelumnya, program rumah murah di Balikpapan, Kalimantan Timur tidak bisa berjalan maksimal. Pembangunan seribu rumah murah dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) di sana hingga kini belum jelas. 


Kepala Dinas Tata Kota dan Pemukiman Pemerintah Kota Balikpapan, Muhaimin mengatakan, program ini terhambat karena persyaratan yang diajukan Kemenpera cukup memberatkan pengembang. Salah satu syarat yang ditetapkan adalah pembangunan 200 unit rumah dalam satu tahun.


Editor: Antonius Eko 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!