NASIONAL
Ancaman Inflasi di Depan Mata
Ancaman inflasi terjadi karena krisis energi, krisis pangan hingga krisis kontainer. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia akan lebih rendah, sementara laju inflasi akan meningkat tinggi.
AUTHOR / Astri Septiani
KBR, Jakarta - Harga sejumlah bahan pokok dan energi sudah mulai meningkat di dalam negeri. Hal itu menyebabkan ancaman inflasi di depan mata, meski keadaan pandemi covid-19 mulai membaik.
"Harga minyak naik, gas naik, bahan baku pupuk naik dan harga gandum juga naik, inflasi tentu saja juga makin meningkat. Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi tantangan bagi banyak negara termasuk indonesia. Tantangan-tantangan ini harus kita sikapi dengan sangat hati-hati," kata Presiden Joko Widodo pada acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).
Presiden Joko Widodo menyatakan inflasi merupakan salah satu tantangan ekonomi Indonesia, dibarengi dengan ketidakpastian global.
Selain itu mulai terjadi kelangkaan energi, kelangkaan pangan, kelangkaan kontainer serta inflasi yang tinggi di banyak negara di belahan dunia.
Baca juga:
- Economic Outlook 2022, Jokowi Soroti Kenaikan Harga Pangan dan Energi
- Harga Bahan Pokok dan Energi Naik, BI: Inflasi Masih Terkendali
Krisis Rusia-Ukraina
Jokowi menyebut, perang antara Rusia dan Ukraina juga akan memperdalam krisis ekonomi dunia dan meningkatkan ketegangan politik dunia. Hal ini, kata Jokowi, mesti diwaspadai pemerintah Indonesia.
Selain itu, lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) sudah memperingatkan negara-negara Asia akan menghadapi ancaman stagflasi (kondisi dimana inflasi yang sangat tinggi dan berkepanjangan serta pengangguran yang tinggi). Hal ini dikarenakan harga komoditas yang meningkat tinggi akibat perang Rusia Ukraina, serta risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi China.
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia akan lebih rendah, sementara laju inflasi akan meningkat tinggi. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia diperkirakan tumbuh 4,9 persen pada tahun ini, atau 0,5 persen lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Kementerian Keuangan RI menyebut kemungkinan terjadi laju inflasi yang signifikan di dalam negeri.
Analis Anggaran Ahli Madya Ditjen Anggaran Kemenkeu, Ahmad Irsan mengklaim pemerintah punya jurus untuk menghadapinya, yakni dengan memanfaatkan APBN dan memberikan bantuan perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dan rentan.
"Kenaikan laju inflasi. Per maret saja signifikan 2,64 persen year-on-year. Bahkan jika kita bandingkan dengan posisi Februari year-on-year hanya 2,06 persen. Bagaimana APBN kebijakan fiskal bisa menyerap dampak negatif seoptimal mungkin, sehingga dampak yang dirasakan masyarakat kalau bisa enggak ada. Kalau ada pun terbatas dan tidak terjadi ke masyarakat miskin dan kaum rentan. Bentuknya kita tahu, beberapa hari ini pemerintah meluncurkan program pangan salah satunya BLT pangan insentif harga minyak goreng. Kemudian mengendalikan harga kedelai, kemudian dengan anggaran-anggaran perlindungan sosial lainnya," kata Ahmad Irsan, Senin (25/4/2022).
Irsan mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mewanti-wanti kementerian dan lembaga supaya membelanjakan anggarannya dengan berkualitas sehingga alokasi APBN bisa bener-bener berdampak.
Baca juga:
- Airlangga: Beban Subsidi Meningkat Imbas Perang Rusia-Ukraina
- BI Perkirakan Inflasi 2021-2022 Masih Tetap Rendah
Bantuan sosial
Jurus perlindungan sosial itu dikomentari oleh ekonom senior, Faisal Basri. Faisal mendorong besaran bantuan sosial (bansos) ditambah.
Namun Faisal Basri meminta agar bansos diberikan berupa uang tunai sehingga bisa dibelanjakan sesuai kebutuhan. Ia juga menilai, masalah pendataan masih menjadi yang utama perlu diperbaiki.
"Jadi udah tambah aja bansosnya. Jadi nanti isinya bansos minyak goreng, bansos tahu tempe bisa jadi gitu kan. Jadi norak gitu. Dan administrasinya jadi ribet. Karena nanti ada kartunya lagi buat bantuan lain. Cara berpikirnya kok ruwet. BLT-nya dinaikkan, kemudian coverage-nya, jumlah orangnya dinaikkan. Karena kan bisa dihitung, misalnya orang yang di atasnya 10 persen di atas garis kemiskinan, barangkali 50 persennya sudah miskin sekarang. Ini dimonitor. Intinya data sebetulnya," kata Faisal pada diskusi di Youtube FITRA TV, Senin (25/4/2022).
Faisal Basri menilai, saat ini sebetulnya mudah memperbarui data tersebut, sebab bisa dilakukan survei dengan metode yang canggih. Dengan pendataan yang akurat, kata dia, program bansos bakal lebih tepat sasaran.
Selain itu, Faisal mengingatkan pemerintah, masyarakat yang "tercampakkan" ini butuh jaring pengaman sosial. Sebab, tugas negara adalah untuk memastikan masyarakat hidup dengan layak.
Baca juga:
- BI Koreksi Pertumbuhan Ekonomi di Kisaran 4,5 hingga 5,3 Persen
- Tarif PPN Naik, Ditjen Pajak Akui Inflasi Bisa Tembus 4 Persen
Optimisme disampaikan oleh Bank Indonesia yang meyakini kenaikan harga bahan pokok dan energi tak berimbas pada tingkat inflasi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berpandangan, inflasi bakal sesuai perkiraan BI yang berkisar 2 hingga 4 persen atau 3 persen plus minus 1 persen.
Perkiraan inflasi itu tak dikoreksi meski terjadi kenaikan harga-harga bahan pokok dan harga energi di dalam negeri tidak berimbas pada tingkat inflasi.
"Tidak dipungkiri tekanan geopolitik ini meningkatkan tekanan-tekanan terhadap harga. Yang sudah terjadi sekarang adalah tekanan harga-harga pangan dan juga ada tekanan harga energi. Apa yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia? terus menjaga pasokan bahan makanan. Dan Alhamdulillah inflasi kita masih terjaga secara terkendali. Dari 2,3 persen bulan lalu ya," ucap Perry dalam siaran daring, Rabu, (13/4/2022).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menambahkan, kenaikan harga bahan-bahan yang diatur pemerintah atau administered price tidak akan membuat tekanan pada inflasi, jika pemerintah mengantisipasi dengan kebijakan insentif.
Optimisme ini seiring dengan upaya pemerintah dan BI dalam menjaga tingkat inflasi. Misalnya upaya stabilisasi harga pangan melalui Tim Pengendalian Inflasi di pusat maupun daerah (TPIP dan TPID).
BI juga akan memperkuat koordinasi fiskal dan moneter agar harga-harga terkendali.
Perry mengatakan Bank Indonesia terus mewaspadai sejumlah risiko inflasi, terutama dampak kenaikan harga energi dan pangan global.
Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui TPIP dan TPID guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya.
Koordinasi dengan Pemerintah tersebut juga diperkuat untuk menjaga stabilitas harga selama bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1443H.
Editor: Agus Luqman
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!