NASIONAL

Airlangga: Beban Subsidi Meningkat Imbas Perang Rusia-Ukraina

Nah inilah yang menjadi beban bagi negara. Kita masih melihat pasca lebaran situasinya seperti apa. Kalau per hari ini, Alhamdulillah sudah mulai agak turun semua. Tetapi masih perlu kita monitor,"

AUTHOR / Sadida Hafsyah

Airlangga: Beban Subsidi Meningkat Imbas Perang Rusia-Ukraina
ilustrasi aksi damai menuntut perang Rusia-Ukraina dihentikan. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

KBR, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan tingginya harga komoditas global membuat beban subsidi meningkat.

Menurutnya, perang antara Rusia dan Ukraina juga berdampak pada peningkatan harga komoditas energi di dunia.

"Nah, tentu kalau kita hitung berdasarkan harga minyak yang naik ke USD100 dollar per barrel, subsidi kita bisa mencapai Rp300 triliun. Nah inilah yang menjadi beban bagi negara. Kita masih melihat pasca lebaran situasinya seperti apa. Kalau per hari ini, Alhamdulillah sudah mulai agak turun semua. Tetapi masih perlu kita monitor," kata Airlangga dalam Rapat Kerja Nasional Camat dalam Mendukung Penanggulangan Covid-19 Tahun 2022, Jumat (01/04/22).

Airlangga Hartarto mengungkapkan, imbas kenaikan harga komoditas global itu, pemerintah juga harus meningkatkan subsidi.

"Pemerintah tidak bisa meneruskan harga pasar langsung ke masyarakat, karena akan sangat mempengaruhi daya beli," ungkapnya.

Airlangga menambahkan, saat ini semua negara di dunia mencermati perkembangan konflik Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Kapan Harga Kedelai Turun? Ini Prediksi Kemendag

Sebelumnya pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyebut, dampak perang Rusia-Ukraina juga menyebabkan kenaikan harga pangan, jauh sebelum ramadan.

Menurutnya, pemerintah kecolongan dalam menjaga stabilitas harga pangan.

"Pemerintah belum ready untuk mengatasi kecolongan adanya relaksasi covid-19. Jangan sampai ini terus meningkat apalagi pascalebaran. Saya kira pascalebaran akan turun lagi akan mereda. Namun ada komoditas yang akan terus naik atau tinggi misalnya minyak goreng dan gandum, " kata Rusli saat dihubungi KBR, Senin (28/3/22).

Ia menilai kenaikan harga bahan pangan ini sebetulnya juga bisa jadi pertanda baik ekonomi mulai kembali bergeliat dan pemulihan ekonomi mulai berlangsung.

Namun begitu, lanjut Rusli, jika berlangsung lama maka bakal tetap berdampak kepada kenaikan inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat karena harga yang mahal.

Rusli mendorong agar pemerintah menyelesaikan permasalahan pangan hingga ke akar. Ia juga menagih janji pemerintah terkait swasembada pangan yang belum terealisasi. Rusli juga mendorong pemerintah membenahi data terkait pangan dan memastikan anggaran terkait pangan tepat sasaran.

"Beras, jelas data, alokasi subsidinya. Sekarang bagaimana dengan komoditi lain seperti jagung dan kedelai. Dengan political will pertama harus membenahi data dan anggaran mesti diperhatikan secara serius, " pungkas Rusli Abdullah.

Editor: Kurniati Syahdan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!