ARTIKEL PODCAST

Akhiri Stigma terhadap Anak dengan HIV!

"Stigma dan diskriminasi terhadap anak dengan HIV bisa menjauhkan mereka dari akses pengobatan dan dukungan yang diperlukan"

Tim Ruang Publik

Akhiri Stigma terhadap Anak dengan HIV!
Ilustrasi. (Foto: web Kementerian Kesehatan)

KBR, Jakarta - Kementerian Kesehatan mencatat kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14 ribuan kasus pada 2023. Diperkirakan tiap tahunnya ada penambahan 700-1000 kasus HIV pada anak. Padahal, pemerintah punya target eliminasi HIV/AIDS pada 2030.

Di sisi lain, banyak anak dengan HIV yang masih mendapat stigma dan diskriminasi. Ini kemudian menghambat pemenuhan hak-hak dasar mereka, termasuk mengakses layanan kesehatan. 

Kondisi ini diakui oleh Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera Surakarta. Yayasan Lentera mendirikan Rumah Lentera di Solo pada 2013 yang merupakan rumah singgah pertama di Indonesia yang menampung anak-anak dengan HIV. 

Sejak berdiri, mereka sudah berpindah lokasi sebanyak empat kali karena ditolak lingkungan sekitar. Penolakan berulang ini membuatnya bertanya tentang upaya pemerintah menghapus stigma dan diskriminasi terhadap anak dengan HIV. 

"Program-program yang bergulir ini masih belum menyentuh ke masyarakat umum, yang ternyata stigmanya masih tinggi. Kalau programnya sampai ke masyarakat, stigmanya pasti tereduksi," kata Yunus.

Saat ini Rumah Lentera merawat 36 anak dengan HIV yang sebagian besar yatim piatu. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Solo, Sumatra, Kalimantan, hingga Papua.

red


Dunia medis pun belum sepenuhnya steril dari stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Menurut founder dan Managing Director Komunitas Dokter Tanpa Stigma, Sandra Suryadana, hal ini terutama terjadi di kalangan mahasiswa kedokteran. Meski, stigma memang lebih banyak dialami pasien dewasa ketimbang pasien anak. 

"Di dalam suasana pendidikan kedokteran, pendidikan kesehatannya, ada suasana [stigma terhadap pasien HIV] seperti itu. Kita bisa bayangkan bagaimana pada saat lulus nanti akan menjadi tenaga medis yang seperti apa," jelas Dokter Sandra.

Sandra bilang, stigma dan diskriminasi terhadap anak dengan HIV bisa membuat mereka ketakutan. Hal ini berpotensi menjauhkan mereka untuk mendapatkan akses pengobatan dan dukungan yang diperlukan. 

Simak perbincangan lengkap dengan Ketua Yayasan Lentera Surakarta, Yunus Prasetyo serta founder dan Managing Director Dokter Tanpa Stigma Sandra Suryadana di Ruang Publik KBR episode Akhiri Stigma Anak dengan HIV hanya di kbrprime.id.

Baca juga:

Orang dengan HIV (ODHIV) Bisa Menikah dan Punya Anak

Catatan 2023: Perempuan ODHIV Didera Kekerasan Berlapis

  • HIV/AIDS
  • HIV
  • ADHA
  • ODHA
  • Anak dengan HIV
  • Stigma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!