indeks
Masyarakat Kathmandu Menuntut Keadilan bagi Perempuan

Desember lalu, 47 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan terjadi di Nepal.

Penulis: Rajan Parajuli

Editor:

Google News
Masyarakat Kathmandu Menuntut Keadilan bagi Perempuan
Nepal Women, Rajan Parajuli

Desember lalu, 47 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan terjadi di Nepal.

Menurut polisi, kekerasan terhadap perempuan meningkat. Tahun lalu saja terjadi lebih dari 500 kasus pemerkosaan dan 150 percobaan pemerkosaan.

Perdana Menteri Baburam Bhattarai menyebutnya sebagai 'hal yang sangat memalukan' bagi pemerintahannya.

Meluasnya kemarahan publik atas kasus pemerkosaan baru-baru ini di negara tetangga India, dan terdengarnya himbauan 'tidak terjadi lagi' di seluruh negeri, membuat masyarakat Nepal juga menyerukan agar pemerintah bertindak.

Ratusan orang turun ke jalan menyuarakan kemarahan mereka.

Sekitar 200 orang berkumpul di jalan menuju rumah Perdana Menteri, di pinggiran kota sebelah utara Kathmandu.

Para aktivis berkampanye “Occupy Baluwatar”, dengan menduduki daerah tempat tinggal sang Perdana Menteri.

Sebuah spanduk besar terpampang, berisi ribuan tanda tangan serta tulisan “mengapa kita tetap bungkam melihat kekerasan terhadap perempuan?”

Khadka Adhikari dan istrinya memegang sebuah spanduk.

Bulan lalu, anak perempuan mereka ditemukan terbujur kaku di tempat kerjanya.

Menurut Polisi, ini kasus bunuh diri; sementara Khadka yakin putrinya dibunuh.

“Mereka bilang putri saya mula-mula minum racun lalu gantung diri di kamar mandi. Bagaimana bisa seseorang melakukan itu? Cucu saya bilang ibunya akan pulang dalam setengah jam lagi tapi saya malah diperlihatkan mayat putri saya. Saya orang miskin dan tidak berpendidikan. Saya tidak tahu bagaimana jalannya penyelidikan, tapi saya yakin ia dibunuh. Saya ingin keadilan.”

Khadka berdiri di depan rumah Perdana Menteri selama dua jam sehari sejak protes itu dimulai pada 28 Desember lalu.

Banyak mahasiswa, aktivis dan pengusaha lokal bergabung dengannya mendukung aksi protes itu.

Sushmita Basnet memegang pengeras suara dan meneriakkan 'kami ingin keadilan',

Ia adalah perawat di rumah sakit pemerintah tapi ia kini memimpin satu kelompok beranggotakan 100 orang.

“Sejujurnya saya tidak pernah merasa aman dengan lingkungan sekeliling saya. Tapi dalam dua tiga bulan ini, ada sejumlah kasus HAM dan yang menjadi sorotan adalah perempuan. Saya merasa... kalau dia bisa jadi korban, saya juga. Saya jadi merasa tidak aman. Aksi ini memberi saya energi dan saya merasa berkewajiban melawan ketidakadilan ini.”

Dalam dua bulan terakhir di tahun 2012, 16 perempuan dibunuh di beberapa daerah di negara itu. Juga terjadi puluhan kasus pemerkosaan.

Tapi kasus pekerja migran Sita Rae-lah yang membuat orang-orang turun ke jalanan.

Dr Renu Rajbhandari, koordinator Aliansi Hak Asasi Manusia.

“Dia baru kembali dari tempatnya bekerja di Arab Saudi tapi barang-barangnya dijarah petugas imigrasi. Ia juga diperkosa oleh polisi yang bertugas di pusat tahanan imigrasi. Cara penyidikan kasus ini mencurigakan. Kami tidak puas. Ada kasus lain, dimana seorang perempuan berusia 18 tahun dibakar hidup-hidup di distrik Terai. Semua ini menuntut keadilan tapi Pemerintah lama sekali bertindak. Perempuan harus mendapat keadilan walau tanpa bendera politik atau organisasi manapun. “

Tujuan protes ini sederhana: jika ada banyak warga yang menyuarakan kemarahan mereka, mungkin sang Perdana Menteri bakal mendengarkan.

Sebuah surat dirancang dan diedarkan lewat Facebook and Twitter. Masyarakat diajak untuk mencetaknya, menandatanganinya lalu mengirimkannya ke Perdana Menteri.

Kampanye itu sudah menyebar ke semua distrik.

Ujwal Thapa seorang wiraswatawan di bidang IT.

“Ini fakta yang sebenarnya kalau saya tidak ingin hidup dalam masyarakat di mana setengah dari populasi menjadi korban dari yang setengah lainnya. Ini melanggar HAM dan prinsip negara damai. Saya merasa malu dengan fakta kalau pemimpin Nepal tidak melihat masalah ini sebagai hal yang utama. Sebagai warga negara, kita tidak bertanggung jawab bila hanya duduk diam saat kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi tepat di depan kita.”

Amerika Serikat menyatakan publikasi yang meluas baru-baru ini soal kasus pemerkosaan, pembunuhan dan menghilangnya para perempuan Nepal itu, telah menciptakan momentum bagi perubahan yang sebenarnya.

Setelah mengalami tekanan besar, Perdana Menteri Baburam Bhattarai akhirnya setuju membentuk komite khusus untuk menyelidiki kembali kasus-kasus terbaru kekerasan terhadap perempuan.

Dr Renu Rajbhandari ditunjuk sebagai anggota komite.

”Kami ingin perubahan struktural. Kita tahu kalau sistem saat ini tidak bisa memberikan keadilan. Pemerintah harus menjadi yang terdepan dalam mengakhiri kekebalan hukum. Pemerintah harus berkomitmen untuk mengatakan, siapa pun yang melakukan kejahatan, harus dihukum. Namun, yang terjadi adalah para penjahat itu jelas-jelas dilindungi partai politik dan sistem Pemerintahan yang rusak melindungi mereka. Butuh perjuangan panjang dan upaya bersama untuk mengakhirinya. Jika kita semua bersatu, kita bisa menantang kriminalisasi politik ini. Walau harus menanggung rasa sakit, kita akan menang. Karena suatu hari kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan.”

Tapi keesokan harinya, dia mengundurkan diri.

Merujuk pada kasus Sita Rae, dia mempertanyakan komitmen pemerintah untuk memberikan keadilan yang nyata bagi para perempuan.

”Terutama dalam kasus Imigrasi itu. Seorang perempuan diperkosa oleh petugas Pemerintahan dan Perdana Menteri meminta maaf di depan rakyat. Tapi Direktur Kantor Imigrasi itu tidak dituntut. Apa ini? Mereka harus diberhentikan karena mereka bisa saja menutupi kasusnya. Dan saya yakin sudah terjadi manipulasi.”

Aksi protes terus berlanjut.... para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak akan berhenti sampai mereka yakin pemerintah akan bertindak.

Setiap pagi ratusan orang berdiri di depan rumah Perdana Menteri sambil membawa spanduk yang membawa pesan yang sama: “Keadilan”.



Nepal Women
Rajan Parajuli

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...