Transgender di Asia berjuang demi hak-hak mereka.
Penulis: Sen Lam Radio Australia
Editor:
Komunitas transgender di Asia Pasifik menanggapi langkah kawasan tersebut terhadap HIV-AIDS.
Untuk pertamakalinya, LSM transgender diundang menghadiri symposium medis Asosiasi Profesional Dunia untuk Kesehatan Transgender di Bangkok.
Kelompok ini mengatakan, terlalu banyak anggota mereka tidak mendapat layanan pengecekan kesehatan dan pengobatan, karena diskriminasi dan stigma.
Sen Lam dari Radio Australia mewawancari Joe Wong, Juru Bicara FTMA (Fronting Trans Movement) Singapura tentang ini.
“Terabaikan karena Anda tidak bisa melihat transgender di jalanan. Mereka berubah dari lesbian, kemudian merasa tidak ingin berada di tubuh perempuan. Kemudian mereka mencoba prosedur yang berbeda untuk menyelaraskan jenis kelamin. Mereka tidak merasa seperti perempuan saat dilahirkan dan mereka akan melakukan sesuatu untuk mengubah penampilan agar terlihat maskulin. Ini tidak selalu salah dengan pengubahan alat kelamin, tetapi sederhananya seperti ummm, mendapatkan hormone, mungkin mereka sedang memperdalam suara, juga mengubah rambut dan wajah.”
Q. Joe soal HIV-AIDS, masalah apa yang dihadapi transgender di Singapura?
“Ya tidak ada layanan HIV apapun untuk transgender, tidak ada pengumuman pencegahan, tidak ada penyedia layanan kesehatan yang berbicara tentang isu-isu tersebut. Tidak banyak yang diterima komunitas gay. Itu membuat mereka enggan mengaksees layanan HIV, karena akan ada banyak tekanan mengapa Anda membutuhkan akses terhadap layanan pemeriksaan HIV. Mereka selalu ada resiko yang melekat dan masyarakat tidak peka terhadap eksistensi mereka.”
Q. Pada 1970 dan 80-an, Singapura adalah pelopor tindakan operasi pengubahan jenis kelamin di Asia Tenggara. Tetapi bagaiaman Anda menilai sikap Kementerian Kesehatan terhadap kelompok transgender?
“Sudah ada di Media, yang diketahui pemerintah hanyalah transgender dan terutama dalam industri hiburan. Tampaknya tidak ada yang bicara tentang waria. Program pencegahan selalu menyasar transgender dan tidak ada yang tergerak bahwa ada kebutuhan untuk mengenali isu-isu spesifik. Pemerintah tidak mengakui keberadaan waria di Singapura. Seperti yang saya katakan, ada gay yang berhubungan seksual dengan pasangannya. Modus utama penularan terjadi saat ada kontak antara cairan tubuh dan sperma dari pasangan mereka.”
Q. Singapura punya Bugis Street di mana pengunjungnya didominasi wisatawan asing. Mereka pergi ke sana untuk melihat cantiknya transgender. Mengenai kesehatan, apakah baik membongkar kawasan wisata tersebut?
“Tidak, Anda tidak bisa menghancurkannya dan berharap mereka akan pergi. Mereka pindah, itu akan lebih sulit karena Anda tidak tahu mereka pindah ke mana. Itu membuat Anda sulit menjangkau mereka, ketika ada program pencegahan. Saya pikir itu menyulitkan kita menjangkau kelompok yang beresiko tinggi terhadap HIV. Tidak seorang pun punya hak untuk memberitahu Anda mengenai apa yang harus Anda lakukan. Setiap orang bertanggungjawab terhadap kenyamanannya sendiri, juga soal gender. Anda hanya perlu melakukan apa yang perlu Anda lakukan dan kita hanya perlu menjangkau mereka.”