indeks
Java Jazz Festival Dan Pariwisata Kita

Banyak cara membujuk wisatawan asing untuk datang ke Indonesia. Apalagi negara kita begitu kaya dengan berbagai tujuan wisata. Mulai dari destinasi paling terkenal seperti Bali yang tak pernah kering dengan atraksi wisata seni dan budaya hingga pesona ala

Penulis: KBR68H

Editor:

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Java Jazz Festival Dan Pariwisata Kita
java jazz, pariwisata

Banyak cara membujuk wisatawan asing untuk datang ke Indonesia. Apalagi negara kita begitu kaya dengan berbagai tujuan wisata. Mulai dari destinasi paling terkenal seperti Bali yang tak pernah kering dengan atraksi wisata seni dan budaya hingga pesona alam yang tak kalah indahnya dengan daerah lain. Hal serupa bisa kita temui di kawasan lain mulai dari Aceh dan Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Nusa Tenggara, Sulawesi, sampai Papua. Seluruhnya punya daya tarik sendiri-sendiri.


Tapi tahukah Anda berapa jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia? Tahun lalu Indonesia mematok target delapan juta wisatawan asing datang ke Indonesia. Tahun ini target itu naik sejuta menjadi sembilan juta wisatawan. Salah satu event yang digadang-gadang bakal mendatangkan wisatawan asing adalah penyelenggaraan Forum Ekonomi Asia Pasifik (APEC ) dan Miss World yang bakal diselenggarakan di Bali.


Pencapaian delapan juta wisatawan asing tahun lalu memang layak diapresiasi. Kedatangan para turis asing ini setidaknya telah menyumbang 9 miliar dolar AS. Namun jika dibandingkan dengan negara tetangga, sesungguhnya jumlah turis asing yang masuk ke Indonesia terbilang kecil. Tak usah melihat Singapura, negara kecil yang sukses menjadi tujuan wisata bagi wisatawan seluruh dunia karena begitu pintarnya mereka mengemas setiap event sekecil apa pun agar menarik orang luar untuk datang.


Namun tengoklah Malaysia. Dengan jargon “Truly Asia” yang iklannya ada di mana-mana, termasuk di media massa internasional, negara ini tahun lalu berhasil menarik 25 juta wisatawan asing. Padahal apa kelebihan Malaysia dibanding Indonesia? Kultur melayu hampir sama, keindahan panorama justru lebih bagus di Indonesia, tapi kenapa kita kalah?


Barangkali letak soalnya ada pada pemasaran. Kita amati begitu banyak event diselenggarakan, tapi satu sama lain sering tak terkoneksi dengan baik. Manajemen kepariwisataan kita masih acap jalan sendiri-sendiri. Tak heran kalau dalam sebuah event yang sebenarnya memiliki daya tarik, akhirnya hanya dirubung orang-orang sendiri. Biaya yang dikeluarkan pun tak sebanding dengan tujuan penyelenggaraan event itu sendiri.


Jumat pekan lalu hingga semalam ada hajatan besar di Jakarta. Namanya Java Jazz Festival. Ini ajang tahunan festival musik yang diikuti ratusan musisi kelas dunia. Sebut saja sedikit di antaranya Lee Ritenour, penyanyi Joss Stone, Lisa Stansfield, Stanley Clarke, hingga Indra Lesmana yang asli Indonesia.


Mestinya acara kelas internasional ini mampu menarik pengunjung dari seluruh dunia. Event seperti Java Jazz Festival seharusnya bisa menjadi titik masuk bagi orang asing untuk tak langsung pulang usai menikmati musik. Di sinilah manajemen kepariwisataan bicara. Mereka bisa diarahkan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat lain di Indonesia sejak sebelum berangkat. Makin lama mereka tinggal di sini, makin besar uang yang bakal mereka belanjakan.


Tentu semuanya butuh pengorganisasian yang baik. Termasuk menghilangkan berbagai kebiasaan yang mengganggu, misalnya memaksa turis untuk membeli barang-barang suvenir. Kepariwisataan kita sudah mendesak untuk ditata lebih rapi dan profesional. Kalau semua tertata, target mendatangkan 9 juta wisatawan asing akan tampak sebagai target kecil. Dan kita tak perlu ngiri lagi dengan Malaysia yang berhasil menarik 25 juta turis asing dalam setahun.

java jazz
pariwisata

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...