NASIONAL

Wakil Ketua DPR: RUU Penyiaran Semestinya Tak Melarang Penayangan Investigasi Jurnalistik

"Iya, seharusnya enggak dilarang tapi impact-nya saja yang bagaimana caranya kita pikirin,"

AUTHOR / Muthia Kusuma, Astry Yuana Sari

Sufmi Dasco
Ilustrasi Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad (FOTO: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

KBR, Jakarta- Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menilai penayangan investigasi jurnalistik semestinya tidak dilarang di draf revisi Undang-Undang Penyiaran. Kata dia, Komisi bidang Komunikasi dan Informatika (I) DPR akan berkonsultasi untuk mengatur penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Politikus Gerindra itu memastikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menampung masukan berbagai media terkait Revisi Undang-Undang Penyiaran sebelum beleid itu disahkan.

"Dan, ya, namanya juga hal yang dijamin undang-undang, ya, mungkin kita akan konsultasi dengan kawan-kawan supaya semua bisa berjalan dengan baik itu loh. Haknya tetap jalan, tapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisasi. Iya, seharusnya enggak dilarang tapi impact-nya saja yang bagaimana caranya kita pikirin," ucap Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (14/5/2024).

Sufmi Dasco Ahmad menambahkan, DPR akan mengupayakan agar penayangan eksklusif jurnalistik investigasi berisi informasi yang benar.

"Supaya kemudian jangan sampai kan itu kan kadang-kadang kalau enggak semua kan ada juga yang sebenarnya hasil investigasinya benar, tapi juga kemudian juga ada yang kemarin kita lihat juga investigasinya separuh benar," imbuhnya.

Ditargetkan Rampung

April lalu, Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan, dewan periode ini akan segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau Revisi UU Penyiaran. Menurutnya, proses revisi sudah memakan waktu cukup panjang.

"Undang-Undang Penyiaran akan segera kita rampungkan sesuai dengan proses yang berlaku. Masukkan dari para stakeholder baik pemerintah masyarakat sipil dan juga dari industri akan kita tampung untuk kita sempurnakan undang-undang ini," kata Dave kepada KBR, Kamis, (25/4/2024).

Proses revisi UU Penyiaran sudah dilakukan sejak 2012 untuk mengubah UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran. Alasannya, UU Penyiaran yang ada dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat dan teknologi saat ini. Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono berharap revisi UU Penyiaran bisa rampung sebelum akhir periode DPR 2019-2024.

"Kita tentu berharap di penghujung masa jabatan kita nanti di periode ini dapat selesai, sehingga menjadi salah satu prestasi DPR periode ini," imbuhnya.

Berpotensi Memberangus Kebebasan Pers

Namun, draf Revisi UU tentang Penyiaran menuai kritik berbagai pihak, salah satunya Dewan Pers. Revisi dinilai dapat memberangus kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan, RUU Penyiaran hanya mempersulit dan membatasi ruang gerak jurnalistik. Sebab, tak ada alasan mendasar menghambat ekspresi insan pers, termasuk penayangan karya jurnalistik investigasi.

Yadi mengatakan, larangan menyiarkan konten eksklusif jurnalisme investigasi sebagaimana dimuat draf Pasal 50B Ayat (2) RUU Penyiaran tidak sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau seandainya ada larangan tersebut ini sama saja dengan membatasi kebebasan pers, dan ini berbahaya. Saya tidak paham kenapa mesti ada pasal ini. Pasal ini berpotensi membatasi kerja jurnalistik, merenggut kebebasan pers, dan juga melemahkan kinerja pers dalam mengontrol proses demokrasi yang ada di negara kita,” ujar Yadi kepada KBR, Minggu, (12/5).

Pasal 50B Ayat (2) RUU Penyiaran Pers juga melarang penayangan isi siaran dan konten siaran menayangkan hal yang mengandung unsur mistik, pengobatan supranatural, serta rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran atau platform digital.

Selain itu, aturan itu juga akan melarang konten siaran yang subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital penyiaran.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!