Diskusi Psikologi

ARTIKEL PODCAST

Bumi Memanas Bikin Kena Mental dan Emosional?

"Makin Sadar soal Perubahan Iklim, Malah Makin Takut?"

Berbicara soal kesehatan mental dan makanan yang mempengaruhinya

KBR, Jakarta- Pernahkah anda uring-uringan saat suhu udara meningkat? Atau pernahkah merasa kalau panas menyengat bawaannya emosional?

Padahal, belakangan ini panas ekstrim melanda beberapa negara di dunia. Salah satunya Arab Saudi. Pihak Saudi bahkan mengumumkan kalau peribadahan haji tahun ini menghadapi tantangan suhu panas. Suhu maksimum rata-ratanya mencapai 44 derajat Celsius.

Sedangkan di India, suhu panas bisa mencapai hampir 50 derajat Celsius nih. Sementara di Jakarta yang suhunya rata-rata sekitar 32-33 derajat Celsius saja, sudah banyak keluhan disampaikan warga lewat sosial media.

Tim Publik Relation dari Youth for Claimate Change (YFCC), Zalfa Alfianisa mengibaratkan panasnya suhu bumi di berbagai belahan dunia sebagai bumi yang sedang sakit. Dia menekankan kondisi perubahan iklim yang mengakibatkan gelombang panas sudah sangat darurat.

"Apalagi di Thailand kena gelombang panas, di Filipina aku dengan 42 derajat Celsius. Di Indonesia juga rentan kena gelombang panas, dan Indonesia kan paru-paru dunia. Kalau nggak ditangani secara bertahap, nanti bakal menimbulkan kerugian yang cukup besar. Baik ekonomi dan eksosistem alam," ungkapnya dalam Podcast Diskusi Psikologi "Disko".

Baca juga:

- Gampang Stress, Bagaimana atasinya?

Tekanan Finansial jadi Tekanan Mental?

Berhadapan dengan Ekspektasi Orang Lain

Zalfa menambahkan, tak cuma rasa gerah saja yang menjadi dampak dari kenaikan suhu bumi, tapi juga berdampak pada kebutuhan dasar manusia.

"Ber-impact ke kita manusia ke depannya. Daerah pertanian menjadi rusak, ketahanan pangan akan ber-impact. Ekonomi juga jadi gak bergerak," ujarnya.

Gelombang panas ini juga memiliki beberapa bahaya kesehatan, yaitu dehidrasi, hipertemia, heat exhaustion, hingga heatstroke.

Kata Zalfa, masyarakat bisa melakukan langkah kecil untuk menanggulangi perubahan iklim ini. 

"Kalau dilakukan setiap hari, mengubah life style. Kalau aku sehari-hari cukup sederhana. Pertama mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Kalau nge-charge HP semaleman, listrik terus tersalur ke HP kita. Itu kan gak boleh ya, mesti hemat penggunaan listrik. Lampu juga kita matikan, pas tidur. Terus ke Jakarta, ke kantor menggunakan kendaraan umum,"


Diskusi Psikologi

Tim Publik Relation dari Youth for Claimate Change (YFCC), Zalfa Alfianisa

Psikolog klinis di Personal Growth, Mutiara Maharini tak menampik, kalau cuaca panas tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental.

"Ini hal yang bagus kalau kita aware, kalau ada perubahan iklim nih. Tapi kita perlu menyalurkan energi yang kita punya untuk membantu perbaikan perubahan iklim," kata Mahari.

Untuk tahu lebih lanjut soal dampak perubahan iklim terhadap kesehatan mental kita, yuk didengarkan podcast Disko (Diskusi Psikologi) di link berikut: