NASIONAL

Korban Kekerasan Seksual, Banyak Kendala untuk Aborsi Aman

Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana tetap diperlukan untuk pengimplementasian di lapangan yang lebih optimal.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / R. Fadli

Aborsi
Ilustrasi Aborsi. (Foto: Getty Images/Smitt/cnnindonesia.com)

KBR, Jakarta - Kalangan Istana mengeklaim Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang membolehkan praktik aborsi, sudah berperspektif korban.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brian Sri Prahastuti menyebut, meski aturan itu sudah berperspektif korban, namun petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana tetap diperlukan untuk pengimplementasian di lapangan yang lebih optimal.

"Maka sebelumnya dia sudah sejalan, sudah berperspektif korban sejalan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 tahun 2022. Karena ini kan melihat juga aborsi yang aman menjadi hak dari perempuan, ketika dia menjadi korban kekerasan seksual atau ketika ada kondisi medis yang mengancam jiwa perempuan yang sedang hamil. Ini sudah jelas sangat berperspektif korban ya," ujar Brian kepada KBR Media, Kamis (1/8/2024).

Menurut Brian lagi, aturan yang perlu diperjelas dalam petunjuk teknis yakni, dimana fasilitas pelayanan kesehatan rujukan lanjut yang dapat melaksanakan aborsi aman ini.

Selain itu, Brian mengatakan perlu ada petunjuk teknis untuk penyidik mengeluarkan surat rekomendasi aborsi bagi korban kekerasan seksual dan kondisi medis tertentu. Hal ini perlu jelas dan cepat, sebab pelaksanaan aborsi berpacu pada waktu kehamilan.

"Semakin cepat dilakukan akan semakin aman, karena tujuannya menyelamatkan ibu. Jadi sampai waktu kapan polisi ini harus menyegerakan mengeluarkan surat ini. Nah ini yang belum diatur," katanya.

Selama ini, Brian menyebut, fasilitas kesehatan terkendala minimnya infrastruktur dalam melakukan aborsi aman bagi korban kekerasan seksual dan kondisi medis tertentu.

Namun, ia juga mengkhawatirkan prosedur aborsi lambat pada proses pemberian surat keterangan dari kepolisian. Karena itu, Brian mendorong koordinasi dan kolaborasi yang masif dalam implementasi PP ini.

Sebelumnya, pemerintah membolehkan praktik aborsi bersyarat lewat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang sudah diteken Presiden Joko Widodo.

Terdapat dua kondisi tertentu untuk melakukan aborsi, yakni indikasi kedaruratan medis, dan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Baca juga:

Ditunggu, Juknis PP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan

DPR Kritik Pelarangan Penjualan Rokok Ketengan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!