"Ketika skema investasi itu menjadi lebih besar ada di dalam logikanya pemerintah, maka saya pikir pengorbanan masyarakat itu pasti akan jauh lebih tinggi,"
Penulis: Astri Yuanasari, Heru Haetami, Resky Novianto
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Perikanan (Kiara) menilai, proyek tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang akan dibangun untuk mengatasi penurunan muka tanah di pesisir utara Pulau Jawa adalah solusi palsu yang tidak akan efektif.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kiara, Susan Herawati mengatakan, rencana pembangunan giant sea wall di Pantura Jawa hanya akan dijadikan lahan proyek-proyek pemerintah namun tidak mengatasi masalah yang sebenarnya terjadi.
"Kayak gimmick untuk mendatangkan potensi proyek-proyekan pemerintah ya, karena kita tidak melihat bahwa ada basis argumentasi yang kuat kenapa giant sea wall yang dipilih untuk merespon tenggelamnya Pantura Jawa,” kata Susan kepada KBR, Kamis (7/11/2024).
“Nggak bisa kita melihat itu sebagai satu hal yang parsial, kita mau ngomongin soal desa-desa tenggelam di Demak misalkan ya, kita mau tahan itu pakai giant sea wall sampai berpuluh-puluh meter kalau kemudian terus daratannya dieksploitasi dengan pembangunan pabrik, mall dan lain-lain, otomatis kita akan tetap tenggelam ujung-ujungnya," imbuhnya.
Susan menambahkan, Kiara juga menyesalkan sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengeluarkan izin konsesi pengelolaan hasil sedimentasi yang ada di daerah pesisir utara Jawa, seperti Demak, Pati hingga Jepara.
"Saya rasa itu akan sama aja bohong gitu ya. Kan nggak masuk akal ya kita coba untuk tahan arus dari dari laut tapi di pesisirnya kita keruk, di lautnya juga kita keruk pasirnya, dengan alasan sedimentasi,” tutur Susan.
“Sudah pasti itu akan terjadi amblas di laut itu. Dan artinya kan jadi pertanyaan bagaimana kita mau bangun giant sea wall, tapi laut kita amblas,"imbuhnya.
Arahan Presiden Prabowo
Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan rencana pemerintah membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall Jakarta-Gresik.
AHY menyebut adanya arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk mencermati pembangunan giant sea wall.
Dia bilang mengatakan tujuan dibangunnya tanggul laut raksasa di Indonesia ini bermula dari area-area yang rentan terjadi pengikisan pantai atau abrasi. Bahaya abrasi ini, lanjut AHY, diutarakan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan.
“Ini adalah Project yang luar biasa, harus dipastikan sekali lagi rencananya matang betul. Tapi yang jelas membangun giant sea wall itu tujuannya pertama-tama adalah menyelamatkan manusia, tapi juga secara lingkungan kita berharap sustainable disamping juga nilai ekonomi luar biasa yang dihasilkan dari project itu. Kita harus melakukan studi secara cermat,” kata kata AHY di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Kamis (31/10/2024).
AHY menyebut pemerintah menyadari penggarapan proyek ini tentu harus disertai dengan perencanaan yang matang. Terlebih pembangunan tanggul laut raksasa juga diharapkan dapat menghasilkan nilai ekonomi.
Dukungan Kementerian PU
Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, mengatakan adanya keseriusan membangun giant sea wall berdasarkan arahan presiden.
Menurut Dody, penurunan muka tanah di Jakarta saat ini sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, untuk permulaan, dia berencana membangun tanggul laut raksasa tersebut yang membentang dari Jakarta hingga Bekasi.
Dody juga menyebut besarnya peluang swasta untuk masuk di dalam pembangunan tersebut.
“Kami dari PU beberapa kesempatan diminta lebih serius lagi, lebih cepat lagi untuk bisa membangun giant sea wall minimum di area Jakarta sampai Bekasi. Kira-kira 20 sampai 30 kilometer. Tapi juga mungkin karena keterbatasan anggaran mungkin kami bakal lebih banyak melibatkan swasta,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI pada Rabu (30/10/2024).
Pada awal Januari 2024 lalu, Prabowo yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan mengatakan, pembangunan giant sea wall perlu diwujudkan, terutama untuk menyelamatkan sekitar 50 juta masyarakat yang tinggal di pantai utara Jawa.
Namun demikian, pembangunan giant sea wall memerlukan waktu panjang yang diperkirakan bisa mencapai 40 tahun. Adapun perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk membangun giant sea wall tahap pertama mencapai Rp 164 triliun.
Desakan Walhi
LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah Prabowo Subianto membatalkan rencana pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall
di Pantai Utara Pulau Jawa.
Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Suci Fitriah Tanjung mengatakan, ambisi proyek tersebut bukan upaya penyelamatan lingkungan melainkan sarat kepentingan investasi.
"Ketika skema investasi itu menjadi lebih besar ada di dalam logikanya pemerintah, maka saya pikir pengorbanan masyarakat itu pasti akan jauh lebih tinggi. Pengorbanan masyarakat dan apa yang dikorbankan dalam konteks lingkungan hidup dan lain sebagainya itu pasti akan jauh lebih tinggi,” ucap Suci kepada KBR, Kamis, (7/11/2024).
“Jadi saya pikir ini perlu dikaji ulang, bahkan kedesakan kami sejak 2015 itu sangat tegas mengatakan bahwa giant sea wall, proyek NCICD dalam fase B dan fase C itu harus dibatalkan. Karena sejatinya sangat tidak sesuai dengan upaya-upaya untuk penyelamatan lingkungan hidup dan juga perlindungan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil,” tegasnya.
Suci Fitriah Tanjung mengungkap, selama ini wilayah pesisir utara Jawa, dari Banten sampai Jawa Timur, dibebani izin industri skala besar yang menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah secara cepat.
"Uji lagi, sejauh mana penegakan hukum terhadap ekstraksi air tanah yang dilakukan industri. Yang mengambil, yang mengekstrak air tanah 40 meter di bawah permukaan tanah. Ya sidak dilakukan berkali-kali, tapi tidak ada upaya penegakan hukum yang transparan yang dilakukan oleh pemerintah." katanya.
Menurut Suci, jika Pemerintah ingin menghentikan penurunan muka tanah di pesisir utara Jawa, solusinya bukan dengan membangun tanggul laut raksasa.
Pemerintah justru didorong mengevaluasi dan mencabut berbagai izin industri besar di sepanjang pesisir utara Jawa.
"Jadi ini bukan cuma persoalan bahwa ada persoalan lingkungan hidup. Ada kemudian masyarakat yang terancam, tetapi juga ada aspek-aspek penegakan hukum yang lemah dari pemerintah. Sehingga solusi-solusi itu tidak terbayang bisa diambil, kecuali untuk urusan-urusan yang bisa memberikan peluang investasi sebesar-besarnya," katanya.
Suci menilai, dampak buruk pembangunan tanggul laut raksasa itu sangat besar terhadap kerusakan lingkungan dan masyarakat yang berada di pesisir dan pulau-pulau kecil. Salah satunya profesi nelayan.
"Karena bicara soal nelayan, hari ini itu bukan hanya soal profesi orang yang cari uang, itu juga aspek kultural, kekhasan masyarakat pesisir di Indonesia. Jadi kalau pemerintah tetap mau menggalakkan proyek ini atau tetap mau memaksakan proyek ini, kita akan menghadapi penurunan jumlah nelayan yang hari ini juga sudah signifikan angkanya," pungkasnya.
Baca juga:
- Proyek Tanggul Rob di Semarang, Jokowi: Tahan Banjir 30 Tahun