"Seolah-olah karena ada MK, DPR merasa punya ..."
Penulis: Resky Novianto, Naomi Lyandra
Editor: Sindu


KBR, Jakarta- DPR dinilai gagal menghasilkan produk undang-undang berkualitas, salah satu contohnya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Beleid ini baru disahkan Selasa, 18 November 2025, meski diwarnai beragam penolakan berbagai elemen masyarakat.
Mereka beralasan, pembahasan UU itu tak partisipatif, dan ada sejumlah pasal di KUHAP yang dianggap bakal menyasar semua orang sebagai korban.

Menanggapi protes itu, DPR menganjurkan masyarakat melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika tak setuju hasil revisi. Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal, sehari sebelum pengesahan KUHAP.
"Kalau memang enggak setuju dengan isinya, bisa melalui judicial review," katanya di gedung DPR RI, Senin, 17 November 2025, mengutip Kompas.com.

Apa yang disampaikan politikus PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, menjadi pengakuan gagalnya DPR dalam menghasilkan produk undang-undang berkualitas. Begitu menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
“Mereka gagal memanfaatkan kewenangan mereka di bidang legislasi untuk menghasilkan UU yang berkualitas. Seolah-olah karena ada MK, DPR merasa punya pembenaran untuk menghasilkan legislasi yang buruk,” ujar Lucius kepada KBR, Rabu, (19/11/2025).

Lucius menyoroti dan mengamini kondisi legislasi buatan DPR yang cenderung berkualitas rendah. Itu sebab, masyarakat sipil terpaksa melakukan uji materi ke MK.
“Walau ada kekhawatiran kerja politik DPR bisa memengaruhi MK, (tetapi) beberapa putusan MK terakhir mampu memberikan harapan di mana MK cukup punya independensi dalam menguji materi UU,” tuturnya.
Lucius berharap, jika ada gugatan terkait KUHAP terbaru, maka hakim MK bisa memberikan putusan yang adil.
“Berujung pada koreksi terhadap UU KUHAP yang membawa persoalan mendasar di dalamnya,” tegasnya.

DPR Gagal Memenuhi Harapan Publik
Selain itu, kemaslahatan produk legislasi tersebut bagi masyarakat juga dipertanyakan, jika DPR mempersilakan judicial review.
Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya, Ladito R. Bagaskoro menyebut, DPR masih membutuhkan lembaga lain untuk memeriksa ulang produk UU mereka.
“Kalau cukup pede, tidak mungkin ini (silakan, red) di-judicial review. Kalau diserahkan kepada instansi lain untuk pengecekan ulang, berarti ada sesuatu yang tidak selesai di situ,” ujarnya dalam gelar wicara Ruang Publik KBR, Selasa, (18/11/2025).
Ladito menambahkan, KUHAP jangan hanya menjadi PR legislatif semata. Sebab, ada sejumlah lembaga dan elemen masyarakat sipil yang perlu benar-benar diakomodasi suaranya secara konkret.
“Reformasi hukum acara pidana perlu berfokus kepada penguatan HAM, memperluas judicial review nya dan membatasi kewenangan penegakan hukum,” ujarnya.
Ladito turut mengajak masyarakat ambil peran demi kebenaran. Menurutnya, KUHAP terbaru dianggap berbahaya karena mengabaikan masukan pakar dan akademisi.
“Kapan saja kita bisa menjadi korban. Saya berharap semua rakyat Indonesia ikut menyuarakan untuk membatalkan pengesahan RUU KUHAP ini,” pungkasnya.

MK Banyak Anulir Produk Legislasi Buatan DPR
Mengutip laman Mahkamah Konstitusi (MK), ada 196 putusan pengujian undang-undang (PUU) sepanjang periode Januari hingga September 2025.
Dari jumlah tersebut, 26 permohonan dikabulkan, 69 ditolak, 70 tidak dapat diterima, 28 ditarik kembali, dan 3 perkara dinyatakan gugur
Angka tersebut sudah melampaui jumlah pengujian UU yang masuk ke MK pada 2024, yakni sebanyak 189 perkara.

KUHAP Disahkan DPR
Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 menyetujui revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih," kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, (18/11/2025).
Pengesahan dilakukan setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pandangan dan persetujuannya terhadap RUU KUHAP yang telah rampung dibahas Komisi Hukum (III) DPR.

Kapan KUHAP Berlaku?
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan, KUHAP akan berlaku awal tahun depan, bersamaan dengan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
"Dengan berlakunya KUHP kita di tahun 2026, 2 Januari yang akan datang, sekarang KUHAP-nya juga sudah siap. Jadi, otomatis dua hal ini, hukum materiil dan formilnya itu dua-duanya sudah siap," kata Supratman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, (18/11/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut dia, KUHAP yang baru secara umum akan langsung berlaku dan tinggal menunggu pengundangan. Nantinya, bakal ada peraturan pemerintah (PP) turunan KUHAP yang dibentuk dalam waktu dekat.
Beda KUHAP dan KUHP
KUHAP adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan KUHP ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keduanya berperan penting dalam mengatur proses peradilan pidana serta tindak pidana, dan tak bisa dipisahkan.
Mengutip klikhukum.id, KUHP ialah aturan-aturan yang mengatur tentang perbuatan apa saja yang dianggap melanggar hukum, dan layak disanksi pidana.
KUHP meliputi berbagai jenis tindak pidana mulai ringan hingga kejahatan berat. Di dalam KUHP juga dijelaskan jenis hukuman yang dapat dijatuhkan, semisal pidana penjara, denda, atau hukuman mati.
KUHP juga mengatur tingkat kesalahan, mulai dari kesengajaan hingga kelalaian. Aturan tingkat kesalahan ini penting lantaran hukuman yang diputuskan kerap kali bergantung niat pelaku dalam melakukan perbuatan pidana.

KUHAP
Sedangkan KUHAP adalah hukum pidana formil yang mengatur tata cara penegakan hukum dalam proses peradilan pidana. Mulai dar penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan sampai putusan, hingga upaya hukum seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali (PK).
KUHAP berperan penting untuk menjamin keadilan, transparansi, dan perlindungan hak-hak semua pihak yang terlibat proses hukum. KUHAP berfungsi sebagai pelindung hak-hak semua pihak yang terlibat proses hukum, termasuk hak tersangka, terdakwa, serta hak perlindungan korban.
KUHAP mengatur hak-hak korban kejahatan, seperti hak untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus dan hak untuk perlakuan yang manusiawi selama proses hukum. Di sisi lain, KUHAP menjamin hak terdakwa dan tersangka untuk tidak diperlakukan sewenang-wenang, serta hak untuk mendapatkan pembelaan.
Baca juga:





