ragam
Pendar Pesan Ekologi Natal

Kita juga diajak memikirkan korban-korban perusakan lingkungan (yang dilakukan) oleh industri ekstraktif

Penulis: Lea Citra

Editor: Ninik Yuniati

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Pendar Pesan Ekologi Natal
Dekorasi pohon Natal dari botol plastik bekas di halaman Gereja Katedral ST Theresia Padang, Sumbar. (ANT/Iggoy)

KBR, Jakarta - Tema Natal 2024 "Marilah Kita ke Bethlehem" juga dimaknai sebagai ajakan untuk menyelamatkan lingkungan. Menurut Pendeta Jimmy Sormin, kelahiran Yesus Kristus merupakan misi Tuhan untuk menyelamatkan dunia. Karenanya, ajakan untuk kembali ke tempat kelahiran Yesus adalah ajakan mengikuti ajaran Tuhan. Cakupannya tak hanya melingkupi relasi dengan manusia, tetapi juga alam.

"Kita juga diminta menjadi kawan sekerja Allah dalam misi menyelamatkan dunia dari segala ketidakadilan, kepunahan, kerusakan yang masif," kata Jimmy yang merupakan Sekretaris Eksekutif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) ini.

Momen Natal menyadarkan pula tentang pentingnya mengubah cara pandang manusia terhadap alam. Jimmy bilang, manusia bergantung pada alam, sehingga kelestariannya mesti dijaga.

"Kalau bahasa kasarnya, bahkan alam tanpa manusia bisa hidup, tapi manusia tanpa alam, enggak bisa hidup," imbuhnya. 

Dampak nyata perubahan iklim, bumi yang mendidih, krisis pangan, adalah sederetan isu penting, tetapi kerap diabaikan. Natal menggugah umat agar resah dengan situasi lingkungan yang rusak.

"Kita juga diajak memikirkan korban-korban perusakan lingkungan, oleh industri ekstraktif. Gereja punya tanggung jawab iman dan sosial untuk melakukan perubahan," Jimmy menekankan.

Baca juga:

KWI Bicara Makna Natal 2024

Setara: Kebebasan Beragama Memburuk, Negara Berperan

Rahma Sofiana, Ummah for Earth Project Lead, Greenpeace Indonesia mengapresiasi masuknya tema lingkungan dalam perayaan hari besar keagamaan. Menurutnya, tokoh atau komunitas agama punya andil besar untuk menumbuhkan kepedulian terhadap kelestarian alam. Hal itu bisa dibangun melalui pengajaran agama.

"Kita harusnya mulai mendorong tokoh-tokoh agama membicarakan isu gerakan lingkungan, dampak krisis iklim di ceramah-ceramah atau di khotbah-khotbah. Karena memang kelompok agama sebenarnya cukup signifikan untuk membawa perubahan," kata Rahma.

Isu lingkungan merupakan isu bersama, tak pandang latar belakang. Karenanya, kolaborasi lintas iman (interfaith) sangat penting dalam upaya penyelamatan bumi. Rahma menyebut memang sudah ada gebrakan berupa komitmen bersama antarumat beragama, misalnya Deklarasi Istiqlal, saat Paus Fransiskus berkunjung ke Indonesia. Namun, gaung komitmen itu belum terdengar luas hingga ke bawah.

"Jadi memang harus lebih didorong lagi dan pemimpin agama memiliki peran penting, karena mereka adalah salah satu orang yang didengarkan oleh jemaahnya. Ketika ada perubahan dari para pemuka agama, itu mungkin bisa dijadikan sebagai contoh untuk mereka (jemaah) bisa lebih memahami lagi hubungan dengan lingkungan," tegasnya.

Dengarkan obrolan lengkapnya di What's Trending episode "Pendar Pesan Ekologi Natal" di KBR Prime, Spotify, Noice, dan platform mendengarkan podcast lainnya. 

Natal
gereja
ekologi
Lingkungan
Yesus Kristus

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...