Wapres menegaskan bakal meminta penjelasan pihak terkait atas isu tersebut.
Penulis: Muhammad Rifandi Fahrezi
Editor:

KBR, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin turut mencermati isu mengenai menu makanan pencegahan stunting di Depok, Jawa Barat. Menu itu menjadi sorotan karena dianggap tidak memenuhi gizi dan jauh dari anggaran yang ditetapkan.
"Iya, kita (pemerintah) sudah ada anggaran dan kemudian sudah ada korlap lapangan-nya, yaitu Ketua BKKBN dan seluruh jajaran," jelas Wapres dalam keterangan pers usai menghadiri Rapat Paripurna Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2023, di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Wakil Presiden menyatakan, selama ini pemerintah melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Koordinator Pelaksana di lapangan, terus melakukan pengawasan terhadap implementasi program stunting di berbagai daerah.
Wapres menegaskan bakal meminta penjelasan pihak terkait atas isu tersebut, dan memantau pemberian makanan pencegahan stunting di seluruh daerah. Dalam kunjungan kerja ke berbagai wilayah di Indonesia,
Dikutip ANTARA, Wapres mengeklaim, sering memantau pelaksanaan program stunting. Selama ini terlihat menu makanan yang diberikan sudah cukup bagus.
Sebelumnya, viral video yang memperlihatkan menu makanan pencegahan stunting di Depok, Jawa Barat hanya berupa nasi, sayur sawi, tahu, dan daging olahan saja.
Baca juga:
- Desa Kunci Sukses Percepatan Penurunan Stunting
- Ribuan Anak di Pedalaman Aceh Alami Stunting
FITRA Dorong Evaluasi Anggaran Stunting
Sementara itu, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi mendorong evaluasi terkait mekanisme tata kelola alokasi anggaran penurunan stunting. Terutama kepada tiga kementerian terlibat yakni Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Semuanya di bawah koordinasi Wakil Presiden.
Baidul menambahkan, anggaran stunting pada September 2023 sebesar Rp22 triliun yang tersebar ke beberapa kementerian.
Hal itu otomatis harus ada kerja sama lintas sektor kementerian untuk menurunkan prevalensi stunting.
“Kalau terkait dengan evaluasi, memang kewenangan itu sebenarnya di Kementerian Kesehatan untuk alokasi tata kelola anggarannya. Jadi, evaluasi itu dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi dalam konteks implementasinya karena dia masuk di tata kelola pemerintahan daerah maka Kemendagri harus dilibatkan. Tidak bisa kemudian itu hanya dilakukan oleh satu sektor saja dan itu harus dilakukan bersama-sama oleh sektor-sektor yang terlibat didalam proses penurunan prevalensi stunting itu,” ujar Badiul kepada KBR, Jumat (17/11/2023).
Badiul mengingatkan sinyalemen yang diungkapkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, bahwa anggaran pencegahan stunting tidak sedikit yang disalahgunakan. Termasuk, ada juga yang justru untuk membangun pagar permanen Puskesmas.
“Saya kira memang ini ada proses yang tidak tuntas, maksudnya tidak clear dalam konteks perencanaan anggarannya. Jadi, pemerintah dalam posisi baik pusat maupun pemerintah daerah yang mengimplementasikan itu, proses perencanaannya tidak tuntas artinya tidak berbasis data yang baik. Tidak berbasis data yang baik sehingga kemudian banyak penggunaan anggaran untuk hal-hal yang tidak langsung bersinggungan dengan isu stunting itu sendiri. Misalnya, kasus kemarin yang ramai diungkap oleh presiden, misalnya untuk pembangunan fisik misalnya pembangunan pagar dan lain-lain itukan tidak ada kaitannya dengan penurunan stunting secara langsung," tuturnya.
Editor: Fadli