KBR68H, Jakarta - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2012 mencatat rata-rata angka kematian ibu (AKI) di Indonesia naik dari 228 kasus kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada 2007, menjadi 349 per 100 ribu pada 2012.
Penulis: Doddy Rosadi
Editor:

KBR68H, Jakarta - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2012 mencatat rata-rata angka kematian ibu (AKI) di Indonesia naik dari 228 kasus kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada 2007, menjadi 349 per 100 ribu pada 2012. Dengan hasil survei ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal menilai target pembangunan milenium 2015 (MDGs) mustahil tercapai.
Target pembangunan milenium yakni menurunkan angka kematian ibu 102 per 100 ribu pada 2015. Lalu apa upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan? Simak perbincangan penyiar KBR68H Irvan Imamsyah dan Rumondang Nainggolan dengan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam program Sarapan Pagi.
Soal survei demografi kesehatan lalu ada pesimisme pemerintah bahwa target MDGs meleset karena data soal AKI. Bagaimana penjelasan Kementerian Kesehatan soal ini?
Jadi kalau kita lihat MDGs ini ada delapan goals. Jadi delapan goals, kita optimis beberapa itu tercapai termasuk angka kematian anak, penyakit TBC, gizi, dan beberapa. Khusus yang anda sampaikan tentang angka kematian itu, pertama adalah masalah data yang sumbernya berbagai macam dan berbeda-beda. Oleh karena itu kita memerlukan sensus dan sudah dijadwalkan tahun 2014.
Data ini dari BPS?
Setahu saya masih diolah.
Jadi belum final untuk data ini?
Setahu saya belum. Kita baru diskusi karena berbagai macam sumber, itu prosesnya data yang dulu. Target MDGs 102, untuk menentukan itu berarti sepertiga dari yang dulu. Jadi yang dulu itu sebetulnya masalah data, tentu selain masalah data ya kita evaluasi keseluruhannya. Memang Angka Kematian Ibu itu tidak mudah karena itu menyangkut berbagai pihak dan faktor yang menjadi satu kesatuan.
Kendalanya apa saja sebetulnya?
Ya kalau kita bicara kendala banyak ya. Jadi itu mulai pembuatan keputusan ada namanya 3 Terlambat yaitu terlambat seorang ibu dalam membuat keputusan kapan, dimana melahirkan. Karena umumnya ibu-ibu kita itu usia 15-19 tahun jadi masih sangat muda dan belum siap, belum mampu untuk siap hamil atau hamil secara dewasa ini kurang lebih sekitar 24 persen. Membuat keputusan juga tidak mudah karena usia segini masih tergantung pada orang tuanya juga.
Kalau pengaruh kemiskinan bagaimana?
Itu juga, pendidikan juga. Kemudian setelah mengambil keputusan tadi terlambat kalau begitu segera dikirim ke rumah sakit. Transportasinya di daerah-daerah tertentu itu kesulitan, terutama di pedesaan, daerah pegunungan, daerah tertinggal. Setelah terlambat di rumah sakitnya kadang-kadang tidak ada darah, dokter spesialis kandungan tidak ada.
Masih sedikit atau bagaimana dokter bersalin ini?
Iya masih kurang.
Bagaimana kalau masyarakat di wilayah pedalaman masih percaya dukun beranak daripada tenaga medis?
Termasuk itu. Jadi memang sejak awal itu sudah ibunya masih kurang siap, kemudian persepsi-persepsi yang terkait kurang mendukung, pengambil keputusannya.
Kalau Jampersal tidak bisa membantu banyak ya?
Sebetulnya Jampersal memang membantu tapi tidak hanya pada fasilitasnya. Karena ini pada titik si ibu dan transportasi, kalau Jampersal ini lebih ke rumah sakitnya yang kita gratiskan. Jampersal ini ke depan akan dijadikan satu dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Biaya orang ketika mau bersalin juga ikut tertanggung ya?
Iya dengan Jampersal siapa saja boleh asal memenuhi syarat. Siapa saja kalau bersalin ditanggung pemerintah, pemerintah sudah berusaha. Tetapi sekali lagi saya sampaikan, usulnya tidak hanya pada pelayanan tapi pada usul yang ada pada diri masyarakat terutama ibu-ibu dan dukungan bapak-bapak ini memang perlu ditingkatkan. Karena bayangkan usia 15-19 tahun sudah hamil, belum memikirkan bagaimana gizi, stabilitas pendidikan, pendapatan, dan sebagainya ini semua mempengaruhi. Kepercayaan pada hal-hal yang sifatnya tradisional yang kurang mendukung.
Artinya sosialisasi upaya pemerintah untuk sadar harus sehat saat bersalin atau mungkin pendidikan seksual yang kurang dilakukan begitu ya?
Pendidikan reproduksi itu tidak mudah. Kemarin mulai ada pengenalan organ-organ dari rambut sampai kaki itu juga menimbulkan masalah tersendiri.
Daerah mana yang sulit untuk menurunkan Angka Kematian Ibu?
Kalau dari sisi proporsi itu seperti NTT, Papua, daerah perbatasan. Tetapi secara jumlah riil lebih banyak di Jawa.