indeks
Setneg Bantah Simpan Temuan TPF Munir, Kontras Curiga Dokumen Hilang

"Karena pembentukan TPF ini kan mandat dari presiden SBY saat itu. Tapi, kemudian dokumen itu tidak ada di Setneg, itu bahaya banget, karena mereka lembaga negara."

Penulis: Dian Kurniati

Editor:

Google News
Setneg Bantah Simpan Temuan TPF Munir, Kontras Curiga Dokumen Hilang
Ilustrasi. (Ifa)



KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menduga dokumen laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir hilang, karena Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) membantah menyimpan dokumen itu. Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Karnesia mengatakan, Kemensetneg adalah lembaga yang ditunjuk menyimpan semua surat administrasi dan dokumen negara, sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 111 tahun 2005.

"Mereka bilang bahwa mereka tidak tahu dan tidak menguasai. Lalu, apa tugas dari Setneg berdasarkan Perpres tahun 2005 tadi? Kalau memang mereka tidak bisa membantu presiden dalam mengurus protokoler dan administrasi. Saya curiga, ketika mereka bilang tidak ada, berarti dokumennya hilang? Kalau dokumennya hilang, siapa yang harus disalahkan?" Tanya Putri di kantor Komisi Informasi Pusat, Senin (19/09/16). 

Putri melanjutkan, "pantas kasus munir tidak pernah selesai, karena dokumennya pun tidak ada di lembaga yang seharusnya menerima tanggung jawab moral dari masyarakat. Karena pembentukan TPF ini kan mandat dari presiden SBY saat itu. Tapi, kemudian dokumen itu tidak ada di Setneg, itu bahaya banget, karena mereka lembaga negara."

Putri mengatakan, sesuai ketentuan, semua surat dan dokumen yang diterima Presiden akan disimpan oleh Setneg. Putri juga mengatakan, tidak mungkin Presiden menyimpan semua dokumen yang dia terima sendiri, karena ada pihak yang mengarsipkan, yakni Kemensetneg. Sehingga, kata Putri, apabila Kemensetneg  menyatakan tak menyimpan hasil temua TPF Munir, Kontras justru mencurigai dokumen itu hilang dan tak diketahui keberadaannya.


Sementara itu, Kepala Bidang Pengelola Informasi Publik Kemensetneg, Faisal Fahmi, yang mewakili Kemensetneg di persidangan menyatakan, kementeriannya sudah mencari dokumen TPF munir, tetapi hasilnya nihil. Kata dia, Kemensetneg memang tidak menyimpan dokumen hasil temuan TPF Munir.


"Sampai saat ini, kami sudah mencari, dan memang tidak ada. Makanya, saat kami diminta untuk hadirkan saksi, ya siapa, karena memang tidak ada. (Bukannya dokumen yang masuk ke Presiden harus lewat Setneg?) Tidak semua. Itu salah asumsinya. Artinya, Presiden punya hak ketika dia dapatkan dokumen atau laporan tidak melalui Setneg. Jadi memberikan ke pembantunya, menteri. Langsung ke substansinya," dalih Faisal.


Faisal mengatakan, mengenai TPF Munir, peran Kemensetneg hanyalah mengkoordinasi pertemuan antara TPF, Presiden, dan semua pihak terkait. Kata dia, dalam pertemuan itu kementeriannya hanya bersifat pasif.


Hari ini, Komisi Informasi Pusat menggelar sidang keenam Sengketa Informasi Publik antara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Sidang   mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi dari pihak Kementerian Sekretariat Negara kala itu, Yusril Ihza Mahendra dan Kementerian Sekretariat Kabinet Sudi Silalahi. Namun, keduanya tidak menghadiri persidangan, dan hanya surat pernyataan Sudi yang diterima majelis hakim.


Permohonan sengketa informasi itu diajukan Kontras karena hingga sekarang, pemerintah belum menjalankan kewajibannya mengumumkan secara resmi laporan penyelidikan TPF Munir kepada publik. Padahal, pasal 9 Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir menyatakan pemerintah berkewajiban mengumumkan hasil temuan TPF Munir kepada publik.


Editor: Rony Sitanggang

TPF Kasus Meninggalnya Munir
Kepala Bidang Pengelola Informasi Publik Kemensetneg
Faisal Fahmi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...