Sanksi tersebut bukan menggantikan hukuman penjara. Sanksi itu tergantung pada kebijakan hakim yang memutus perkara
Penulis: Eli Kamilah
Editor:

KBR, Jakarta - Sanksi kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan (tipiring) dalam RUU KUHP dinilai cocok diterapkan di Indonesia. Namun, sanksi tersebut bukan menggantikan hukuman penjara. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti menyatakan sanksi itu tergantung pada kebijakan hakim yang memutus perkara. Sementara untuk mengatur penempatan kerja, pengawasan langsung, dan pemberi petunjuk teknis terhadap pelaksanaan sanksi, bisa mengoptimalkan tupoksi Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen Lapas) Kementerian Hukum dan HAM.
"Jangan dibayangkan nanti (hukuman penjara) diganti dengan pidana kerja sosial, itu tidak akan tertulis. Pidana kerja sosial ini hanya akan jadi pilihan untuk hakim bukan menggantikan hukuman penjara atau apapun. Penjara tetap ada. Tugas-tugas tersebut bisa dilakukan Ditjen Lapas, karena pembentukan lembaga baru konsekuensi-nya banyak, kalau memang ada lembaga yang relevan kenapa tidak, tinggal ditambahkan saja job desk-nya."
Ada wacana dari Kementerian Hukum dan HAM soal revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang akan mencantumkan kerja sosial sebagai salah satu hukuman bagi pelaku kejahatan di Indonesia. Nantinya para pelaku tindak pidana ringan tidak perlu menjalani hukuman penjara. Hal itu tertuang dalam draf rancangan KUHP yang kini dalam proses penggodokan di DPR. Pidana Kerja Sosial yang dimaksud adalah pada masa hukuman, si pelanggar hukum atau pelaku kejahatan diharuskan kerja sosial sebagai wujud perbaikan atas kerusakan yang telah diakibatkan oleh perbuatan mereka.
Editor: Bambang Hari