Pemerintah disarankan tidak menaikkan dulu tarif-tarif atau pajak-pajak yang menggerogoti disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan untuk konsumsi), termasuk PPN 12 Persen.
Penulis: Astri Septiani
Editor: Agus Luqman

KBR, Jakarta - Wakil Direktur lembaga kajian ekonomi INDEF, Eko Listiyanto meminta pemerintah mewaspadai perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai perlambatan konsumsi rumah tangga.
Eko Listiyanto mengatakan jika situasi ini tidak segera diatasi, dampak perlambatan ekonomi bisa berantai ke masyarakat bahkan menggerus kepercayaan atau optimisme terhadap perekonomian Indonesia.
Ia mendesak pemerintah segera meningkatkan daya beli masyarakat. Menurutnya, mustahil mencapai target pertumbuhan ekonomi tinggi dengan keadaan daya beli masyarakat yang lemah.
"Karena ini indikator yang sangat penting (daya beli) tentu saja perlambatan ini bisa efeknya berantai, kepada misalkan bagaimana bisnis akan berjalan. Kemudian juga bagaimana kalau dalam konteks kredit, laju kredit itu juga mungkin bisa saja melambat karena dampak dari situasi ekonomi yang terjadi saat ini," kata Eko Listiyanto kepada KBR, Rabu (6/11/2024).
Baca juga:
- Melambat, Ekonomi RI Tumbuh 4,95 Persen di Kuartal III 2024
- Ekonomi RI Melambat, BPS: Konsumsi Masyarakat Masih Terjaga
Usulan jangka pendek
Eko Listiyanto mengatakan hal lain yang harus diperhatikan dari perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah prospek ekonomi ke depan.
"Kalau terus melambat ini tentu akan mengurus kepercayaan atau optimisme perekonomian ya di tengah pergantian kepemimpinan," kata Eko.
Eko menyarankan agar dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto, pemerintah memperbaiki daya beli masyarakat sebagai target jangka pendek.
Eko menyarankan agar dalam jangka pendek pemerintah tidak menaikkan tarif-tarif atau pajak-pajak yang menggerogoti disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan untuk konsumsi), khususnya bagi masyarakat kelas menengah.
Termasuk di dalamnya, Eko menyarankan pemerintah menunda rencana pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal 2025.
Setelah daya beli terjaga dan meningkat, baru pemerintah bisa bicara mengenai target pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 8 persen oleh pemerintah Prabowo.
"Kalau tidak ya bersiap dengan daya beli yang lebih melemah lagi. Kedua, kaitannya dengan menjaga inflasi. Inflasi dijaga di level rendah, terutama di bahan makanan. Karena pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk makanan itu cukup besar. Yang ketiga, tentu saja berusaha mendorong penciptaan lapangan kerja. Dari bekerja mereka punya duit. Dari punya duit mereka punya daya beli," tambahnya.