indeks
Partai Meja Makan Keluarga

Meski mendapat banyak kritik dan sorotan, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang berlangsung Sabtu pekan lalu, akhirnya memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai Ketua Umum. SBY menempati kursi puncak pimpinan partai yang ia dirikan ini setelah Anas Urbani

Penulis: KBR68H

Editor:

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Partai Meja Makan Keluarga
sby, demokrat, klb partai demokrat

Meski mendapat banyak kritik dan sorotan, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang berlangsung Sabtu pekan lalu, akhirnya memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai Ketua Umum. SBY menempati kursi puncak pimpinan partai yang ia dirikan ini setelah Anas Urbaningrum mundur karena menjadi tersangka korupsi dalam skandal proyek Hambalang.

Kritik berhamburan setidaknya karena tiga alasan. Pertama, tugas SBY sebagai Presiden sudah sangat berat. Begitu banyak masalah di dalam negeri yang menuntut konsentrasi penuh untuk diselesaikan. Menjadi seorang presiden berarti harus siap bekerja penuh menjalankan mandat rakyat. Tambahan beban untuk memimpin partai sedikit banyak akan mengganggu tugas kenegaraan SBY. Memang SBY memiliki banyak pembantu, tetapi kewenangan mereka terbatas. Para pembantu itu tetap membutuhkan direksi dari pemimpinnya. Konsentrasi yang pecah karena harus menangani partai bakal memiliki konsekuensi serius di tengah problem kebangsaan yang begitu banyak.

Kedua, dengan mengambil alih kepemimpinan partai, SBY justru tidak konsisten dengan teguran yang pernah ia berikan kepada para menterinya yang berasal dari partai. Ketika itu SBY meminta agar para menterinya lebih fokus mengurus kinerjanya sebagai menteri ketimbang mengurus partai. Dengan menunjukkan inkonsistensi pada perintahnya sendiri, SBY sudah memberi contoh kepada para pembantunya untuk mengikuti jejaknya, kembali sibuk mengurus partai. Memang dalam struktur Partai Demokrat sekarang ada jabatan Ketua Harian, tapi itu semua tak mengurangi makna bahwa SBY sudah bertindak inkonsisten.

Ketiga, Partai Demokrat ternyata tak memberi inspirasi apa pun sebagai sebuah partai modern. Ketua Umum dipegang SBY, sedangkan jabatan Sekretaris Jendral dipegang Edhie Baskoro Yudoyono alias Ibas, yang tak lain adalah anak SBY sendiri. Partai Demokrat ternyata tak lebih baik dari partai-partai lain yang menempatkan sanak keluarga di berbagai jabatan strategis dalam struktur kepengurusan partai. Inilah ''partai meja makan'', karena semua persoalan partai sesungguhnya bisa diselesaikan dalam acara makan malam keluarga. Ini mengindikasikan, sebagai partai pemenang pemilu, Partai Demokrat sesungguhnya sangat rapuh menghadapi ombak pemecah, sehingga harus begitu tergantung kepada figur penyelamat partai.

Apa boleh buat, Partai Demokrat memang sedang mengalami demam hebat berkepanjangan. Skandal korupsi telah menyeret para kadernya ke penyidik KPK, mulai dari M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng hingga bekas ketua umumnya, Anas Urbaningrum. Skandal memalukan ini berdampak pada tingkat elektabilitas partai yang terus melorot. Publik sudah kadung muak dengan berbagai penyelewengan yang dilakukan para politisi, tak terkecuali para politisi Partai Demokrat.

Menempatkan SBY sebagai Ketua Umum jelas tak serta merta akan mendongkrak kembali elektabilitas Partai Demokrat. Kerusakan yang ditimbulkan para kadernya yang tersangkut berbagai skandal sudah terlampau parah. Dan SBY bukanlah figur yang tengah bersinar, ia bahkan kalah populer dengan Jokowi yang baru saja terpilih memimpin Jakarta. Dalam dua periode kekuasaannya sebagai Presiden, publik belum mencatat prestasi SBY yang spektakuler. Justru karena kehati-hatiannya, publik sudah terlanjur mencap SBY sebagai sosok yang tidak tegas dan kurang berani mengambil keputusan.  Paling mencolok adalah ketidaktegasan SBY dalam menangani berbagai kasus intoleransi yang kian meningkat. Padahal pembiaran terhadap kelompok--kelompok intoleran sangat membahayakan keutuhan bangsa di masa depan.

Pemilu tinggal setahun lagi. Apakah Partai Demokrat sanggup melalui ujian berat atau justru dihukum publik dengan tak memilihnya dalam pemilu, semua tergantung seberapa efektif SBY dan pengurus baru menyembuhkan luka-luka akibat kesalahannya sendiri. Pemilu akan menjadi pengadilan bagi semua partai, termasuk Partai Demokrat, apakah mereka sudah berada di hati rakyat atau sudah dibuang jauh. 

sby
demokrat
klb partai demokrat

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...