indeks
Mencari Titik Terang Dugaan Eksploitasi Pemain Sircus OCI

Korban telah mengadukan kasus ini ke Komnas HAM pada 1997. Komisi III DPR RI kemudian mempertemukan korban dugaan eksploitasi dan pendiri OCI.

Penulis: Hoirunnisa

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
Mencari Titik Terang Dugaan Eksploitasi Pemain Sircus OCI
Pemain Oriental Circus Indonesia tampil dalam pertunjukan The Great 50 Show di Surabaya, Rabu (13/3/2019). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

KBR, Jakarta - Polemik dugaan eksploitasi bekas pemain sikus di Oriental Circus Indonesia (OCI) memantik perhatian publik. Senin (21/4/2025), Komisi III DPR RI mempertemukan korban dugaan eksploitasi dan pendiri OCI Jansen Manangsang.

Jansen membantah tuduhan adanya praktik penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak-anak pemain sirkus.

Jansen yang kini berusia 83 tahun, mengatakan tuduhan tersebut tidak terbukti dan telah ditangani sejak 1997 oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

“Hasil penyelidik Komnas HAM terkait laporan pelanggaran HAM kepada Oriental Circus, Komisi HAM mengeluarkan rekomendasi pernyataan, yaitu tentang kasus Oriental Circus ini, tentang satu, dikeluarkan satu rekomendasi tahun 1997. Dalam rekomendasi tersebut yaitu tertuang bahwa tidak ada penganiayaan penyiksaan,” ujar Jansen di DPR, Senin (21/4/2025).

Jansen mengklaim OCI terbuka dan kooperatif selama proses pemantauan Komnas HAM pada 1997. Komnas HAM kala itu membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki laporan-laporan mengenai dugaan pelanggaran terhadap anak-anak yang menjadi pemain sirkus.

Penyelidikan berlangsung panjang, mencakup pemeriksaan terhadap pengelola OCI, pelapor, dan saksi-saksi, serta kunjungan langsung ke lokasi-lokasi pertunjukan OCI di Cisarua dan sekitarnya.

Jansen juga menekankan pihak OCI telah bekerja sama dalam upaya menjernihkan asal-usul anak-anak tersebut.

Bersama Komnas HAM dan tim kuasa hukum, OCI disebut ikut dalam proses pencarian orang tua dari anak-anak pemain sirkus ke sejumlah wilayah.

OCI juga mengklaim menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM dengan memastikan akses pendidikan formal bagi anak-anak tersebut.

Baca juga:

Sebelumnya, anak-anak pemain sirkus mengikuti pendidikan homeschooling karena aktivitas pertunjukan yang berpindah-pindah. Namun setelah adanya rekomendasi, OCI mulai mengikutsertakan mereka dalam pendidikan umum.

Jansen keberatan atas pemberitaan yang dianggap tidak berimbang dan merugikan pihak pengelola.

Di kesempatan yang sama juga hadir perwakilan dari Hamdan Zoelva, bekas ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yang saat itu menjabat sebagai kuasa hukum OCI.

Dalam keterangannya, Hamdan menyebut tuduhan penyiksaan tidak dapat dibuktikan berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM saat itu.

“Komnas HAM memang menemukan sejumlah indikasi pelanggaran hak anak, seperti hak atas asal-usul, pendidikan, dan perlindungan sosial. Namun, tidak terbukti adanya penganiayaan atau penyiksaan secara fisik terhadap anak-anak tersebut,” demikian bunyi keterangan Hamdan yang dibacakan dalam rapat.

Pihak OCI mengklaim telah menyelesaikan seluruh rekomendasi yang diberikan Komnas HAM. Mereka merasa telah menjalankan kewajiban untuk menjamin hak-hak anak sesuai hukum yang berlaku, serta mengomunikasikan hasilnya kepada para pelapor.

Menuntut Keadilan

Kuasa hukum korban, Heppy Sebayang, mengungkapkan puluhan eks pemain sirkus direkrut sejak usia belia, bahkan ada yang masih bayi. Mereka dipisahkan dari orang tua, dipaksa tampil, dan mengalami kekerasan fisik serta mental selama bertahun-tahun.

“Ada empat angkatan. Dari tahun 70-an sampai 90-an. Kini mereka ada yang berusia 60-an, 50-an, 40-an, dan 30-an,” jelas Heppy kepada KBR, Jumat (18/4/2025).

Salah korban adalah Butet, yang melahirkan anak saat masih menjadi pemain sirkus. Heppy bilang anak dari Butet langsung diambil oleh keluarga pemilik OCI, tanpa sepengetahuannya.

Butet baru bertemu kembali saat usia sang anak dua tahun. 

"Lalu kemudian ketika dia hamil dan melahirkan, anaknya kan diambil oleh keluarga Manansang. Tapi dia tetap dipekerjakan sebagai pemain sirkus. Jadi sampai 2 tahunan itu dia nggak tahu. Baru kemudian umur berapa tahun dia ketemu orang lain, artinya teman-temannya Butet bilang, itu anak kamu dulu, kira-kira begitu. Dan kemudian dia ketemu sekarang mereka sudah sama,” ungkap Heppy.

Walau secara legal Oriental Circus Indonesia dan Taman Safari Indonesia terpisah, dia berpandangan struktur kepemilikan dan terduga pelaku kekerasan masih saling terkait.

“Jadi Oriental Circus Indonesia pemiliknya ini kan Pak Hadi Manangsang. Anaknya ada tiga. Ada Jansen Manangsang, ada Franz Manangsang, ada Tony Sumampau. Itu yang pertama dulu. Jadi baik Pak Hadi, Pak Jansen, Pak Franz, Pak Tony Sumampau, mereka ini orang-orang yang sama. Berkembang Oriental Circus, lalu keluarga ini membentuk lagi Taman Safari. Membentuk Taman Safari, pemiliknya juga mereka ini. Tetap sama pemiliknya,” jelas Heppy.

Baca juga:

Heppy mendorong dilakukan investigasi mendalam. Ia mendesak pemerintah membentuk tim independen pencari fakta.

Menurutnya, saat pertemuan dengan keluarga korban pada Selasa (15/4/2025), Wakil Menteri HAM Mugiyanto berjanji memanggil manajemen Taman Safari. Namun belum ada kejelasan tindak lanjut.

“Belum ada rencana kerja, belum ada tim investigasi yang dibentuk. Padahal ini mendesak,” kata Heppy.

Dia juga menyayangkan sikap Komnas HAM yang tidak bisa membuka laporan baru karena dianggap sebagai satu rangkaian dengan laporan tahun 1997. Komnas Perempuan bersedia menerima laporan baru, tetapi hanya untuk korban perempuan.

“Bagi korban pria kan menjadi masalah.Tidak tersolusi,” kata Heppy.

Duduk Bareng

Komisi III DPR meminta kedua belah pihak duduk bersama menyelesaikan kasus ini. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan masalah tak akan selesai jika kedua belah pihak saling menuding dan membantah.

"Saya minta tadi kalau bapak (pihak Taman Safari) dirugikan dengan situasi ini, di sini (pihak OCI) juga merasa dirugikan dengan kondisi yang berbeda, makanya duduk sama-sama, pak," kata Sahroni dalam rapat tersebut.

Ia menyarankan para pihak jangan terlalu banyak bicara ke media karena dapat menimbulkan kegaduhan. 

"Kasih waktu kalau tujuh hari, kalau tidak diberikan ruang yang baik, bapak laporkan lagi (ke kepolisian), nanti kami yang pantau urusannya," kata politikus Partai Nasdem itu.

Dia juga meminta Dirreskrimum Polda Jawa Barat menjadi penengah kedua belah pihak dalam menyelesaikan polemik secara kekeluargaan.

red
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni rapat dengan eks pemain sirkus OCI dan pengelola sirkus Taman Safari, Senin (21/4/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Respons Komnas HAM

Komnas HAM menegaskan pelanggaran hak anak yang terjadi di lingkungan sirkus harus diselesaikan secara hukum, termasuk melalui pemenuhan tuntutan kompensasi kepada bekas pemain sirkus.

Komnas HAM menyatakan kasus ini telah dipantau sejak tahun 1997. Saat itu, lembaga ini menemukan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia yang serius, antara lain hak anak untuk mengetahui asal-usul dan identitasnya; hak anak untuk bebas dari eksploitasi ekonomi; hak atas pendidikan yang layak; serta hak untuk memperoleh perlindungan, keamanan, dan jaminan sosial sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya hukum terhadap kasus ini sempat mengalami jalan buntu. Berdasarkan dokumen yang diterima Komnas HAM pada 22 Juni 1999, Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan atas dugaan pelanggaran Pasal 277 dan 335 KUHP terhadap dua terlapor berinisial FM dan VS.

Penyidikan yang semula dilaporkan pada 6 Juni 1997 itu dihentikan berdasarkan Surat Ketetapan Nomor Pol. G.Tap/140-J/VI/1999/Serse Um tanggal 22 Juni 1999.

Pada Desember 2024, Komnas HAM kembali menerima pengaduan dari kantor hukum Ari Seran Law Office yang mewakili bekas pemain OCI. Dalam pengaduan tersebut, mereka menyebut belum ada penyelesaian yang tuntas, terutama karena belum adanya realisasi atas tuntutan kompensasi sebesar Rp3,1 miliar yang diajukan kepada pihak OCI.

"Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI," kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, melalui keterangan tertulis, Kamis (17/4/2025).

Selain itu, Komnas HAM juga meminta agar asal-usul para pemain sirkus segera dijernihkan, mengingat pentingnya identitas dan hubungan kekeluargaan dalam menjamin hak sipil dan status hukum seseorang.

Komnas HAM menegaskan negara wajib memastikan setiap anak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi. Pelanggaran hak anak dalam lingkungan tertutup seperti sirkus harus menjadi perhatian serius semua pihak, agar tidak terulang di masa depan.

Dorongan Tim Pencari Fakta

Amnesty International Indonesia mendorong kepolisian menindaklanjuti aduan yang disampaikan bekas pemain sirkus OCI. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan DPR harus memberi ruang keluarga bekas pemain sirkus mencari keadilan.

"Komisi III harus meminta Kapolri untuk membuka kembali penyidikan terhadap kasus ini agar kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi korban tidak terulang," kata Usman.

Usman juga mendorong negara membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap dugaan pelanggaran HAM yang dialami eks pemain sirkus OCI.

"Tim pencari fakta ini penting untuk mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban. Di saat yang sama Polri dan Komnas HAM juga harus tetap melaksanakan tugas mereka menginvestigasi kasus ini secara terpisah," kata dia.

"Komnas HAM pun perlu segera membentuk tim penyelidikan pro-justisia untuk memastikan pengusutan kasus berjalan secara objektif, independen, dan berpihak pada korban," sambungnya.

Pemerintah juga diminta memulihkan hak-hak korban dan memberikan pendampingan psikologis.

"Lebih jauh, kasus ini harus menjadi evaluasi bahwa selama ini negara lalai memastikan perlindungan warga dalam bekerja dan bebas dari eksploitasi dan penyiksaan," tuturnya.

Dia menekankan, hak untuk bebas dari segala bentuk penyiksaan merupakan bagian dari hak yang tidak bisa dibatasi atau dikurangi dalam kondisi apapun.

Baca juga:

HAM
sirkus
oriental circus indonesia

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...